IPW Sebut Seharusnya Polisi Mudah Ungkap Pelaku Kasus Teror Diskusi UGM
Merdeka.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai jika teror yang dialami oleh penyelenggara diskusi Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mudah untuk diungkap pelakunya, asal polisi serius.
Diketahui, aksi teror tersebut buntut dari kegiatan diskusi virtual bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang dinilai kontroversi dan menuai polemik.
"Sepanjang diskusi itu berjalan sesuai dengan prosedur seharusnya jangan takut, lapor aja dan polisi wajib mengusut itu. Dengan menyelidikinya saya rasa polisi itu gampang untuk dibongkar, asalkan polisi serius," ujar Neta kepada merdeka.com, Sabtu (30/5).
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
-
Siapa yang meminta kolaborasi KPK-Polri? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
-
Siapa yang aktif dalam isu ini? Rieke Diah Pitaloka juga aktif dalam isu ini, membuat video untuk menjelaskan pentingnya mengawal putusan MK lengkap dengan pasal-pasal yang relevan.
-
Bagaimana advokasi dapat dilakukan? Advokasi bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti menyuarakan pendapat, melakukan lobi-lobi ke pihak-pihak terkait, dan melakukan aksi-aksi protes atau demonstrasi.
-
Siapa yang dapat melakukan advokasi? Advokasi dapat dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk organisasi nirlaba, aktivis, kelompok advokasi, dan individu-individu yang peduli terhadap isu-isu sosial dan keadilan.
Kendati demikian walau mudah bagi polisi membongkarnya, kata Neta, masih tetap membutuhkan dorongan dari segala pihak seperti para aktivis, akademisi bahkan media untuk bersama-sama mendesak pengusutan kasus diskusi berbuntut teror ini, hingga tuntas.
"Perlu serius supaya biangkerok dari pelaku teror itu diadili. Kalau mereka sudah melapor, maka polisi harus serius lah dengan dorongan dari komponen masyarakat supaya bisa diusut tuntas. Karena kasus yang mudah terkadang dilihat sepele, jadinya tidak serius," imbuhnya.
Dia menegaskan jika polisi sangat mudah mengusut kasus teror yang menimpa para panitia, moderator hingga narasumber diskusi. Karena kepolisian memiliki patroli siber yang bisa menyelidiki asal pesan teror maupun penyadapan yang dialami panitia.
"Setelah diminta kesaksian-kesaksian, dan polisi juga bisa menggunakan patroli siber. Misalnya pada kasus penyebaran video porno artis yang lalu, itu polisi bisa menangkap pelaku yang berada di pelosok. Ini kejadian ini ada di kota besar kan. Makanya perlu dorongan ke kepolisian," ujarnya.
Akibat aksi teror, lanjut Neta, tidak hanya menyangkut kebebasan berpendapat tetapi sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
"Selain mengganggu kebebasan berpendapat, ini juga mengganggu kenyamanan masyarakat. Aksi teror itu kan bikin meresahkan bisa mengganggu Kamtibmas juga," ungkapnya.
Polisi Belum Terima Laporan
Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yulianto menegaskan jika polisi akan memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara yang merasa terancam.
"Polisi melindungi semua warga negara. Jika ada yang merasa terancam silahkan melapor ke kepolisian terdekat," ujar Yuli kepada wartawan, Sabtu (30/5).
Namun hingga sampai saat ini, kata dia, pihak kepolisian belum mendapatkan laporan dari penyelenggara baik dari moderator, narasumber maupun panitia diskusi CLS.
"Secara hukum kalau belum ada laporan ya belum ada korban. Yang jelas sampai saat ini Polda maupun Polres belum menerima laporan terkait itu," katanya.
Penyelenggara Alami Teror
Dekan FH UGM, Sigit Riyanto menjelaskan paska menjadi kontroversi, diskusi tersebut justru berbuah teror pada pembicara maupun penyelenggaranya. Teror ini mulai bermunculan pada Kamis (28/5) malam.
Dalam keterangan tertulisnya, Sigit menuturkan baik pembicara, moderator maupun narahubung yang namanya tertera dalam poster acara menjadi sasaran teror. Nomor kontak pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi itu mendapatkan teror dari orang tak dikenal.
"Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," katanya, Sabtu (30/5).
Dia menuturkan hingga hari Jumat (29/5), teror masih terus berlangsung. Bahkan teror tak lagi menyasar nomor mahasiswa yang terlibat sebagai penyelenggara diskusi. Teror merembet hingga menyasar nomor telepon orang tua para mahasiswa tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya itu Sigit mencantumkan ada dua nomor telepon yang mengancam melakukan pembunuhan terhadap keluarga penyelenggara diskusi itu.
Sigit menambahkan karena teror yang terjadi dan demi alasan keamanan akhirnya pihak penyelenggara diskusi memilih untuk membatalkan acara. Keputusan pembatalan diambil pada Jumat (29/5).
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 10 pelaku yang awalnya tak dikenal kini sudah diketahui identitasnya dan segera ditangkap.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, hanya lima orang yang menjadi tersangka. Kini bertambah empat, sehingga totalnya menjadi sembilan.
Baca SelengkapnyaSaat ini, dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait pembubaran diskusi tersebut.
Baca Selengkapnya"Kami sudah mengambil keterangan dari 9 orang, 4 dari anggota Dit Polairud, 3 Masyarakat dan 2 dari pelaku," kata Kabid Propam Polda Sultra, Mochammad Sholeh.
Baca SelengkapnyaDia mengatakan, Polres Metro Jakarta Selatan akan mendalami pelaku yang menyebarkan video tersebut.
Baca SelengkapnyaPemanggilan itu dilakukan setelah viral vidro di media sosial terkait pembubaran diskusi dilakukan sekelompok orang diduga preman
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya juga akan mendalami motif dan para penggerak kelompok massa ini.
Baca SelengkapnyaMenurut Ade, dua tersangka itu merupakan bagian dari lima orang yang ditangkap imbas berulah di acara diskusi tersebut.
Baca SelengkapnyaEmpat tersangka baru yakni berinisial YL (24), WSL (28), FMC (24), dan RAS.
Baca SelengkapnyaPropam Polda Metro Jaya memeriksa 11 anggota Polri terkait kasus pembubaran diskusi 'Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional' di Hotel Grand Kemang
Baca SelengkapnyaDia mengatakan kebebasan sipil di Indonesia menunjukkan penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Selengkapnya