Isi naskah akademik revisi UU KPK, kewenangan penuntutan dihilangkan
Merdeka.com - Salah satu pasal yang menjadi sorotan dalam revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK adalah aturan terkait penuntutan. Dalam naskah akademik yang dibuat tim pengusul PDIP Cs di DPR, kewenangan penuntutan KPK dihilangkan dan dikembalikan ke Kejaksaan.
"Kewenangan penuntutan yang selama ini sudah menjadi salah satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini adalah untuk menyatukan fungsi penuntutan di bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya kewenangan penuntutan sepenuhnya menjadi kewenangan Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan," isi naskah akademik revisi UU KPK, halaman 52, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Namun hilangkan kewenangan penyidikan ini dibantah oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan. Menurut dia, KPK tetap berwenang melakukan penuntutan tapi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Bagaimana DPR meminta polisi usut kasus? Sahroni meminta polisi menjawab pertanyaan publik dengan hasil penyelidikan yang objektif.
-
Siapa yang menyampaikan surat klarifikasi ke Komisi III DPR? 'Surat itu disampaikan tadi pagi, tentunya langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR, untuk meluruskan kesalahan persepsi,' ucap Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah saat konferensi pers di Kantor KY RI, Jakarta, Jumat (6/9).
-
Siapa yang minta PPATK buka nama anggota DPR? Mengomentari hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta agar PPATK tidak segan merilis nama-nama anggota dewan yang kedapatan mengakses judol.
-
Apa yang diminta DPR untuk KPK dan Polri? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi 'Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,' tambah Sahroni.
"Penuntutan tetap penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksan agung, kenapa kami kasih begitu, karena KPK selama ini tidak pernah koordinasi dengan Polri dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan DPR tapi sama jaksa dan Polri enggak bisa, mereka bisa sejalan," kata Arteria saat berbincang dengan merdeka.com.
Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini bisa mengganggu penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Sebab menurut dia, KPK tetap yang memegang bukti perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi saja.
"Kalimatnya bersinergi dengan penuntut umum, bukti sudah, info sudah ada, Jaksa enggak mungkin mementahkan, KPK kan dekat dengan publik, begitu nanti dimentahkan sama Kejaksaan kan biasanya KPK teriak," tegas dia.
Berikut isi naskah akademik revisi UU KPK tentang kewenangan penuntutan dihapus:
2. Kewenangan Penuntutan.
Kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan antara lain diatur dalam Pasal 6 ayat c dan pasal 8 ayat (2) UU KPK.
Pasal 6 ayat c: Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Pasal 8 ayat (2): Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Kewenangan penuntutan yang selama ini sudah menjadi salah satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini adalah untuk menyatukan fungsi penuntutan di bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya kewenangan penuntutan sepenuhnya menjadi kewenangan Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan.
Sebagaimana diketahui, eksistensi kewenangan penuntutan oleh Kejaksaan dalam sistem hukum nasional dapat dilihat dari Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur secara implisit keberadaan Kejaksaan RI dalam sistem ketatanegaraan, sebagai badan yang terkait dengan kekuasaan kehakiman (vide Pasal 24 ayat 3 UUD 1945 jo. Pasal 41 UU No. 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman), dengan fungsi yang sangat dominan sebagai penyandang asas dominus litis, pengendali proses perkara yang menentukan dapat tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berdasarkan alat bukti yang sah menurut Undang-undang, dan sebagai executive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam perkara pidana.
Pasal 1 butir 13 KUHAP yang menegaskan bahwa Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan.
Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang menempatkan posisi dan
fungsi kejaksaan dengan karakter spesifik dalam sistem ketatanegaraan yaitu sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.
Bahwa pada kenyataannya saat ini terdapat dualisme kewenangan penuntutan antara Kejaksaan dan KPK terhadap perkara tindak pidana korupsi. Bahwa permasalahan tersebut terjadi karena masih adanya tumpang tindih konsepsi yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan yaitu Sistem peradilan pidana terpadu yang dianut dalam KUHAP menimbulkan permasalahan sehubungan dengan kewenangan penuntutan Kejaksaan dan subsistem penegakan hukum lainnya yaitu Kepolisian dalam hal penyidikan dan Pengadilan dalam proses peradilan.
Tugas dan kewenangan Kejaksaan RI di bidang penuntutan dapat mengacu kepada tugas dan kewenangan sistem penuntutan yang dimiliki oleh kejaksaan di negara-negara lain yang benar-benar menerapkan asas Dominus Litis secara penuh. Sistem ini dapat diserap dalam amandemen KUHAP sehingga perundang-undangan organik sehingga dapat dicapai supremasi hukum di bidang penuntutan, dimana Kejaksaan diberi kewenangan yang seutuhnya.
Kehadiran KPK selaku superbody di Indonesia dengan kewenangan yang sangat luas adalah telah melampaui batas sebagai badan independen sebagai sarana untuk tindakan pencegahan dalam rangka pemberantasan korupsi sesuai yang ditetapkan dalam Article 6 United Nations Concention Against Corruption (UNAC), oleh karena itu kewenangan penuntutan oleh KPK agar dihapuskan sehingga kekuasaan penuntutan benar-benar hanya ada di Kejaksaan. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nantinya, publik tinggal meninjau secara formal seperti apa dan secara materil seperti apa.
Baca SelengkapnyaHari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca SelengkapnyaKoalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaGugatan itu dikabulkan dalam sidang permohonan praperadilan yang digelar di PN Jaksel dipimpin hakim tunggal Ahmad Samuar, Senin (27/5).
Baca SelengkapnyaMemasuki tahun politik ini, Arteria mengaku kepada Komjen Fadil bahwa rasa persaudaraan Komisi III DPR sudah hilang.
Baca SelengkapnyaOrang yang dapat ditolak pihak imigrasi bepergian ke luar negeri sebatas orang yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaKetika KPK yang sekarang berada dalam rumpun eksekutif, kata Michael, hal itu membuat independensi secara kelembagaan hanya di rumpun eksekutif saja.
Baca SelengkapnyaDia pun menyinggung soal Singapura yang bisa maju berkat supremasi hukum.
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca Selengkapnya