Isu SARA dan anti-China di Pilgub DKI ancaman bagi demokrasi
Merdeka.com - Pemilihan Gubernur DKI Jakarta diwarnai politiasi SARA, ujaran kebencian dan kekerasan. Ketiga hal tersebut diyakini memberikan dampak terhadap masa depan demokrasi, bukan hanya di Jakarta tapi juga bangsa Indonesia.
Aktivis pro-demokrasi Damairia Pakpahan mengatakan, kisruh demokrasi prosedural menenggelamkan masalah ketidakadilan yang dialami masyarakat. Seperti penggusuran, perampasan tanah, reklamasi, militerisme, aksi terorisme dan kriminalisasi yang terus terjadi namun terabaikan.
Penebaran kebencian atas dasar SARA bertebaran dalam ruang-ruang publik menjadi ancaman serius bagi demokrasi. Sebab kebencian adalah benih berbagai macam tindakan intoleransi yang berujung pada konflik dan kekerasan. Tidak hanya itu, kebencian atas dasar SARA juga jadi lahan subur radikalisme dan fundamentalisme.
-
Kenapa Tindak Pidana Pemilu bisa mengancam demokrasi? Pemilu adalah fondasi bagi negara demokratis, dan tindakan kriminal yang terkait dengan proses ini dapat mengancam kesejahteraan masyarakat dan stabilitas politik.
-
Siapa yang mengungkapkan kekhawatiran soal demokrasi di Indonesia? Sama halnya dengan Omi, Koordinator Pertemuan Alif Iman Nurlambang mengaku dengan situasi terkini yang menyebut demokrasi Indonesia sedang diontang-anting. Ia mengatakan bahwa sesuai temuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) diduga ada intervensi dari lembaga eksekutif ke lembaga yudikatif.
-
Mengapa Pilkada DKI 2017 menarik perhatian? Pilkada DKI 2017 menjadi salah satu pemilihan kepala daerah yang menarik perhatian. Saat itu, pemilihan diisi oleh calon-calon kuat seperti Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
-
Siapa yang diserang menjelang Pemilu? 'Jadi media center ini bukan media center capres-capresan, jadi tidak untuk capres-capres tapi ini untuk pelurusan informasi data dari pemerintah sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang valid ataupun serangan yang diterima (untuk pemerintah). Sekarangkan banyak juga serangan yang kami terima, urusan capres tapi serangannya ke Pemerintah,' imbuhnya.
-
Apa itu Sengketa Pemilu? Sengketa Pemilu adalah konsekuensi yang mungkin terjadi dalam sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Walaupun sistem sudah dirancang sebaik mungkin, kemungkinan pelanggaran yang bisa mencederai kualitas Pemilu masih bisa terjadi.
-
Siapa yang mengancam integritas Pemilu? Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Alfitra Salamm, mengungkapkan keprihatinannya terkait ancaman uang dalam pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dalam acara yang diselenggarakan DKPP RI.
"Kalau dibandingkan negara-negara Timur Tengah, kita cukup optimis," kata Damaira dalam acara diskusi publik bertajuk 'Mewaspadai Ancaman Atas Demokrasi dan Keadilan Rakyat' di sekretariat LBHI, Jakarta, Selasa (22/11).
Menurut Damaira, isu SARA era 90-an saat Soeharto masih berkuasa dipakai untuk mematikan gerakan rakyat. Salah satunya ketika terjadi kerusuhan rasial anti-Tionghoa di Solo pada 1980-an dan puncaknya terjadi tahun 1998.
Menurut Damaira, isu SARA ini sangat berbahaya jika dipakai untuk alasan pengembangan demokrasi, di mana mayoritas dan minoritas selalu dibawa. Apalagi, masyarakat saat ini tengah diramaikan isu penistaan terhadap Surah Al Maidah ayat 51.
"Hari-hari ini kita sedang mengalami hal ini karena Pilkada dan kasus surat Al Maidah. Soal lain lagi saya kira adalah soal fundamentalisme agama-agama. Saya mengutip dari suatu organisasi global, ini merujuk pada suatu ideologi yakni merujuk pada penggunaan agama untuk penguasaan politik. Sebagai kebenaran tunggal. Hadir di setiap agama bukan cuma satu agama saja," bebernya.
Damaira berharap kudeta militer di Mesir yang meminta tentara untuk masuk ke politik tidak akan terjadi di Indonesia. Apalagi sampai membawa isi SARA dan fundamentalisme agama.
Senada dengan Damaira, aktivis buruh Ilham Syah memaparkan kondisi demokrasi yang ada di Indonesia saat ini. Di mana saat Orde Baru berdiri, sejumlah posisi kepemimpinan di masyarakat hampir seluruhnya diisi oleh TNI/Polri.
