Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ini penjelasan peneliti soal 3 orang utan tewas terbakar di Kaltim

Ini penjelasan peneliti soal 3 orang utan tewas terbakar di Kaltim Orang utan alami luka bacok. ©handout/Balai Taman Nasional Kutai

Merdeka.com - Tiga orang utan betina yang tewas terpanggang di lahan warga Bontang, Kalimantan Timur, 2 hari terakhir ini menjadi sorotan media internasional. Kepolisian pun terus berupaya mengusut kematian tragis satwa primata Kalimantan itu. Sedikitnya 10 orang warga, dimintai keterangan sebagai saksi.

Ketiga orang utan itu adalah satu keluarga, di mana sang induk diperkirakan berusia 20 tahun, 2 anaknya masing-masing berusia 7 tahun dan bayi 6 bulan‎. Sebagaimana disampaikan Direktur Center Protection for Orangutan (COP) Indonesia Ramadhani, dalam 2 hari terakhir, isu orang utan mati terbakar itu, menjadi konsumsi media internasional.

Media dailymail.co.uk misalnya, mengangkat isu 3 orang utan betina tewas terbakar itu 28 Februari 2016 lalu dengan judul 'Three female orangutans have died in a land fire near a protected forest in Indonesia amid claims the blaze was started deliberately'.

Penelusuran merdeka.com, artikel itu mendapatkan 177 komentar hingga pukul 02.50 WITA, Rabu (2/3). Peneliti orang utan dari Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawarman Samarinda, Dr Yaya Rayadin mencoba memberikan gambaran perihal ragam perilaku yang kian mengancam populasi satwa orang utan di Kalimantan.

"Dalam kondisi apapun, induk orang utan, tidak akan meninggalkan 2 anaknya. Di Bontang itu, misal lahan terbakar, dia akan berada di atas pohon. Itu kondisi alami dari perilaku orang utan," kata Yaya, dalam perbincangan bersama merdeka.com di Samarinda, Selasa (1/3) malam.

Ada 2 hal yang mengancam orang utan, yakni penilaian masyarakan bahwa orang utan itu sebagai hama di kebun sawit, kedua adanya tekanan dari manusia yang merasa terganggu.

"Orang utan datang ke kebun, ke lahan warga, dan warga merasa terganggu. Itu bukan hama, tapi masyarakat merasa terganggu," ujar Yaya.

Menurut dia, kekhawatiran terbesar muncul tentang penanganan masyarakat di level bawah. Sejauh ini dari penelitian yang dilakukan Yaya, masyarakat masih banyak yang belum memahami penanganan satwa liar, misalnya orang utan yang hadir di tengah-tengah mereka.

"Masyarakat mengontrolnya bagaimana, masyarakat harus berbuat apa, dan siapa yang mengontrol. Mungkin saja, banyak orang utan mati di lahan masyarakat, sebenarnya lebih dulu dikubur," ungkapnya.

"Ini (orang utan) dinilai mengganggu, karena sebelumnya masyarakat tidak pernah didatangi orang utan. Mereka ada di lahan warga karena habitat asli mereka, sudah terganggu dan tidak ada makanan," terangnya.

Ada 2 perilaku orang utan, yang perlu diketahui masyarakat. Pertama, orang utan yang menetap, dan orang utan yang nomaden, terus bergerak berpindah-pindah.

"Ada di kebun atau lahan warga, terpaksa dia (orang utan) jalan ke mana saja yang dia temui. Jadi, meskipun bukan habitatnya, induk dan anaknya terus jalan, mencari makan. Di lahan warga di Bontang itu, ya dong mereka (orang utan) hijrah karena lahan warga itu bukan habitatnya," kata Yaya.

"Sekarang susah orang utan untuk menetap, karena habitatnya rusak. Orang utan ada di mana-mana sekarang ini. Mereka bergerak terus mencari makan," tambahnya.

Yaya menyayangkan kasus yang menimpa orang utan ini muncul dalam kasus per kasus untuk diselesaikan satu persatu. Padahal, ada soal lainnya yang tidak kalah krusial, mesti mendapat perhatian serius.

