Ini Sosok Guru yang Hamili 12 Santri hingga Hamil dan Melahirkan 9 Anak
Merdeka.com - Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum, mengungkap sosok Herry Wirawan (36) pelaku pemerkosaan 12 santrinya. Dari aksi bejat tersebut, 7 santri melahirkan 9 bayi.
Uu mengaku mendapatkan informasi sosok pelaku dari sejumlah jaringan pesantren di Jawa Barat. Dia berharap, masyarakat luas tidak menyamaratakan semua guru agama punya perilaku serupa. Menurut dia para orangtua tak perlu takut menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren.
Uu menyebut, dari hasil penelusurannya, pelaku memang pernah menempuh pendidikan di pondok pesantren. Namun memang pelaku punya track record buruk.
-
Kenapa orang tua memilih pesantren untuk anak? Pesantren dipilih oleh beberapa orang tua agar sang anak mendapatkan pendidikan formal, sekaligus agama.
-
Siapa yang pernah belajar di pondok pesantren? Anak sulungnya, Laura Meizani Nasseru Asry, memilih untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
-
Kenapa orang tua di desa mengirim anak mereka ke sekolah pencuri? Orang tua yang tinggal di desa tersebut mengirimkan anak mereka yang berusia rata-rata 12-13 tahun ke sekolah ini demi mendapatkan pelatihan geng kriminal.
-
Siapa yang bisa membantu anak betah di pesantren? Ada berbagai strategi yang bisa dilakukan oleh orang tua dan pihak pesantren untuk membantu anak beradaptasi dan merasa lebih diterima di pesantren.
-
Siapa yang mengunjungi sekolah dan pesantren di Kalimantan Selatan? Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor kembali melanjutkan perjalanan Turdes, kini dirinya menyambangi sekolah hingga pesantren.
-
Kenapa Kiai Ageng Besari mendirikan pesantren? Untuk mendukung misi penyebaran agama Islam yang ia lakukan, Kiai Ageng Besari mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar.
"Ternyata memang saya bertanya kepada orang- orang yang kenal dia. Dia memang pernah pesantren tapi ga benar terus dia berperilakunya tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," kata Uu dalam siaran persnya, Kamis (9/12).
Lebih lanjut, Uu menjelaskan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren perlu dilakukan orang tua. Dengan begitu, orang tua dapat memantau perkembangan anak. Juga mengecek kondisi mulai dari kesehatan fisik, mental, dan hal lainnya.
"Pesantren saya ada libur setahun dua kali. Orangtua boleh menengok perkembangan anak di pesantren. Sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya tidak cukup dengan telepon," kata Uu.
Selanjutnya, orang tua perlu ekstra hati-hati sebelum anaknya dititipkan di pesantren. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri.
Dia menambahkan, orang tua bisa memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas. Bisa saja dengan melihat tetangga, kerabat, atau testimoni dari lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga.
"Kemudian juga kita harus mewaspadai seandainya ada pesantren- pesantren yang aneh-aneh. Dari pendidikannya, perilaku, dan lainnya, jangan sampai orang tua ini memberikan anak kepada pesantren tetapi tidak tahu latar belakang lembaga tersebut," kata pemilik pesantren Miftahul Huda di Jawa Barat.
Uu juga meminta yayasan pesantren rutin memonitor setiap kegiatan di sarana pendidikannya. Selanjutnya agar lebih selektif memilih tenaga pengajar.
"Saya juga minta kepada pimpinan pesantren harus ada pemantauan ketat terhadap para pengajar ustaz/ustazah, asatid/asatidah termasuk pengurusan yang lain," tegas Uu.
Soal pengawasan di tingkat Provinsi, Uu menyebut, sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.
Perda ini mengatur dari pembinaan, pemberdayaan, serta pembiayaan di lingkungan pesantren. Beleid ini menjadi payung hukum tersendiri agar pengawasan lebih ketat.
"Kami diminta tidak diminta sebagai pemerintah daerah kepada seluruh lembaga pesantren untuk melaksanakan pembinaan, tapi bukan berarti kami merasa menggurui," ujarnya.
Terakhir, Uu mendorong agar aparat setempat di level desa/kelurahan juga selalu memonitor setiap kegiatan publik yang berada di wilayah kewenangannya, termasuk kegiatan pendidikan.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari sebelumnya tiga orang, kini menjadi empat korban.
Baca SelengkapnyaPolisi membongkar modus guru agama Bernama Hendra (39) di Ciputat, Tangerang Selatan yang mencabuli 8 muridnya.
Baca SelengkapnyaKasus itu bermula ketika anak perempuan MR, warga Kecamatan Candipuro dikabarkan hamil oleh warga setempat.
Baca SelengkapnyaPelapor merupakan ayah kandung dari anak yang dinikahi tersebut.
Baca SelengkapnyaKepolisian juga akan memeriksa kejiwaan pelaku apakah memiliki kelainan atau atau penyimpangan dalam memenuhi hasrat seksualnya.
Baca SelengkapnyaAdanya laporan dari ibu korban anaknya telah menjadi korban pelecehan seksual di Pondok Pesantren salah satu di Kota Jambi.
Baca SelengkapnyaPelaku adalah M (72) selalu pemilik pondok pesantren dan F (37) anaknya. Saat diminta keterangan, bapak-anak itu mengakui perbuatannya.
Baca SelengkapnyaTindakan yang demikian adalah salah, terlepas dari siapapun yang melakukannya.
Baca SelengkapnyaKorban berusia 5-12 tahun. Pelaku setiap hari menjadi marbot di musala.
Baca SelengkapnyaGuru yang diduga melakukan pencabulan diketahui merupakan seorang laki-laki berusia 36 tahun.
Baca SelengkapnyaSekurangnya terdapat enam santriwati yang mengaku dilecehkan pemimpin pondok pesantren ini.
Baca SelengkapnyaDia mengimingi sejumlah uang untuk murid yang menjadi incarannya.
Baca Selengkapnya