Jalan Daan Mogot, kisah mayor muda ganteng yang berani
Merdeka.com - Jalan Daan Mogot membentang mulus menghubungkan Jakarta Barat dan Tangerang. Jalan ini merupakan salah satu jalan terpenting di Jakbar. Berbagai perkantoran, show room hingga stasiun TV berada di sana.
Puluhan ribu orang melintasi jalan ini setiap hari. Sayangnya sedikit yang tahu dan meneladani kegagahan Mayor Daan Mogot yang namanya diabadikan untuk jalan ini.
"Daan Mogot saya tahunya pahlawan. Tapi ceritanya bagaimana saya kurang tahu," kata Luthfi, seorang tukang ojek yang biasa mangkal di sekitar jalan itu.
-
Siapa yang meninggal? Ketua Umum PP Perbasi, Danny Kosasih, telah meninggal dunia.
-
Siapa yang kehilangan orang tua di usia muda? Dalam kisah tersebut dijelaskan bahwa Roman kehilangan kedua orang tuanya sebelum dirinya genap berusia empat tahun. Ibunya yang bernama Iriana meninggal karna keracunan saat Roman masih berusia satu tahun. Sedangkan ayahnya meninggal dua tahun kemudian setelah ibunya meninggal, akibat kecelakaan derek konstruksi.
Dulu pada perang kemerdekaan nama Mayor Daan Mogot sangat populer di Jakarta dan Tangerang. Mungkin Daan Mogot juga layak dicatat sebagai mayor termuda dalam sejarah. Ketika menjadi mayor, pemuda ganteng ini masih berusia 16 tahun. Masih ABG kalau istilah zaman sekarang.
Tapi bukan tanpa alasan Daan Mogot yang baru berusia 16 tahun ini diberi pangkat Mayor dan memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Jakarta Barat. Daan Mogot merupakan angkatan pertama Pembela Tanah Air (PETA), organisasi militer buatan Jepang.
Waktu mendaftar peta, usianya baru 14 tahun. Seharusnya batas usia minimal adalah 18 tahun. Tapi entahlah kenapa Daan Mogot bisa diterima. Dia menjadi salah satu yang terbaik hingga akhirnya diangkat menjadi pelatih PETA di Bali. Selain itu pemuda asal Manado ini juga dilatih menjadi pasukan gerilya elite oleh Jepang. Layaklah setelah Indonesia merdeka dia langsung diberi kedudukan walau usianya masih sangat belia.
Daan Mogot juga punya visi yang cerdas soal militer. Bayangkan di usia 17 tahun, dia dan kawan-kawannya mendirikan sekolah calon perwira Akademi Militer Tangerang. Daan Mogot diangkat menjadi direktur pertama Akademi Militer Tangerang.
Sayang mayor muda gagah berani ini tidak berumur panjang. Tanggal 25 Januari 1946, Daan Mogot bersama pasukannya berangkat untuk melucuti pasukan Jepang di Lengkong, Tangerang.
Kala itu Jepang sudah menyerah kepada sekutu. Daan Mogot dan rekan-rekannya berpikir lebih baik senjata Jepang jatuh ke tangan tentara Indonesia daripada pasukan Belanda yang akan segera kembali di bawah sekutu.
Mayor Daan Mogot berangkat bersama 70 taruna Akademi Militer Tangerang ke kawasan Lengkong, Serpong, Tangerang. Di sana dia menemui Kapten Abe, komandan tentara Jepang sementara pasukannya berjaga di luar.
Perundingan berlangsung damai. Kapten Abe meminta izin menghubungi atasannya dulu di Jakarta sebelum menyerahkan senjata. Tetapi pasukan taruna di luar, tanpa sepengetahuan Daan Mogot ternyata sudah mulai melucuti tentara Jepang. Beberapa tentara Jepang juga sukarela menyerahkan senjatanya.
Tiba-tiba entah darimana, terdengar tembakan. Situasi langsung kacau balau. Tentara Jepang segera berlari mengambil kembali senjatanya. Penjaga di pos senapan mesin pun langsung memberondong para taruna.
Pertempuran tak seimbang berlangsung. Mayor Daan Mogot berlari keluar dan berusaha menghentikan tembak menembak. Usahanya tak berhasil, dia tewas setelah diberondong tentara Jepang.
Daan Mogot gugur sebagai ksatria. Usianya baru 17 tahun ketika meninggalkan Ibu Pertiwi untuk selama-lamanya. Selain Daan Mogot, 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa Lengkong.
Sayang hanya segelintir pemuda Indonesia meneladani Mayor gagah ini.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut sosok pemuda terkeren dan tampan dalam sejarah Indonesia.
Baca SelengkapnyaSebelumnya Kapten Halim sempat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ancol, lalu dipindahkan ke Kalibata
Baca SelengkapnyaTekadnya yang kuat membuat dirinya berani maju secara terbuka untuk menghadapi sekutu. Muslihat tak peduli meski hujan peluru terjadi di sana.
Baca SelengkapnyaIa tewas sesaat setelah melakukan serangan kepada tentara penjajah
Baca SelengkapnyaKetika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
Baca SelengkapnyaSemasa hidupnya, sosok Doni dikenal sebagai figur jagoan ketika masih aktif sebagai prajurit TNI.
Baca SelengkapnyaKepalan tangan tersebut menjadi simbol perjuangan Bagindo Aziz Chan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Padang.
Baca SelengkapnyaPelajar SMP Madiun tak gentar melawan penjajah. Di tengah kesulitan yang dihadapi, mereka tetap berjuang
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaBagindo Azizchan adalah Wali Kota Padang yang gugur di tangan penjajah Belanda pada saat usianya belum genap 37 tahun.
Baca SelengkapnyaSang putri berjuang keras sejak kecil demi meneruskan pengabdian sang ayah ke ibu pertiwi.
Baca SelengkapnyaMisan Samsuri telah berpulang, meninggalkan warisan sebagai legislator yang sederhana. Berita duka ini sangat menggetarkan bagi DPRD DKI Jakarta.
Baca Selengkapnya