Jejak musafir Eropa pertama yang keluyuran di Bandung
Merdeka.com - Pada abad ke-18, Bandung masih berupa hutan belantara, daerah tak bertuan atau tera incognita sebagaimana ditulis dalam buku Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe karya Haryoto Kunto. Kemudian pada 1841 terugkap sebuah surat ditulis seorang Mardjiker (bekas tentara Portugis) bernama Juliaen de Silva yang menyebut Bandong sebagai sebuah negeri terdiri atas 25 sampai 30 rumah.
Haryoto menduga, De Silva adalah orang asing pertama yang keluyuran di Bandung. Dan sebagai mardjiker, kata dia, patut diduga De Silva adalah mata-mata Belanda. Belanda menyebut Bandung sebagai Negorij Bandong atau West Oedjoeng Broeng.
Sejak laporan De Silva, Belanda mulai intens mengirimkan mata-matanya ke Bandung. Tapi Belanda belum menempatkan soldadunya mengingat kekuatan mereka masa itu masih lemah. Menurut Haryoto, kecurigaan Belanda bahwa Bandung jadi sarang pemberontak sudah muncul sejak 1628.
-
Apa nama awal dari Bandung? Dahulu Bandung bernama Tatar Ukur, dengan daerah administratif sampai Garut dan Sukabumi
-
Kapan Bandung disebut Kota Kembang? Dari para jutawan gula inilah muncul sebutan De Bloem der Indische Bergsteden alias Bunganya Kota Pegunungan di Hindia Belanda.
-
Siapa yang pertama kali sebut Bandung Kota Kembang? Dari para jutawan gula inilah muncul sebutan De Bloem der Indische Bergsteden alias Bunganya Kota Pegunungan di Hindia Belanda.
-
Bagaimana Bandung dikenal sebagai Kota Kembang? Tak cuma gadis Indo, untuk menyukseskan kongres, panitia sampai mendatangkan penyanyi dari Paris. Lucunya, mereka baru sadar, tak ada yang punya piano di Kota Bandung. Saat kalang-kabut, untunglah ketua seksi hiburan Jan Fabricius teringat piano tua yang belum laku di rumah lelang. Piano itu pun langsung dibeli dan dibawa untuk menghibur tamu kongres.
-
Kenapa Bandung disebut Kota Kembang? Para peserta kongres pun digambarkan puas dengan seluruh rangkaian acara selama di Bandung. Dari para jutawan gula inilah muncul sebutan De Bloem der Indische Bergsteden alias Bunganya Kota Pegunungan di Hindia Belanda.
-
Apa alasan Bandung disebut Kota Kembang? 'Mohon maaf, saat itu Bandung masih kampung, belum pantas disebut kota,' tulis Haryoto Kunto. Dibanding Surabaya, infrastruktur Kota Bandung saat itu masih jauh tertinggal. Jalan Braga yang jadi kebanggaan warga Eropa di Bandung masih jeblok berlumpur. Lampu penerangan pun belum terpasang merata. 'Fasilitas di Bandung masih terlalu sederhana untuk memikul tanggung jawab sebagai penyelenggara kongres,' kata Haryoto.
Kala itu, penguasa Bandung adalah Dipati Ukur, tidak heran jika Bandung disebut juga Tatar Ukur. Dipati Ukur ditugaskan oleh Sultan Agung Mataram untuk menggempur benteng kompeni Belanda di Jakarta.
Orang asing berikutnya tiba di Bandung adalah Abraham van Riebeek. Sekitar 1712 ia mendarat di Palabuhan Ratu kemudian melakukan perjalanan ke Bandung. Van Riebeek juga tercatat sebagai orang asing pertama yang mendaki Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, dan Papandayan, Garut. Akibat pendakian itu Dia tewas pada 1713.
Haryoto mengatakan, lewat catatan-catatan van Riebeek, Belanda makin sadar dengan potensi yang ada di Bandung. Namun baru 30 tahun kemudian Belanda menempatkan satu orang soldadunya di Tatar Bandung, namanya Arie Top.
Arie Top merupakan soldadu berpangkat kopral dengan jabatan setara dengan Babinsa. Meskipun sendirian, tetapi wilayah tanggung jawabnya meliputi Bandung-Cimahi. "Kopral Arie Top tercatat sebagai orang asing pertama menetap di Tatar Bandung," demikian Haryoto menulisnya.
Setahun kemudian, kuncen Bandung ini mencatat, warga Eropa yang tinggal di Bandung bertambah 300 persen dengan kedatangan tiga orang Belanda lainnya, Jan dan Ronde Geysbergen. Satu lagi seorang Kopral Kompeni yang tidak diketahui namanya, Dia dibuang Belanda karena kasus korupsi.