"Soal krusial, bagaimana menangani orang utan yang ada di tengah masyarakat. Kalau di perusahaan, okelah mungkin ada satgas khusus. Tapi bagaimana yang di masyarakat bawah? Apakah satgas perusahaan bisa menangani orang utan yang ada di masyarakat bawah?" jelasnya.

"Seharusnya, pemerintah membentuk satgas-satgas di level pemerintah daerah. Tapi ingat, satgas bukan formalitas, diisi pejabat-pejabat. Satgas mesti diisi orang-orang profesional yang mau bekerja di lapangan. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No 48 tahun 2008," terangnya.

"Peraturan menteri itu, membuka peluang Pemda, untuk membentuk satgas. Jadi, kalau ada apa-apa di tengah masyarakat terkait satwa liar, juga orang utan, ada tim sendiri, bukan hanya BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam)," jelas Yaya lagi.

Adapun solusinya, pemerintah yang sudah tentu mengantongi wilayah mana saja yang terdapat orang utan, memberikan edukasi mendalam kepada masyarakat di level bawah.

"Kita kan tahu itu, wilayah-wilayah yang ada orang utannya. Tapi penting, bagaimana edukasi, sistem yang dibangun di daerah yang paling krusial yang ada orang utannya. Sehingga, kalau ada apa-apa, masyarakat bisa segera menangani, melaporkan," papar Yaya.

Yaya mencontohkan, di daerah Kaubun, Bengalon dan Karangan di kabupaten Kutai Timur di Kaltim, banyak orang utan tinggal. "Tapi masyarakat tidak tahu, ke mana harus melapor. Orang desa, juga tidak tahu bagaimana membangun sistem penanganannya," jelasnya.

"Level bawah itu harus dibangun sistemnya. Nah, satgas itu, saya sudah kasih tahu pemerintah, membentuk satgas tidak hanya orang utan, tapi satwa dilindungi lainnya, lebih murah daripada beli perangkat golf. Itu benar," tegasnya.

Namun demikian, pemaparan yang dia sampaikan misal membentuk satgas, perlu digaris bawahi. Padahal, tidak akan ada pihak yang ditangkap, apabila ada upaya penyelamatan satwa.

"Itu pun kalau Pemda mau serius menangani, melindungi satwa. Selain itu, juga ada anggapan, urusan satwa itu itu, urusan pusat. Masak, penyelamatan orang utan itu harus dilakukan pemerintah pusat. Itu cara mengelak pemda. Padahal kan, tidak ada yang menyelamatkan orang utan, lantas dihukum," terangnya.

Peristiwa di Bontang itu, menimbulkan pertanyaan besar bagi Yaya Rayadin, yang perlu ditelusuri lebih jauh. "Kenapa ada orang utan di situ (lahan warga Bontang). Kenapa tidak di hutan? Itu, ke lahan warga pun, orangutan tidak akan menetap, itu tempat yang sudah tidak ada pilihan lagi. Karena, saya garisbawahi, habitat sebenarnya orangutan sudah rusak," pungkas Yaya.

Dr Yaya Rayadin sebelumnya di 2011 lalu, ikut meneliti kematian orangutan yang diduga dibantai masyarakat di sekitar perkebunan sawit, di desa Puan Cepak, Muara Kaman, Kutai Kartanegara, dan menyisakan tulang belulang orang utan dewasa. Polres Kutai Kartanegara dan Polda Kaltim, kerja ekstra dan akhirnya berhasil menyeret pelaku ke meja hijau. Pemberitaan media internasional saat itu pun kian kencang. Yaya sendiri, menjadi saksi ahli dalam kasus itu.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Penampakan Orang Utan Raksasa Diduga di Kaltim, Datang ke Permukiman Warga Disebut karena Hutan Digunduli
Penampakan Orang Utan Raksasa Diduga di Kaltim, Datang ke Permukiman Warga Disebut karena Hutan Digunduli

Video seekor orang utan raksasa tiba-tiba muncul di permukiman warga viral di media sosial.