"Pada zaman orba, kalau kita bicara demokrasi dengan mudah bisa memberikan contoh negara ini tidak demokrasi tapi militer. Waktu itu parpol cuma dua, jelas ini negara yang tidak demokratis. Militeristik semua dari presiden sampai RT dan RW diisi oleh TNI. Sangat jelas bentuk negara tidak demokratis," jelasnya.
Ilham mengungkapkan era Orde Baru menjadikan militer sebagai ujung tombak untuk memata-matai rakyat. Sehingga kegiatan masyarakat tidak memiliki kebebasan, sehingga muncul slogan 'demokrasi atau mati' yang diusung rakyat.
"Karena jelas demokrasi menjadi unsur yang sangat penting yang harus diperjuangkan waktu itu," tegasnya.
Menurut Ilham, demokrasi saat ini di Indonesia adalah demokrasi semu. Ada kebebasan membuat parpol tapi dibuat persyaratannya begitu sulit. Kebebasan berserikat diatur oleh UU tapi nyatanya banyak aktivis yang mendapat intimidasi.
"Demokrasi zaman sekarang ini semu, contohnya kawan-kawan kita dari komunitas LGBT bikin acara lalu dibubarkan, nonton film 65 dibubarkan. Katanya demokrasi, demokrasi seperti apa? Sulit menjelaskan di zaman sekarang. Orang untuk berpikir saja rasanya tidak bebas, tidak mendapatkan tempat. Di negara ini, demokrasi hanya bagi yang punya kepentingan bukan untuk rakyat," bebernya.
Ilham mengaitkan keadaan demokrasi Indonesia dengan aksi bela islam jilid I dan 4-11. "Salah satu kekuatan yang menggerakan aksi bela Islam adalah FPI. Padahal kita tahu FPI ini yang suka membubarkan, berarti anti-demokrasi. Kita tidak bela Ahok, silakan saja dihukum jika memang bersalah," ujarnya.
Ilham menyayangkan produksi kebencian yang semakin gencar saat ini. "Kalau seandainya isu kebencian entah pada etnis mayoritas ataupun agama terus diproduksi, dan terus ditanam di kepala rakyat maka akan bahaya. Oke bela Islam, tapi jika terus digulirkan ini akan mengarah ke anti-China dan ini akan membahayakan bisa berpotensi terulang kejadian 98," tuturnya.
Menurutnya, jangan sampai ada yang mengakumulasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan memanfaatkan isu bela Islam. Apalagi, TNI/Polri sudah mencium adanya rencana untuk menggulingkan pemerintahan.
Sementara itu, aktivis HAM Usman Hamid juga menyayangkan pandangan masyarakat yang menyudutkan Jokowi.
"Jokowi adalah sekutu Ahok sehingga ketika ada protes Ahok maka akan dikaitkan dengan Jokowi. Saat ini terjadi perpecahan di kalangan elite politik dan membangkitkan kembali kekuatan-kekuatan besar politik. Bukanlah sebuah kebetulan jika dalam aksi 411 kita bisa melihat perpecahan ini. Jelas dalam orasinya dalam serangan mereka terhadap Ahok tidak bisa lepas dari Jokowi," kata Usman.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bawaslu DKI telah memetakan tiga kategori kerawanan yang terjadi di Pilgub DKI Jakarta yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Baca SelengkapnyaKerawanan tinggi potensial terjadi pada tahapan kampanye dan proses pemungutan suara.
Baca SelengkapnyaKeberagaman suku, ras, dan agama menjadi isu sensitif semenjak praktik politik identitas mulai digunakan oleh para elit politik dalam kampanye-kampanyenya.
Baca SelengkapnyaPKS tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Baca SelengkapnyaPelaksanaan Pilkada secara serentak nanti memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan Pilpres maupun Pileg.
Baca SelengkapnyaPasal pemilihan gubernur oleh presiden berbahaya akan mematikan demokrasi.
Baca SelengkapnyaSeruan Dewan Guru Besar UI: Kami Cemas Kegentingan ini Menghancurkan Masa Depan Bangsa
Baca Selengkapnya"Ini benar-benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat, bahwa demokrasi mundur dan ini tidak boleh terjadi," kata Hamdan Zoelva.
Baca SelengkapnyaPadahal, kata Titi, demokrasi sejatinya sistem nilai yang harus ditegakkan dengan prinsip kebebasan dan kesetaraan untuk semua.
Baca SelengkapnyaDewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaPartai politik mulai menjaring jagoan masing-masing untuk diusung menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaNasDem mewanti-wanti perlahan demokrasi tergerus oleh kesesatan pikir dalam mengelola negara.
Baca Selengkapnya