Haryoto menjelaskan, bagi pemerintah Belanda, kondisi Bandung yang masih berhutan dan berpaya-paya cocok sebagai tempat pembuangan. Masa itu sisa Danau Bandung masih tampak di sana-sini. Bandung masih merupakan 'neraka', wilayah ideal untuk pembuangan penjahat, soldadu atau pegawai pemerintah yang melakukan kesalahan besar.
Belanda berharap, dengan dibuang ke Bandung para penjahat korup tersebut akan mati sengsara. Tetapi bukannya sengsara, pak kopral yang dibantu Jan dan Ronde Geysbergen justru membuka usaha dengan membabat hutan, berkebun dan mendirikan perusahaan penggergajian kayu.
Kata Haryoto, mereka jadi kaya raya di pengasingan. "Sejak pertengahan abad ke-18 wilayah Bandung mulai dikenal dan dijuluki orang sebagai Paradise in Exile. Para petualang Eropa mulai berdatangan ke Tatar Bandung," ujarnya menegaskan.
Kopral Arie Top kewalahan menghadapi makin banyaknya orang Eropa datang ke Bandung. Ia melaporkan masalah itu ke Batavia dan meminta agar orang-orang Eropa dicegah masuk ke Bandung. Namun laporan Kopral Arie Top baru mendapat perhatian dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda hampir seabad kemudian.
Haryoto menuturkan, sampai pertengahan abad ke-18, orang Eropa masuk ke Bandung melalui jalur Sungai Citarum dan Cimanuk dengan rakit. Baru pada 1786 dibangun jalan setapak yang menghubungkan Batavia-Bogor-Cianjur-Bandung.
Pembangungan jaringan jalan Pulau Jawa baru menjadi perhatian Belanda di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels (1808-1811). Waktu itu ia memerintahkan Bupati Bandung, Wiranatakusumah II, agar memindahkan Ibu Kota Kabupeten Bandung yang berpusat di Dayeuhkolot ke tepi jalan yang akan dibangun, tepatnya di daerah Alun-alun Bandung kini.
Haryoto mengisahkan Gubernur Jenderal tangan besi tersebut saat mengontrol pembangunan jembatan Sungai Cikapundung di dekat Gedung Merdeka sekarang. Begitu jembatan itu rampung, ia menjadi orang pertama yang menyeberanginya. Setelah itu ia menancapkan tongkat kayu dan berkata, "Coba usahakan bila aku datang kembali, di tempat ini telah dibangun sebuah kota."
Di tempat Daendels menancapkan tongkatnya dibuatkan tugu yang menjadi tanda Kilometer Nol. Lewat perintah itulah pembangunan Kota Bandung dimulai. Kini, peninggalan-peninggalan masa kolonial dapat dilihat di sepanjang Jalan Asia-Afrika dan sekitarnya.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada satu versi yang menyebut, kembang di sini bukanlah ‘bunga’ sungguhan, tapi para wanita cantik.
Baca SelengkapnyaDi masa itu, banyak gedung-gedung megah dan warga Belanda yang beraktivitas di jalanan Kota Bandung. Ini membuat kota kembang seolah sebagai "Eropa kecil".
Baca SelengkapnyaKemacetan horor di jalur Puncak, Bogor, Jawa Barat kembali terjadi saat long weekend akhir pekan Minggu (16/9) lalu.
Baca SelengkapnyaBujangga Manik terus berpetualang dan mencatatnya di naskah daun palem yang sudah disiapkan.
Baca SelengkapnyaPembangunan Bintaran sebagai tempat tinggal orang Eropa terjadi pada dekade 1860 hingga 1890
Baca SelengkapnyaPurwakarta telah berevolusi cukup lama hingga dikenal sebagai kota pensiunan. Kisahnya penuh perjuangan sejak masa pra sejarah.
Baca SelengkapnyaDahulu Cianjur pernah maju saat menjadi ibu kota Jawa Barat, komoditas kopi dan tehnya jadi andalan Eropa.
Baca SelengkapnyaDulunya, pendopo ini masih berbentuk sederhana. Atapnya ijuk dengan dinding bambu lalu berkembang jadi bangunan pertama di Kota Bandung.
Baca SelengkapnyaKeindahan Situ Bagendit rupanya sudah mencuri perhatian orang Belanda sejak awal 1900-an. Ketika itu, banyak menir dan noni berwisata sembari menaiki perahu.
Baca SelengkapnyaAda banyak kisah di Jatinegara, mulai dari dua versi nama sampai warganya keturunan Banten.
Baca SelengkapnyaDi lokasi ini perdagangan internasional sudah berlangsung sejak abad ke-17.
Baca SelengkapnyaPada 1907 jadi tahun pertama kemunculan bioskop di Kota Kembang. Letaknya ada di sekitar alun-alun Kota Bandung, dengan gedung tenda bilik sederhana.
Baca Selengkapnya