Ini pengakuan PSK yang dulu jual diri di Kramat Tunggak
Merdeka.com - Wanita setengah baya itu sedikit menerawang ketika menceritakan masa lalunya. Inisialnya S, kini usianya sudah 54 tahun. Belasan tahun lalu, dia sempat jadi pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara 'Kramat Tunggak'.
"Itu Jakarta Islamic Centre memang bekas Kramat Tunggak. Dulu di situ tak asing lagi sebagai salah satu tempat PSK. Saya juga pernah bekerja di situ," Kata S saat ditemui di dekat JIC, di Kampung Beting Remaja, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Rabu (16/9).
S menjelaskan, dirinya yang sempat bekerja di Kramat Tunggak mulai tahun 1980-an hingga tahun 1992. Alasannya, butuh biaya untuk dua anaknya setelah ditinggal pergi suami.
-
Dimana PKL itu direlokasi? PKL itu sebelumnya berdagang di trotoar rumah sakit.
-
Siapa wanita tersebut? Wanita tersebut, berpostur sekitar 155 sentimeter diperkirakan hidup bersama suaminya pada abad ke-9.
-
Apa profesi perempuan tersebut? Perempuan tersebut terlihat sedang menjamu tamunya dengan sangat baik.Mereka kemudian berbincang panjang dan menjelaskan masing-masing latar belakangnya. Perempuan pemilik warung sekaligus tukang pijat itu pun akhirnya mengaku bahwa ia bekerja di bidang tersebut karena terpaksa.
-
Siapa yang Kyra Wahab temui di Korea Selatan? Baru aja dia share foto bareng teman-temannya lagi hangout.
-
Siapa yang pertama kali merekrut tenaga kerja lokal di KITB? 'Tahap pertama pekerja lokal dari desa penyangga mulai bekerja di KITB. Ini sebagai bukti bahwa apa yang dicita-citakan publik hari ini terealisasi,' kata Caswiyono dikutip dari Liputan6.com pada Selasa (10/10).
-
Di mana Kartika Putri singgah sebelum ke Mekkah? Sebelum menuju Mekkah, Kartika bersama suaminya singgah di Raudah.
Wanita asal Jawa Timur ini memaparkan, di tengah pusingnya himpitan ekonomi, S ditawari pekerjaan di Jakarta oleh salah seorang temannya, dengan iming-iming dapat uang jumlah besar.
"Saya ditawari sama tetangga. Ya udah kalau memang bisa biayai anak-anak. Dan ternyata ke lokalisasi itu. Ya udah saya terima. Tapi intinya ya setelah anak saya bisa sekolah dan kerja, saya keluar dari sana. Itu untuk biaya anak saja. Hanya itu," jelasnya.
Seperti apa lokalisasi tersebut pada masa jayanya?
"Tiap satu rumah itu berisi satu mami dan beberapa PSK. Waktu itu rombongan saya dalam satu rumah ada 24 orang. Masing-masing dapat satu kamar," ucapnya.
Untuk sistem operasional kerjanya, S menjelaskan kerja 24 jam dengan tamu yang berasal mayoritas luar kota bahkan mancanegara (Belanda, Korea, Arab) masuk ke Kramat Tunggak, nanti tamu tersebut diantarkan oleh 'mami' untuk memilih wanita mana yang akan melayaninya. Usai pemilihan, wanita tersebut langsung dibawanya ke ruangan untuk dijamah.
"Nah nanti mereka itu (tamu) disuruh pilih paket, ada pake tanpa nginep dengan harga Rp 15 ribu dan paket nginep harganya Rp 25 ribu. Dari situ mami mengambil keuntungan Rp 5 ribu sebagai uang ruangan. Sisa uangnya sepenuhnya kami yang pegang," paparnya.
S mengutarakan, dirinya bisa mengantongi Rp 2 Juta per bulan dari hasil melayani para tamu tersebut. "Zaman dulu sebulan Rp 2 juta, itu cukup besar. Kadang enggak sampai satu bulan sudah bisa mencapai lebih dari itu. Kadang ada tamu yang baik. Saya ngomong pingin biayain anak sekolah, lalu dia beri uang dalam jumlah banyak ke saya," ungkapnya
S memaparkan, usai anaknya lulus sekolah, kerja hingga keduanya kini sudah berumah tangga, dirinya menetap di sekitar JIC, dan tak ada niat untuk pulang ke rumahnya di Jawa Timur.
"Saya mau pulang rasanya sudah enggak enak, yang penting anak sudah jadi. Saya terakhir pulang pas nikahin anak saya itu. Kalau mereka nanya, saya di sini kerja apa, saya jawab jadi pembantu," tuturnya.
Untuk saat ini, dirinya pun memilih tinggal seorang diri di sebuah kontrakan dengan menekuni pekerjaan halalnya yaitu penyalur air.
"Saya sekarang sedapetnya, dapat untuk makan aja sama untuk bayar kontrakan saja sudah cukup. Biar uang saya lebih banyak dulu, saya nggak mau lagi kayak dulu. Lebih enak sekarang. Halal," tutupnya.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wanita-wanita ini disebut Karayuki-san. Mereka dipekerjakan di rumah-rumah bordil yang tersebar di Sumatera dan Jawa.
Baca SelengkapnyaGemerlap kota Las Vegas ternyata ada di Indonesia. Lokasi berada di gang sempit di Jakarta dan sempat menjadi favorit orang kalangan atas Belanda & Tionghoa.
Baca SelengkapnyaPembongkaran berawal dari adanya laporan Anak Baru Gede (ABG) hilang. Hasilnya, muncikari dan Pekerja Seks Komersial (PSK) ditangkap.
Baca SelengkapnyaJi Lak Keng atau Jilakeng kerap kali disebut-sebut sebagai ‘Las Vegas-nya Batavia’ karena menjadi tempat hiburan dan prostitusi teramai di Batavia.
Baca SelengkapnyaPihaknya melakukan operasi pengawasan di dua lokasi berbeda yakni Seminyak dan Kuta.
Baca SelengkapnyaDua wanita asal Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), ditangkap polisi. Mereka diduga terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) antarnegara.
Baca SelengkapnyaTujuh pekerja seks terjaring razia di bekas lokalisasi Gunung Sampan Situbondo bukan warga lokal. Ini sosoknya.
Baca SelengkapnyaWarga asing ini dideportasi karena menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) dan menjadi pacar bayaran.
Baca SelengkapnyaSejak tingginya aktivitas imigrasi orang-orang Jawa ke Sumatera, mereka menetap dan membentuk sebuah komunitas.
Baca SelengkapnyaCerita korban TPPO Disekap Berbulan-Bulan dan Kerja Tanpa Digaji
Baca SelengkapnyaDari pengungkapan itu, dua orang wanita berhasil diamankan di area terminal 2 keberangkatan internasional Bandara Soekarno-Hatta.
Baca SelengkapnyaSEK (34) dan AFM (29) terlibat dalam kasus overstay hingga prostitusi online di Bali.
Baca Selengkapnya