Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ironi Kemiskinan Manusia Silver

Ironi Kemiskinan Manusia Silver manusia silver di senayan. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Berbalut jaket dengan kepala bagian belakang ditutup. MFA disandarkan di badan seorang perempuan dewasa. Tubuh mungilnya masih belum kuat menopang bobot badannya sendiri. MFA seorang bayi berusia 10 bulan.

Sekujur tubuh MFA dilumuri cat berwarna silver. Bahkan, wajah mungilnya tak luput dari baluran cat. Di usia yang belum menginjak satu tahun, MFA dibawa berkeliling menyusuri panasnya jalanan Pamulang, Tangerang Selatan. Jika si pembawa lelah, ia lantas mangkal di SPBU Parakan, Pamulang tentu tetap mengharap belas kasih warga yang melintas.

Kisah pilu MFA viral di media sosial. Usut punya usut, ia dititipkan Nisa (21) ibu kandungnya kepada E dan B yang merupakan tetangganya. Lantas, ia dijadikan manusia silver oleh E dan B yang juga sehari-hari menjalani profesi tersebut.

Sadar wilayahnya tengah jadi perbincangan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan lantas mendatangi rumah yang dihuni MFA. Diketahui, ia bersama ibu kandungnya tinggal di sebuah kontrakan Jalan Salak, Pamulang, Tangerang Selatan.

Saat ke sana, Satpol PP juga tidak menemukan pengemis pasangan suami istri berinisial E dan B. Keduanya merupakan pihak yang membawa MFA mengemis.

"Keduanya, E dan B tidak ada di rumah kontrakan saat kami bawa N dan bayinya ke kantor," kata Kasie penyelidikan dan penyidikan PPNS Satpol PP Tangsel, Muksin Al Fachri saat dikonfirmasi, Selasa (28/9).

Akhirnya, Satpol PP meminta keterangan Nisa, ibu bayi malang tersebut. Kepada petugas, Nisa berdalih tidak mengetahui anaknya diajak ‘menyilver’ oleh si tetangga. Padahal, petugas melihat bekas cat silver di tubuh MFA.

Untuk memastikan kondisi bayi dan ibunya aman, keduanya diajak petugas ke Panti Rehabilitasi Sosial Melati Kementerian Sosial di Jakarta Timur.

Fakta Mengejutkan Terkuak

Di panti rehabilitasi sejumlah fakta mengejutkan terkuak saat tim dari 3 balai yakni, Balai Melati Jakarta, Balai Handayani Jakarta dan Balai Mulyajaya Jakarta melakukan evaluasi terhadap Nisa, ibu bayi.

Nisa mengaku sudah 2 bulan terakhir menjadi manusia silver. Ia tinggal bersama rekan-rekannya sesama manusia silver di sebuah kontrakan dengan biaya Rp400.000 tiap bulan.

"Saya dari Brebes, Pak. Dulu saya tinggal di Tanah Abang dengan tante saya, tapi diusir karena saya hamil (diluar nikah). Terus saya tinggal di tempat laki saya sampai melahirkan," tutur CK dikutip merdeka.com dari situs resmi Balai Melati Jakarta milik Kemensos, Selasa (28/9).⠀

CK belum menikah secara resmi. Hubungannya dengan HS berjalan begitu saja hingga MFA lahir. Saat proses kelahiran, ibu tiri HS dan pemilik kontrakan tempat HS tinggal membantu proses persalinan CK di kamar mandi.

Tragisnya, pemilik kontrakan justru meminta uang sebesar Rp1,3 juta untuk pengurusan akta kelahiran MFA. Namun, hingga saat ini akte kelahiran MFA tak kunjung ada. ⠀

"Saya enggak tahu Pak kalau anak saya dicat silver. Memang sering saya titip anak saya ke E dan B kalau saya lagi cari uang. Saya tahu salah. Tapi, enggak ada orang yang mau bantu saya Pak," ujar CK membela diri.⠀

Nisa mengaku saat menitipkan anaknya kepada E dan B ia juga memberikan Rp20.000 untuk kebutuhan susu dan popok MFA.

Dokter Spesialis Kulit Eva Lubis mengecam keras tindak pelumuran cat di tubuh bayi MFA. Sejumlah risiko jangka panjang bisa terjadi. Mulai alergi, toksisitas hingga saluran pernapasan tergganggu.

"Proses pengolesan cat akan menimbulkan risiko masuknya bahan kimia berbahaya melalui saluran pernapasan," ungkapnya.

Pensiunan Polisi jadi Manusia Silver

Bertolak ke Jawa Tengah. Didapati seorang purnawirawan Kepolisian menjadi manusia silver untuk menyambung hidup. Adalah Agus Dartono, pria 67 tahun yang terjaring razia Satpol PP di jalanan Kota Semarang, Jawa Tengah.

Video saat Agus terjaring Satpol PP viral. Kepada petugas, Agus mengaku terpaksa menjadi manusia silver karena uang pensiunan yang ia terima tidak mencukupi kebutuhan.