Baca Selengkapnya
Miris! Orang Utan & Anaknya Kurus Kering Diduga Cari Makanan di Area Tambang
Miris! Orang Utan & Anaknya Kurus Kering Diduga Cari Makanan di Area Tambang

Sebuah video yang memperlihatkan dua orang utan berjalan di wilayah tambang Kalimantan Timur (Kaltim) dengan kondisi fisik yang sangat kurus menghebohkan media.

Baca Selengkapnya
Fakta Orang Utan yang Unik dan Menarik, Si Lengan Panjang yang Suka Membuat Sarang
Fakta Orang Utan yang Unik dan Menarik, Si Lengan Panjang yang Suka Membuat Sarang

Dengan mengenal fakta-fakta orang utan, kita tidak hanya akan memperkaya pengetahuan terhadap hewan ini, tapi juga membangun kesadaran untuk melindungi mereka.

Baca Selengkapnya
Parahnya Dampak Kebakaran Gunung Arjuno, Rusa Mati Terpanggang & Nasib Ratusan Lainnya Satwa Terancam
Parahnya Dampak Kebakaran Gunung Arjuno, Rusa Mati Terpanggang & Nasib Ratusan Lainnya Satwa Terancam

Karhutla di kawasan Gunung Arjuno terjadi sejak Agustus lalu dan proses pemadaman masih dilakukan hingga kini.

Baca Selengkapnya
Viral Puluhan Ular Terbakar di Gunung Sindur Bogor
Viral Puluhan Ular Terbakar di Gunung Sindur Bogor

Bangkai-bangkai ular itu ditemukan di tempat yang dulunya rawa.

Baca Selengkapnya
Kasihan, Orang Utan di Aceh Disembunyikan dalam Tas untuk Dijual
Kasihan, Orang Utan di Aceh Disembunyikan dalam Tas untuk Dijual

Polisi menemukan seekor orang utan di dalam tas untuk dijual

Baca Selengkapnya
Bikin Panik, Tiga Ekor Ular Kobra Bersarang di Dalam Speaker
Bikin Panik, Tiga Ekor Ular Kobra Bersarang di Dalam Speaker

Beruntungnya tidak ada korban dalam upaya evakuasi ketiga ular tersebut.

Baca Selengkapnya
Miris, Video Dua Ekor Orangutan Kurus Kering Melintasi Area Tambang Kutai Timur
Miris, Video Dua Ekor Orangutan Kurus Kering Melintasi Area Tambang Kutai Timur

BKSDA belum bisa memastikannya apakah dua ekor orangutan itu betina dan anaknya.

Baca Selengkapnya
Heboh Penemuan Ular Piton sepanjang 7 Meter di Polewali Mandar, Dibunuh usai Makan Sapi Milik Warga
Heboh Penemuan Ular Piton sepanjang 7 Meter di Polewali Mandar, Dibunuh usai Makan Sapi Milik Warga

Selain memiliki panjang yang fantastis, perut ular ini terlihat mengembang besar seolah baru saja menelan mangsa.

Baca Selengkapnya
Ular Sanca Predator Ayam di Tangsel Dikepung Warga karena Petugas Damkar Tak Kunjung Datang
Ular Sanca Predator Ayam di Tangsel Dikepung Warga karena Petugas Damkar Tak Kunjung Datang

Penangkapan ular sanca batik sepanjang 4 meter di Lengkong Gudang Barat, Kota Tangerang Selatan, Banten, Selasa (19/3) dini hari, berlangsung dramatis.

Baca Selengkapnya
Lokasi Antraks di Gunungkidul, Desa Terpencil Berbatasan dengan Hutan
Lokasi Antraks di Gunungkidul, Desa Terpencil Berbatasan dengan Hutan

Hingga saat ini, Pemkab belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit antraks.

Baca Selengkapnya
Kisah Dua Orang Utan Sumatera Korban Perdagangan Ilegal, Kini Belajar di Sekolah Hutan
Kisah Dua Orang Utan Sumatera Korban Perdagangan Ilegal, Kini Belajar di Sekolah Hutan

Dua Orang Utan Sumatra yang berhasil diselamatkan dari perdagangan ilegal telah mengikuti sekolah hutan agar siap hidup dan dilepaskan ke alam liar.

Baca Selengkapnya