Jaksa Agung Ungkap Alasan Ingin Hukum Mati Koruptor: Memiskinkan Tak Cukup!
Merdeka.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap alasannya semangat dalam menerapkan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap di Indonesia. Menurut dia, seringkali upaya penegakkan hukum yang dilakukan sekarang tak cukup untuk memberantas kejahatan korupsi.
Dia beranggapan, saat ini banyak upaya penegakkan hukum, seperti memiskinkan pelaku hingga tindakan represif lain. Tapi tindakant tersebut justru tak memberikan efek jera bagi pelaku.
"Upaya tersebut ternyata belum cukup memberantas kejahatan korupsi. Karena itu kejaksaan merasa perlu melakukan terobosan hukum, dengan menerapkan hukuman mati," kata Burhanuddin saat hadir dalam diskusi yang digelar Fakultas Hukum Unsoed, Kamis (18/11).
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Kasus korupsi apa yang sedang diusut Kejagung? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022. Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus rasuah impor emas, yakni perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022.
-
Siapa yang sebut hukum di Indonesia terguncang? Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim menyebut, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi persoalan serius terkait hukum di Indonesia.
Burhanuddin mengatakan, selama ini pihaknya telah mencoba memberikan efek jera dengan memberikan tuntutan maksimal sesuai dengan tingkat kejahatannya. Kemudian, kata dia, pihaknya juga mengubah pola pendekatan follow the suspect (tersangka) menjadi follow the money dan follow the asset untuk mendalami perkara. Hal itu kemudian yang akan berujung pada perampasan aset.
"Memiskinkan koruptor dengan melakuan perampasan aset koruptor melalui asset recovery. Sehingga, penegakkan hukum tidak hanya pemidanaan badan tetapi juga bagaimana kerugian keuangan negara dapat dipulihkan secara maksimal," ucap dia lagi.
Jaksa, kata dia, juga telah berupaya menyeleksi pemberian justice collaborator (JC) bagi para koruptor yang terjerat. Lalu, upaya hukum lain melalui sistem keperdataan juga sempat diupayakan kepada koruptor yang telah meninggal dunia atau diputus bebas, namun ditemukan ada kerugian keuangan negara dalam peristiwa tersebut.
Namun demikian, kata dia, semua upaya tersebut masih belum dapat memberantas kejahatan korupsi di Indonesia. Sehingga, pendakatan yang lebih ekstrem untuk mengupayakan tuntutan hukuman mati kepada terdakwa korupsi tengah dikaji dan diupayakan oleh Kejaksaan.
"Terkait penerapan hukuman mati bagi koruptor ini yang pernah saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, tentunya akan menimbulkan pro kontra," jelas dia.
"Keberadaan sanski pidana yang tegas dan keras memiliki peran yang sangat penting di dalam proses pemberantasan korupsi guna menghadirkan efek jera," tambah dia.
Boleh dalam UU
Apalagi, kata dia, jalan untuk menerapkan hukuman mati tersebut diperbolehkan dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga, terobosan hukum dinilainya dapat dilakukan untuk menyelesaikan perkara masalah korupsi di Indonesia.
Dia mencontohkan, sanksi itu termaktub dalam Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor merumuskan bahwa korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi hukuman pidana mati.
Misalnya, kata dia, dana-dana yang diperuntukkan untuk penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, hingga penanggulangan krisis ekonomi dan moneter.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa frasa pengulangan tindak pidana sebagai syarat penjatuhan hukuman mati bagi koruptor dikaji ulang. Burhanuddin merujuk pada konsep residivis dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang memaknai pengulangan sebagai perbuatan pidana setelah dikembalikan ke masyarakat.
Jika diterapkan dalam tindak pidana korupsi, Burhanuddin menilai, konsep residivis itu tidak akan berjalan efektif dan menimbulkan efek jera. Sebab, koruptor dapat melakukan korupsi di berbagai tempat dengan modus yang berbeda.
"Jika pelaku sudah diputus dengan hukuman penjara dan pelaku tersebut telah melakukan perbuatan korupsi di tempat lain, apakah terhadap pelaku tersebut dapat dikenakan pengulangan tindak pidana dalam korupsi? Isu hukum ini patut kita renungkan bersama dan kaji lebih dalam," jelasnya.
Contoh Kasus
Sebelumnya, Jaksa Agung menggulirkan wacana tersebut berkaca dari dua kasus korupsi kelas kakap yang digarap oleh Kejagung, yakni pengelolaan dana keuangan dan investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).
Kasus Jiwasraya berdampak pada banyak masyarakat luas ataupun para pegawai yang mendapat jaminan sosial tak terpenuhi haknya. Diketahui, kasus itu merugikan negara hingga Rp16,8 triliun.
Hal serupa juga kembali terjadi pada kasus korupsi Asabri yang turut merugikan hak-hak prajurit di Indonesia. Dimana, mereka memiliki harapan untuk masa pensiun dan masa depan keluarganya lewat asuransi yang dikelola perusahaan pelat merah itu.
Dalam kasus Asabri, total ada delapan terdakwa yang telah diseret ke meja hijau. Mereka didakwa Jaksa merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun akibat kasus mega korupsi yang terjadi pada perusahaan pelat merah itu.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perlu upaya lain yakni mampu mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.
Baca SelengkapnyaPresiden Prabowo Subianto menunjuk Sanitiar Burhanuddin sebagai Jaksa Agung periode 2024-2029, Minggu (20/10).
Baca SelengkapnyaAhok lebih memilih koruptor dimiskinkan dan dihukum penjara seumur hidup
Baca SelengkapnyaPeringatan itu disampaikan Burhanuddin dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di SICC, Bogor, Kamis (7/11).
Baca SelengkapnyaBasuki Tjahaja Purnama, atau biasa disapa Ahok tak setuju jika koruptor dihukum mati. Alasannya, hukuman mati para koruptor tidak akan menyelesaikan masalah.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan, saat ini korupsi semakin canggih dan kompleks, serta menggunakan teknologi mutakhir.
Baca SelengkapnyaKepada presiden terpilih KPK berharap RUU Perampasan Asen disahkan
Baca SelengkapnyaMahfud menjelaskan dalam Undang-Undang yang saat ini bisa saja menerapkan hukuman mati bagi koruptor.
Baca SelengkapnyaMenurut Anies, mengirim koruptor ke Nusakambangan bukan cara efekif untuk memberantas korupsi.
Baca SelengkapnyaKejagung siap pecat anggota yang terbukti bersalah
Baca SelengkapnyaPerlu ada evaluasi total karena banyak perjabat Indonesia yang terjerat korupsi
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Megawati meminta Presiden Jokowi untuk membubarkan KPK.
Baca Selengkapnya