'Jangan Sampai Gara-gara Jempol Kita Indonesia Terpecah Belah'
Merdeka.com - Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sempat membuat situasi di masyarakat memanas. Kondisi diperparah dengan banyak informasi hoaks bermunculan di media sosial.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengingatkan perlu ada kontrol soal kebebasan berpendapat di dunia maya. Untuk itu perlu kesadaran dari pemilik akun agar tak menyampaikan informasi yang dapat memecah belah persatuan.
"Gunakan jempol sebaik-baiknya, jangan sampai gara-gara jempol kita, Indonesia terpecah belah," ujar Hendri dalam keterangannya, Rabu (10/7).
-
Apa penyebab perselisihan hasil pemilu? Perselisihan hasil pemilu merujuk pada ketidaksepakatan atau konflik yang timbul terkait dengan proses pemilihan umum.
-
Apa saja tantangan media siber di pemilu? Tantangan inilah yang akan dihadapi media massa dalam menghasilkan jurnalisme berkualitas.
-
Kenapa Pilkada 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
-
Mengapa pemilu 2019 penting? Pemilu 2019 menjadi pemilu dengan jumlah pemilih terbanyak dalam sejarah Indonesia.
-
Kenapa berita tentang Prabowo di Pilpres 2024 disebar? 'Tingkat elektabilitas Prabowo Gibran kini begitu tinggi, pasangan ini diprediksi akan menang. Karena itu pembusukan politik mulai diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo,' tegas Yusril.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
Hendri menilai, medsos telah membuat masyarakat keblinger sehingga gempuran narasi intoleransi, radikalisme, terorisme, ektremisme, banyak berseliweran. Hal ini tidak bisa dibiarkan agar kondisi sosial kemasyarakatan baik di dunia maya dan dunia nyata bisa lebih sejuk dan damai.
Salah satu cara untuk mengembalikan itu semua, kata Hendri, bagaimana lebih menyuarakan narasi yang menyejukkan, dan tidak lagi mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan intoleransi.
"Kita harus kembali ke kaidah atau warisan pendiri bangsa. Ada banyak teknologi yang ditinggalkan pendiri bangsa untuk Indonesia seperti musyawarah mufakat, toleransi, tepo seliro di dunia nyata dan dunia maya," tutur Hendri.
Berbicara tentang medsos dan berbagai fenomena yang ditimbulkan, Hendri mengungkapkan, hal ini juga tidak lepas dari kepemimpinan bangsa. Menurutnya, para pemimpin bangsa harus mampu memberikan contoh kepada masyarakat.
"Yang boleh memberikan stigma radikal, ekstremis, intoleransi hanya hukum. Jadi tidak boleh individu yang memberikan stempel negatif kepada orang lain. Kalau itu terjadi, Insya Allah musyawarah mufakat, toleransi, dan persatuan Indonesia bisa terwujud dengan baik," ungkap founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini.
Hendri setuju bila kebebasan yang bertanggungjawab itu tetap diberikan kepada para pengguna akun medsos. Tentunya pegiat medsos terutama para pengguna akun berbayar untuk sebuah pesan tertentu bisa dikurangi, terutama hal yang berbau politik.
"Ini memang harus ditertibkan, akan sulit bila akun berbayar yang masih diberikan pekerjaan menyampaikan isu tentang politik yang bisa menyebabkan bangsa ini tetap panas. Silakan saja bila hal tentang marketing dan sisi kreativitas yang lain," jelasnya.
Hendri juga mengimbau agar pemerintah secara berkala harus memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang penggunaan medsos yang bertanggungjawab. Diakuinya, saat ini memang beda dengan 10-15 tahun lalu saat media konvensional berkuasa. Sekarang masyarakat bebas berselancar di dunia maya. Untuk itu, kembali Hendri mengajak semua pihak agar bijaksana, terutama saat beraktivitas di medsos.
"Makanya jauh-jauh hari saya katakan pemilik akun media sosial seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap dirinya, terhadap lingkungan sekitarnya, terhadap hari ini, terhadap masa depan," tandasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi mengatakan, setiap lima tahun sekali dipastikan Pemilu akan terus terjadi.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo mengajak masyarakat Indonesia tetap menjaga demokrasi dan moralitas jelang Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya"Sesama tetangga tidak saling sapa, tidak boleh. Sesama ibu pengajian tidak saling sapa tidak boleh," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaKepolisian mengingatkan kepada warga agar tetap menjaga persatuan selama Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaSituasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Baca SelengkapnyaForum Pemred bersikap tentang dinamika politik jelang Pemilu 2024 yang semakin bergejolak.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaTim cek fakta independen antara lain Mafindo, Perludem hingga AFP Indonesia.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta kepada masyarakat untuk tidak lagi mengeluarkan ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong.
Baca SelengkapnyaJokowi tak ingin masyarakat masih ribut-ribut, di saat para calon presiden yang bersaing sudah adem.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Pimpinan Pusat (PP) Jaringan Nasional (Jarnas) 98, Sangap Surbakti merasa heran dengan sindiran Politikus PDIP Deddy Sitorus
Baca Selengkapnya