Ini Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang Dianggap Legalkan Zina di Kampus
Merdeka.com - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi tengah menjadi sorotan pelbagai kalangan.
Aturan tersebut dinilai mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan di kampus lantaran perbuatan asusila yang diatur dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak dikategorikan sebagai kekerasan seksual jika suka sama suka atau pelaku mendapat persetujuan dari korban.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam membantah anggapan yang mengatakan aturan ini dapat melegalkan praktik perzinaan di kampus. Dia mengatakan, anggapan tersebut timbul karena kesalahan persepsi atau sudut pandang.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Bagaimana hukum mengatur pergaulan antar manusia? Fungsi Hukum Tak hanya tujuan hukum, teryata hukum juga memiliki fungsinya sendiri. Ada beberapa fungsi hukum yang perlu diketahui, diantaranya adalah: - Memberi petunjuk untuk warga dalam pergaulan masyarakat. - Melaksanakan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga dalam bermasyarakat. - Mengatur interaksi serta pergaulan antar manusia guna mencapai kedamaian. - Memberikan jaminan kenyamanan, keamanan serta kebahagiaan kepada masyarakat.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Dimana norma berlaku? Norma-norma ini diterima dan dijalankan oleh individu atau kelompok secara sukarela atau terpaksa, baik itu dalam keluarga, masyarakat, organisasi, maupun lembaga pemerintahan.
-
Bagaimana Kemendikbudristek pulihkan sistem KIP Kuliah? 'Kami berupaya sesegera mungkin untuk memulihkan layanan KIP Kuliah berdasarkan data cadangan yang kami simpan di pusat data Kemendikbudristek. Koordinasi erat dengan perguruan tinggi juga terus kami lakukan untuk menjamin hak mahasiswa penerima KIP Kuliah on going dan pendaftar KIP Kuliah baru,' katanya.
"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan', bukan ‘pelegalan',” tegasnya.
Nizam juga menggarisbawahi fokus Permendikbudristek PPKS. Di mana aturan itu hanya menyoroti pencegahan dan penindakan praktik kekerasan seksual di kampus.
Dalam Pasal 1 Permendikbud Ristek Nomor 30 Dijelaskan bahwa:
1. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan
melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Adapun dala Pasal 5 dijelaskan bahwa:
(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi
informasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau
identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual
pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban
meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban
yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan
Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa
persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau
pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau
kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian
tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa
Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m,
dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes menilai Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis. Peraturan ini, kata dia, hanya berlaku apabila timbulnya korban akibat paksaan, atau melakukan interaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
"Peraturan ini membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal. Bahkan, peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk ‘legalisasi’ perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan (suka sama suka) di kalangan perguruan tinggi," kata Fahmy dalam keterangan tertulis, Selasa (9/11).
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengusulkan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim melakukan revisi terbatas sebagian substansi dari Permendikbud 30/2021 khususnya klaster definisi kekerasan seksual. Huda mengakui jika definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud 30/2021 bisa memicu multitafsir.
Berikut Isi Lengkap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021:
Permendikbud 30 tahun 2021 from merdekacom (mdk/gil)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban.
Baca SelengkapnyaPerkara ini dimohonkan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria.
Baca SelengkapnyaPuan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.
Baca SelengkapnyaSaat tersangka beraksi kedua kali, korban merekamnya untuk dijadikan barang bukti.
Baca SelengkapnyaPihak kampus saat ini tengah melakukan investigasi terkait kebenaran kasus pelecehan seksual itu.
Baca SelengkapnyaMendikbudristek mengungkapkan, Perguruan tinggi mempunyai kewenangan untuk menentukan bentuk tugas akhir.
Baca SelengkapnyaFS sebelumnya sudah mendapatkan dua sanksi yakni pemberhentian tetap dari jabatannya dan tidak boleh mengajar termasuk mendapat gaji dan tunjangan.
Baca SelengkapnyaPelaku memiliki rasa suka terhadap korban namun selalu ditolak.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum korban menegaskan, pelaporan yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan proses pemilihan rektor Universitas P
Baca SelengkapnyaPenting bagi perguruan tinggi untuk peningkatan infrastruktur mencakup penerangan, pemasangan CCTV
Baca SelengkapnyaPuan pun menyoroti pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Baca SelengkapnyaKegiatan itu pun bisa diikuti secara daring melalui tautan yang sudah disiapkan.
Baca Selengkapnya