Uang pensiunan sejumlah Rp3 juta hanya diterima Rp800.000 oleh Agus tiap bulannya. Sisanya, untuk membayar utang yang pernah ia pinjam.

Pun, Agus juga merasa malu hati jika meminta bantuan kerabat atau rekan sesama polisi. Menurut pengakuannya, Agus terkahir kali berdinas di Poslantas Tembalang dengan pangkat Aipda.

"Akpol 99 siap (terima kasih) mau dicarikan kerja. Siap aman ndan, (khilaf) karena enggak punya uang ndan enggak punya kerjaan tapi malu ngomongnya sama pak Waka," kata Agus.

Fenomena Manusia Silver

Dihubungi terpisah, Kriminolog Universitas Budi Luhur Chazizah Gusnita mengatakan, penggunaan anak di jalanan untuk mengemis dinilai efektif.

"Karena dengan menggunakan anak, orang-orang ada rasa iba, ada rasa kasihan," katanya.

Kemudian sekarang, katanya, ada cara yang menarik. "Ooh manusia silver menarik tuh. Akhirnya yang awalnya untuk donasi sekarang berubah jadi untuk meminta-minta."

Pun Chazizah mengamini penggunaan anak dalam kasus manusia silver termasuk eksploitasi. Lantaran, dalam Undang-Undang diatur pemenuhan hak anak. "Dalam UU kita harus memberikan hak anak hingga usia 18 tahun, intinya tidak bekerja, mencari nafkah."

200 Keluarga Silver Melibatkan Anak

Sementara itu, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menuturkan 200 keluarga manusia silver melibatkan balita dan bayi.

"Bermunculannya manusia silver disebabkan merebaknya Pandemi Covid-19," tuturnya.

Dimana awalnya mereka berprofesi sebagai pemulung, sopir angkot dan pedagang kaki lima terpaksa berpindah profesi sebagai keluarga Manusia Silver.

Masalah sosial Kesejahteraan baru ini harus dicari solusi melalui pendekatan kemanusiaan dan akar masalah yang menjadi penyebabnya.

Kemudian dengan maraknya masalah kesejahteraan sosial barubdan demi kepentingan terbaik anak ini, Pemerintah wajib mengalokasikan dan diakonia sosial (pelayanan sosial kemanusiaan) yang cukup memadai.

"Kemudian dengan munculnya fenomena ini pemerintah wajib mengalokasikan dan diakonia sosial (pelayanan sosial kemanusiaan ) yang cukup memadai."

Pengakuan Manusia Silver

Arist sempat mewawancarai salah satu warga yang menjadi manusia silver. Adalah Amir Hamzah, pria asal Medan. Kepada Arist, ia mengaku menghabiskan Rp1 juta membeli serbuk Silver termasuk minyak goreng dan lotion badan sebagai campurannya untuk dioleskan dalam seluruh tubuh.

"Saya, dan kedua anak dan istri saya setelah melumuri silver, saya mewajibkan setiap wajah keluarga termasuk anak dan istri saya diberi tanda garis merah di wajah agar masyarakat mengetahui dan mengenalinya bahwa manusia Silver bergaris merah atau Keluarga Manusia Silver adalah masyarakat pencari nafkah bukan pelaku kriminal seperti yang dikenal masyarakat selama ini," katanya kepada Arist.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Kakek 10 Tahun Tinggal Sebatang Kara di Pos Kamling,  Tidur Beralas Bantal Kayu Tiba-Tiba Orang Baik Hati Bertamu
Kisah Kakek 10 Tahun Tinggal Sebatang Kara di Pos Kamling, Tidur Beralas Bantal Kayu Tiba-Tiba Orang Baik Hati Bertamu

Sebuah video memperlihatkan seorang kakek yang tinggal di pos kamling dan diberikan bantuan oleh polisi.

Baca Selengkapnya
Tinggal di Gubuk Reyot Beratap Daun Selama 10 Tahun, Kakek Samudi di Lebak Hidup Sebatang Kara Setelah Istri Meninggal
Tinggal di Gubuk Reyot Beratap Daun Selama 10 Tahun, Kakek Samudi di Lebak Hidup Sebatang Kara Setelah Istri Meninggal

Untuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.

Baca Selengkapnya
Kronologi Lengkap Nana Mirdad Temukan Bayi Baru Lahir di Semak-Semak Dekat Rumah
Kronologi Lengkap Nana Mirdad Temukan Bayi Baru Lahir di Semak-Semak Dekat Rumah

Nana Mirdad mengungkap kejadian tak terduga yang dialaminya. Asisten Rumah Tangga atau ART di rumahnya menemukan seorang bayi

Baca Selengkapnya
Kisah Mbah Marsiah, Nenek Berusia 75 Tahun Hidup Sebatang Kara di Kampung Terpencil Tanpa Listrik
Kisah Mbah Marsiah, Nenek Berusia 75 Tahun Hidup Sebatang Kara di Kampung Terpencil Tanpa Listrik

Walau hidup serba kekurangan, ia tampak selalu tersenyum

Baca Selengkapnya