IPW Nilai KPK Sukses di Era Ruki dan Bibit, Jangan Alergi Capim dari Polisi
Merdeka.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai sejumlah pihak, terutama internal KPK tidak perlu panik dengan masuknya sejumlah jenderal polisi menjadi Pimpinan KPK, bahkan menjadi Ketua KPK sekalipun. Sebab, kata dia, masuknya jenderal polisi menjadi Pimpinan KPK bukan hal baru.
"Dulu pernah ada Irjen Taufik Ruki dan ada Irjen Bibit Samad Rijanto," kata Neta dalam keterangannya, Jumat (23/8).
Neta melihat adanya kepanikan sejumlah pihak dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Pernyataan internal KPK terlihat dari pernyataannya yang mempermasalahkan bahwa enam capim KPK belum menyerahkan LHKPN.
-
Kenapa pansel Capim KPK dibentuk di periode sebelumnya? 'Salah satu alasan, bahwa untuk menjaga independensi pimpinan KPK adalah dengan cara setiap periode pimpinan KPK diusulkan dan diproses oleh Presiden yang berbeda. Untuk apa? Supaya keterikatan relasinya itu tidak dua kali, tidak berlanjut,' ujarnya.
-
Apa yang dilaporkan IPW kepada KPK? Laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) atas dugaan gratifikasi Rp100 miliar dengan terlapor mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo harus dipisahkan dari politik.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Bagaimana proses seleksi Capim KPK dilakukan? Ghufron menjelaskan bahwa Presiden Ke-7 RI Joko Widodo membentuk Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 sudah sesuai dengan ketentuan, yang mengharuskan terbentuknya pansel enam bulan sebelum masa jabatan pimpinan KPK 2019-2024 habis.
-
Bagaimana proses penanganan laporan IPW oleh KPK? 'Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud. Kami segera tindaklanjuti dengan verifikasi lebih dahulu oleh bagian pengaduan masyarakat KPK,' singkat Ali.
"Pernyataan ini sangat aneh, mereka kan baru capim dan belum menjadi pimpinan KPK. Jika sudah menjadi pimpinan KPK bolehlah dipermasalahkan. Jika pun sudah menjadi pimpinan KPK, mereka tidak menyerahkan LHKPN sebenarnya tidak ada masalah karena tidak ada sanksi hukumnya. Sebab ketentuan LHKPN itu tidak jelas untuk apa," katanya.
Neta pun merasa aneh ada pihak yang mempolitisasinya dan menjadikan LHKPN seperti hantu yang menakutkan. Seharusnya, lanjutnya, pihak-pihak yang mempermasalahkan LHKPN itu menggugat KPK.
"Kenapa status audit BPK untuk KPK itu WDP dan kenapa KPK menolak memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan BPK untuk mengaudit keuangan lembaga antirasuah itu, seperti dokumen atau data data barang barang sitaan tersangka korupsi, baik yang sudah dilelang maupun belum," katanya.
Padahal menurut ayat 1 Pasal 24 UU No 54 Tahun 2004 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana 1 tahun 6 bulan penjara atau denda Rp 500 juta.
Artinya, kata dia, dalam hal ini KPK harus berkaca bahwa lembaganya saja tidak tertib administrasi hingga mendapat cap WDP dari BPK.
"Bagaimana bisa dipercaya jika lembaga pemberantas korupsi tidak WTP status audit keuangannya. Lalu kenapa pula KPK masih punya moral mempersoalkan adanya enam capim KPK dari polisi yang belum menyerahkan LHKPN," katanya.
Terlebih, Pansel KPK saja tidak mempersoalkannya. "Dari sini terlihat bahwa ada internal KPK yang panik kwadrat tentang akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK," katanya.
Padahal, kata Neta, di era KPK pertama bisa disebut sukses karena dipimpin jenderal polisi, Taufik Ruki. Saat menjabat pimpinan KPK, jenderal polisi ini juga tidak sungkan meringkus koleganya sesama polisi yang korupsi.
"Begitu juga dengan Irjen Bibit Samad Rianto dan hingga kini Bibit terus aktif dlm gerakan pemberantasan korupsi, meski sudah tidak di KPK, dgn cara mendirikan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK). Lalu kenapa ada internal KPK yang alergi dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Apakah mereka takut boroknya akan dibongkar kedua jenderal polisi yang akan menjadi pimpinan KPK tersebut," katanya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Diky tak akan ada tersangka yang divonis bebas oleh Pendilan Tipikor karena minim bukti keterlibatannya.
Baca SelengkapnyaDeputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, masukan pimpinan, dewas, hingga pegawai penting demi pimpinan KPK berintegritas.
Baca SelengkapnyaTidak sekedar dipecat, namun Firli kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Baca SelengkapnyaCak Imin besok Kamis berencana akan memenuhi panggilan KPK
Baca SelengkapnyaSebelum mengikuti fit and proper test, para capim dan cadewas mengaku sudah mempersiapkan diri untuk diuji oleh Komisi III DPR.
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan tak mengintervensi seleksi calon pimpinan (capim) KPK.
Baca SelengkapnyaKejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK
Baca SelengkapnyaPuan Maharani berharap Capim dan Dewas KPK masa jabatan 2024—2029 yang telah disetujui DPR RI bisa memberantas korupsi tanpa politisasi.
Baca SelengkapnyaYudi berharap salah satu dari mereka bisa terpilih menjadi pimpinan KPK untuk setidaknya memperbaiki KPK dari dalam.
Baca SelengkapnyaPansel Capim KPK mengaku sudah melakukan upaya jemput bola untuk mencari Capim dan Dewas KPK yang memiliki kompetensi pemberantasan korupsi.
Baca SelengkapnyaDalam pakta integritas itu, jajaran pimpinan KPK dan Dewas yang baru menyatakan kesiapannya memimpin KPK.
Baca SelengkapnyaDalam pakta integritas yang diucapkan bersama-sama, jajaran pimpinan KPK dan Dewas yang baru menyatakan kesiapannya memimpin KPK.
Baca Selengkapnya