Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jangka Jayabaya, saat Jawa kosong dihuni jin, setan dan demit

Jangka Jayabaya, saat Jawa kosong dihuni jin, setan dan demit Makam Syaikh Syamsuddin Al-Wasil. ©2014 Merdeka.com/Imam Mubarok

Merdeka.com - Dalam Kitab Sapta Pudjangga dan juga Primbon Djayabaya karya R. Ng Ronggowarsito, Ki Tuwu ahli sejarah Kediri menjelaskan,  konon setelah merasa cukup berguru kepada Syaikh Syamsuddin Al-Wasil, Prabu Jayabaya bercerita tentang kondisi tanah Jawa saat masih kosong hingga kiamat kubro. Cerita itu ditulis dalam Kitab Musasar yang menjadi babon buku Jangka Jayabaya.

"Menurut apa yang diceritakan dalam kitab tersebut, pada suatu hari Sri Sultan Al gabah seorang raja di Pusrah (Persi) sebelah utara dari tanah arab, termasuk dalam lingkungan Turkei Azie, tiba-tiba menerima perintah gaib untuk mengisi tanah yang masih kosong," kata Ki Tuwu kepada merdeka.com.

Sultan kemudian memerintahkan seorang menterinya untuk mencari di mana keberadaan tanah yang masih kosong dan belum ada penduduk manusia tersebut.

Menteri kemudian mengumpulkan para nahkoda yang berpengalaman untuk ditanya. Hingga akhirnya dapat keterangan bahwa di sebelah timur laut Hindustan yang berjarak kira-kira perjalanan 40 hari dan 40 malam berlayar, ada sebuah pulau panjang dan mempunyai lebih kurang 20 gunung tinggi dan dikelilingi ratusan bukit beraneka warnanya. Pulau tersebut masih sunyi dan belum berpenghuni.

"Atas apa yang didapatkan informasi tersebut sang menteri kemudian melaporkan kepada Sultan Al Gabah dan oleh sultan disambut dengan gembira. Kemudian sultan memerintahkan untuk mempersiapkan 20.000 orang dengan dilengkapi senjata dan perlengkapan kehidupan secukupnya yang selanjutnya mereka dikirim ke pulau Jawa untuk dijadikan bibit manusia di pulau tersebut," ujarnya.

Setelah berlayar selama 40 hari dan 40 malam, akhirnya rombongan besar ini mendarat di kaki Gunung Kendeng ( masuk eks Karesidenan Surakarta). Menurut penanggalan Rum waktu itu adalah tahun 437.

"Dan menurut ramalan Jayabaya sejak diinjak oleh kaki manusia yang pertama hingga nanti tiba kiamat kubro akan mengalami 2110 tahun surya (matahari) atau 2173 tahun tjandra (bulan),” ungkap Ki Tuwu.

Waktu rombongan pertama memasuki tanah Jawa ini keadaan pulau Jawa masih sangat sunyi dan angker. "Dari 20.000 pendatang itu yang rencananya dibuat bibit manusia di tanah Jawa akhirnya hanya tersisa 20 orang saja masih hidup. Sisannya mati karena penyakit dan dimakan oleh binatang. Zaman itu menurut ramalan Jayabaya dinamakan zaman Sangkala atau zaman merajalelannya penyakit dan binatang buas."

Sebanyak 20 orang tersisa itu kemudian kembali ke Persia dan melaporkan kejadian kepada Sultan. "Selain sedih Sultan juga marah dan kemudian mengumpulkan pendeta sakti untuk membuat tumbal dan jimat untuk menantang para jin, setan dan demit di Jawa agar pulau tersebut bisa didiami," tambah Ki Tuwu.

Selanjutnya Sultan kembali mengirimkan 20.000 orang lagi  dari golongan bangsa Keling, Kandi dan lain-lain. Mereka dibagi menjadi 20 rombonga. "Masing-masing kelompok ini dipimpin oleh Sing Linangkung Ngusmanadji, seorang pendeta sakti dari Bani Israel untuk menjelaskan kias kepada tanah Jawa. Waktu itu menurut penanggalan Rum jatuh pada bulan Tasrinki 444," tambah Ki Tuwu.

Setibanya di tanah Jawa, Sing Linangkung Ngusmanadji segera menanam tumbal dan jimat di empat penjuru arah mata angin, serta lagi di bagian tengah. Tak lama kemudian turun hujan yang luar biasa hebatnya seperti akan kiamat.

"Dalam kitab-kitab kuno dampak cuaca yang seperti kiamat itu karena para jin, setan dan demit yang tadinya penuh mendiami pulau Jawa tidak tahan dan melarikan diri ke lautan," ujarnya.

Setelah berhasil mereka mulai mendiami tanah Jawa dan bercocok tanam dengan bibit yang telah mereka bawa dari Persia. Menurut Ramalan Jangka Jayabaya, tanah Jawa sejak diisi manusia yang kedua kalinya ini hingga tiba saat kiamat kubro akan mengalami 2100 tahun surya atau 2163 tahun candra.

Tempo 2100 tahun surya ini menurut Ki Tuwu dapat dibagi menjadi Trikali atau tiga periode zaman besar yang masing-masing terdiri dari 700 tahun surya. "Dan di setiap periode zaman besar tadi terbagi menjadi Sapto Maloko yang berarti zaman kecil. Dimana masing-masing zaman kecil terdiri dari 100 tahun surya hingga 7 x 100 (700) tahun surya dikali 3 sama dengan (2100) tahun surya."

(mdk/mtf)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengunjungi Petilasan Sri Aji Jayabaya di Kediri, Peramal Masa Depan Nusantara yang Disegani
Mengunjungi Petilasan Sri Aji Jayabaya di Kediri, Peramal Masa Depan Nusantara yang Disegani

Tempat yang diyakini sebagai lokasi moksa Raja Kediri ini sering dikunjungi peziarah.

Baca Selengkapnya
Penuturan Juru Kunci Kota Saranjana: Ada Kepala Desa hingga Presiden, Ada juga Raja
Penuturan Juru Kunci Kota Saranjana: Ada Kepala Desa hingga Presiden, Ada juga Raja

Penuturan seorang pria yang mengaku sebagai juru kunci sekaligus penduduk kota Saranjana.

Baca Selengkapnya
Potret Telaga Polaman Malang, Kolam Suci Saksi Runtuhnya Kerajaan Singasari
Potret Telaga Polaman Malang, Kolam Suci Saksi Runtuhnya Kerajaan Singasari

Kolam ini juga saksi berdirinya Kerajaan Majapahit.

Baca Selengkapnya
5 Mitos Gunung Slamet yang Kini Sedang Bergejolak, Letusannya Diramalkan Bikin Pulau Jawa Terbelah
5 Mitos Gunung Slamet yang Kini Sedang Bergejolak, Letusannya Diramalkan Bikin Pulau Jawa Terbelah

Gunung Slamet memiliki mitos yang berkembang di tengah masyarakat sekitar maupun para pendaki

Baca Selengkapnya
Ada Kampung Jawa di Malaysia, Begini Asal Mulanya yang Ternyata Dibawa oleh Belanda
Ada Kampung Jawa di Malaysia, Begini Asal Mulanya yang Ternyata Dibawa oleh Belanda

Kampung Haji Baki jadi salah satu permukiman di Malaysia yang dihuni oleh orang Jawa

Baca Selengkapnya
6 Mitos Gunung Slamet, Pos Angker hingga Tempat Para Dewa
6 Mitos Gunung Slamet, Pos Angker hingga Tempat Para Dewa

Gunung Slamet dikenal memiliki beberapa mitos gaib.

Baca Selengkapnya
Menguak Fakta Kingkong Purba Raksasa yang Pernah Hidup di Muka Bumi, Salah Satu Fosilnya Ditemukan di Tegal
Menguak Fakta Kingkong Purba Raksasa yang Pernah Hidup di Muka Bumi, Salah Satu Fosilnya Ditemukan di Tegal

Hewan purba itu punah diduga karena tidak bisa beradaptasi pada perubahan iklim yang ekstrem.

Baca Selengkapnya
Daftar dan Ciri-ciri Orang yang Memiliki Weton Tulang Wangi dan Kaitannya dengan Malam 1 Suro
Daftar dan Ciri-ciri Orang yang Memiliki Weton Tulang Wangi dan Kaitannya dengan Malam 1 Suro

Weton tulang wangi merupakan salah satu jenis weton dalam kebudayaan Jawa yang memiliki daya tarik tersendiri yang disukai makhluk gaib.

Baca Selengkapnya
Kebudayaan Berusia Ribuan Tahun di Bekasi dan Karawang
Kebudayaan Berusia Ribuan Tahun di Bekasi dan Karawang

Kebudayaan Buni yang berkembang di Pesisir adalah kebudayaan kuno tembikar tanah liat di masa prasejarah.

Baca Selengkapnya
Melihat Perkampungan Jawa di Thailand, Lokasinya Tak Jauh dari Ibu Kota
Melihat Perkampungan Jawa di Thailand, Lokasinya Tak Jauh dari Ibu Kota

Sebuah video memperlihatkan sebuah perkampungan Jawa di Thailand, kampung itu memiliki masjid yang bernama Jawa Mosque.

Baca Selengkapnya
Membedah Sejarah Suro, Bulan Sakral Dalam Kalender Jawa
Membedah Sejarah Suro, Bulan Sakral Dalam Kalender Jawa

Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram mengakulturasikan kalender Hijriyah sebagai kalender Jawa

Baca Selengkapnya