Jaksa tuntut Luthfi 18 tahun bui dalam kasus suap dan cuci uang

Merdeka.com - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini menuntut terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penambahan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan pidana penjara selama 18 tahun. Menurut jaksa, mantan Anggota Komisi I DPR fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu dianggap terbukti bersalah menerima suap dari PT Indoguna Utama sebesar Rp 1,3 miliar dan melakukan pencucian uang.
"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq selama 10 tahun dalam tindak pidana korupsi, dan 8 tahun dalam tindak pidana pencucian uang," kata Jaksa Rini Triningsih saat membacakan berkas tuntutan Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (27/11).
Jaksa Muhibuddin menambahkan, dalam perkara suap, Luthfi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan. Sedangkan dalam delik pencucian uang, dia didenda Rp 1 miliar subsider kurungan penjara 1 tahun 4 bulan.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak publik terdakwa," ucap Jaksa Rini.
Jaksa Rini menyatakan, hal yang memberatkan tuntutan Luthfi adalah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR, keberpihakan pada kepentingan kelompok dan menyingkirkan peternak sapi lokal, mengorbankan hak-hak ekonomi masyarakat, memberikan citra buruk pilar demokrasi dan mencederai citra PKS serta kader PKS lain yg memiliki slogan 'Jujur, Bersih, Peduli,' dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan meringankannya adalah belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Menurut Jaksa Muhibuddin, dalam perkara suap, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan alternatif ke satu, yakni dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara dalam perkara pencucian uang dan gabungan beberapa kejahatan, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan secara berlapis. Yakni Pasal 3 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 6 ayat (1) huruf b dan c Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto 65 ayat (1) KUHPidana.
Menurut Jaksa Muhibuddin, Luthfi terbukti menerima sogokan sebesar Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fathanah. Duit itu diduga merupakan uang muka dari komisi Rp 40 miliar yang dijanjikan oleh Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, buat mengusahakan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya sebesar sepuluh ribu ton.
"Perbuatan itu diduga agar penyelenggara negara atau pejabat negara tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya," ujar Jaksa Muhibuddin.
Kemudian, Jaksa Rini Triningsih mengatakan, Luthfi Hasan Ishaaq juga dianggap terbukti bersalah melakukan praktik pencucian uang. Dia menambahkan, Luthfi sengaja menyembunyikan atau menyamarkan berbagai harta yang diduga didapat berasal dari tindak pidana korupsi. Luthfi juga dianggap memiliki profil keuangan menyimpang, dibandingkan dari penghasilan sebelum dan saat menjabat Anggota DPR RI.
"Patut diduga harta kekayaan diduga untuk menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan, menghibahkan tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan nama terdakwa atau menggunakan nama orang lain adalah agar tidak diketahui asal-usulnya dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa," kata Jaksa Rini. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya