Jejak Lima Hakim Korup yang Terjaring KPK
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara pada Jumat (22/9). Operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Dimyati menambah panjang daftar hakim yang terjerat kasus korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyesalkan hakim agung yang terjaring OTT lembaga antirasuah. Penangkapan ini menunjukkan dunia peradilan masih sangat menyedihkan.
"KPK bersedih harus menangkap hakim agung. Kasus korupsi di lembaga peradilan ini sangat menyedihkan," katanya dalam keterangannya, Kamis (22/9).
-
Siapa yang ditangkap KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Apa kasus yang sedang dihadapi KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
Ternyata kasus serupa juga sebelumnya juga pernah terjadi. Merdeka.com mencoba menelusuri informasi terkait kasus yang menjerat hakim, sebagai berikut:
Sudrajat Dimyati
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK soal kasus dugaan suap dan pungutan liar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada Jumat (23/9).
Dimyati ditetapkan sebagai tersangka bersama sembilan orang lainnya. KPK menyita uang dari dua tersangka, yakni Kepaniteraan MA Desy Yustria dan PNS MA Albasri.
Dalam jejak karirnya, Sudrajad Dimyati telah malang melintang menjadi hakim di berbagai pengadilan. Dimyati pernah menjadi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tahun 2008.
Pada tahun 2012, Dimyati menjabat sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Maluku. Dimyati kemudian dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Maluku di tahun yang sama.
Pada tahun 2013, Dimyati dipercaya menduduki posisi sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat. Di tahun yang sama, Dimyati juga menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat.
Pada tahun 2014, Dimyati menaiki puncak karirnya setelah lolos fit and proper test di DPR, yakni menjadi salah satu hakim agung MA. Di tahun sebelumnya, Dimyati sempat mencalonkan diri sebagai Hakim Agung MA namun tidak memenuhi kualifikasi.
Akil Mochtar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap KPK soal kasus penerimaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton, Kalimantan Tengah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), pada 2 Oktober 2013.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Akil, karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan TPPU.
Sebelum terpilih menjadi Ketua MK, Akil telah malang melintang menduduki sejumlah posisi cukup mentereng.
Pada 1999, Akil terpilih menjadi anggota DPR dari fraksi Partai Golkar selama dua periode dan berakhir pada 2009. Selama menjadi anggota legislatif, Akil tercatat pernah menjadi ketua panitia kerja dan panitia khusus untuk sejumlah rancangan undang-undang (RUU).
Setelah masa jabatannya di DPR habis, Akil melamar dan lolos menjadi hakim konstitusi ketika ada "lowongan" pada 2009.
Patrialis Akbar
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ditangkap KPK soal kasus dugaan penerimaan suap perkara uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada 25 Januari 2017.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Patrialis juga dijatuhi pidana pengganti sesuai dengan jumlah uang suap yang diterimanya senilai 10.000 dollar Amerika dan Rp 4.043.000.
Sebelum bekerja di MK, Patrialis telah malang melintang menduduki sejumlah posisi cukup mentereng.
Pada tahun 1999, Patrialis menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Reformasi DPR RI. Dia juga menduduki posisi sebagau anggota Komisi III, yang salah satunya menangani bidang hukum.
Pada tahun 2004, Patrialis menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN MPR, pimpinan Sub Tim Kerja I MPR RI, anggota Komisi III DPR, dan kuasa hukum DPR.
Pada Oktober 2009 hingga Oktober 2011, Patrialis diangkat sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) dalam Koalisi Indonesia Bersatu Jilid II kepemimpinan SBY.
Pada tahun 2013, Patrialis melamar dan lolos menjadi hakim konstitusi.
Widya Nurfitri
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Wahyu Widya Nurfitri ditangkap KPK soal kasus dugaan memenangkan perkara perdata, pada 13 Maret 2018.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara, karena Widya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan.
Sebelum bekerja di Pengadilan Negeri Tangerang, Widya telah malang melintang menduduki sejumlah posisi cukup mentereng. Pada tahun 2012, Widya menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Depok.
Pada tahun 2013, Widya dipercaya menduduki posisi sebagai Wakil Ketua PN Rangkasbitung, Lebak, Banten.
Pada tahun 2014 hingga 2016 atau selama 2 tahun, Widya mendapat promosi untuk menduduki posisi penting, yakni Ketua PN Gunung Sugih, Lampung Tengah.
Syarifuddin Umar
Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syarifuddin Umar ditangkap KPK soal kasus dugaan penerimaan suap PT Skycamping, pada 1 Juni 2011.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Syarifuddin dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap dari kurator PT Skycamping Indonesia sebesar Rp 250 juta.
Dilansir Indonesian Corruption Watch (ICW), jejak karir Syarifuddin berikut:
Syarifuddin pernah diangkat Mahkamah Agung sebagai hakim karir pengadilan tindak pidana korupsi (Pengadilan Tipikor), tertuang dalam SK No 041/KMA/K/II/2009 tertanggal 18 Maret 2009. Namun, SK pengangkatan Syarifuddin Umar dibatalkan karena kritik dari sejumlah kalangan (media, akademisi, praktisi hukum, dan LSM).
Terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan oleh Syarifuddin selama berdinas di Pengadilan Negeri Makassar dan Jakarta Pusat sedikitnya adalah 39 orang. Lalu, terdakwa kasus korupsi terakhir yang dibebaskan adalah Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najamuddin.
Selanjutnya Syarifuddin pernah dilaporkan ke Komisi Yudisial soal vonis bebas kasus korupsi dan dugaan suap dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan mantan anggota DPRD Luwu Sulawesi Selatan.
Syarifuddin juga mendapatkan pemantauan dari Komisi Yudisial ketika memimpin persidangan kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najamuddin. Diduga, ada indikasi suap dalam proses menangani kasus tersebut. Agusrin akhirnya divonis bebas oleh Majelis Hakim yang diketuai Syarifuddin Umar.
Sebelumnya, Syarifuddin berdinas dengan jabatan sebagai Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar dan Ketua PN Jeneponto Sulawesi Selatan. Lalu, menjadi Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Reporter Magang: Syifa Annisa Yaniar
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas tersebut dengan dugaan pencemaran nama baik.
Baca Selengkapnya"Kita negara hukum, ada masalah, semua masalah sudah dikoridor secara hukum," ujar Ghufron
Baca SelengkapnyaSelain membuat laporan ke Bareskrim Polri, Ghufron juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan judicial review di Mahkamah Agung.
Baca SelengkapnyaGhufron melaporkan lebih dari satu orang Dewas KPK ke Bareskrim Polri.
Baca Selengkapnya"Perasaan itu saya dari dulu juga kalau di sini enggak enak," kata Alexander Marwata
Baca SelengkapnyaSelain di MA, masih ada sisa jejak langkah hukum Ghufron yang tersisa, yakni di PTUN dan juga di Bareskrim Mabes Polri.
Baca SelengkapnyaTumpak mengaku belum mengetahui lebih detail soal laporan yang dilayangkan oleh Ghufron dengan dugaan pencemaran nama baik.
Baca SelengkapnyaGhufron mengaku ingin mempelajari dulu keputusan hakim PTUN sebelum menyikapi keputusan tersebut.
Baca SelengkapnyaPenyelidik pun belum melakukan agenda gelar perkara untuk menentukan apakah status kasus.
Baca SelengkapnyaAboe berharap, tidak ada lagi jaksa yang bermain dan terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaPalguna mengaku baru memperoleh kabar pelaporan tersebut ketika baru pulang dari Bali.
Baca SelengkapnyaLaporan Ghufron di Mabes Polri juga telah diketahui oleh pimpinan KPK lainnya.
Baca Selengkapnya