JP Coen, mati karena kolera atau dipenggal prajurit Mataram?
Merdeka.com - Kebengisan Jan Pieterszoon Coen memerintah Hindia Belanda akhirnya berakhir saat serangan pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Agung. Coen meninggal pada 21 September 1629 pada usia 42 tahun. Kecerdikannya menaklukkan Jayakarta, harus takluk di tangan pasukan Mataram.
Namun ada dua versi yang menyebutkan penyebab kematiannya. Laporan resmi Belanda mencatat, Coen meninggal akibat serangan kolera atau muntaber. Sedangkan versi lain karena serangan pasukan Mataram saat menyerang Batavia. Bahkan ada versi yang menyebut, Coen meninggal setelah kepalanya ditebas oleh salah satu tentara Mataram dan dibawa dan ditanam di bawah tangga pemakaman para Raja Mataram yang berada di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Menurut sejarawan Universitas Airlangga Johny Khusyairi, dua versi itu bisa saja benar, tergantung untuk kepentingan siapa. Menurut Johny, bisa saja untuk alasan nasionalisme, orang membuat versi Coen meninggal langsung saat serangan Pasukan Mataram. Sedangkan versi Belanda, Menurut Johny, bisa juga menjaga rasa malu. Secara umum dari versi itu, menurut Johny, alasan kematiannya karena kolera, karena saat serangan Mataram ke Batavia dengan mencemari Sungai Ciliwung, sebagai sumber utama air bersih Batavia saat itu.
-
Bagaimana pasangan ini meninggal? Beberapa laporan media mengklaim pasangan tersebut mati karena dirajam. Namun Papathanasiou mengatakan tidak ada bukti terkait klaim tersebut. Penyebab kematian pasangan ini masih misterius.
-
Siapa yang meninggal? Seperti dilaporkan, komika Babe Cabita meninggal dunia pada Selasa (9/4/2024) di Rumah Sakit Mayapada Lebak Bulus, Jakarta Selatan, akibat penyakit Anemia Aplastik yang dideritanya.
Johny yang menyelesaikan tesisnya di Universitas Leiden, Belanda dengan tema, 'Memori atas tiga Gubernur Jenderal di Hindia Belanda: Coen, Deandels, dan van Heutsz di Belanda' mengatakan, tidak logis jika kepala Coen ditebas dan dibawa ke Imogiri yang ditanam di bawah tangga menuju makam para Raja Jawa di Imogiri, Yogyakarta.
"Untuk versi kepala Coen ditebas dan ditanam di bawah tangga Imogiri, itu tidak benar. Pemakaman Coen itu oleh Belanda dilakukan dengan sangat megah. Untuk pemakaman Gubernur Jenderal lokasinya tidak sembarangan, lokasinya yang menjadi Museum Wayang Jakarta. Saat itu wilayah itu sangat prestise. Bahkan pemakaman Coen, jadi inspirasi pemakaman untuk Gubernur Jenderal berikutnya di Hindia Belanda," kata Johny saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya pada Jumat (20/9).
Hal senada juga diungkapkan sejarawan Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso. Secara terpisah, Bondan menerangkan, sebab kematian Coen, sampai saat ini belum jelas. Mana yang pasti menjadi penyebab kematiannya, karena belum ada bukti yang valid. Namun, Bondan lebih yakin pada akibat penyakit kolera karena pencemaran Sungai Ciliwung yang dilakukan oleh tentara Mataram.
"Belum ada bukti yang jelas. Saat itu kan Batavia dikepung tentara Mataram. Airnya diblokade juga. Sumber airnya saat itu hanya Ciliwung dan tentara Mataram mencampuri air sungai dengan racun, bangkai manusia. Sehingga air itu masuk ke dalam kota. Mereka minum air yang sudah tercemar. Itu senjata biologi, hingga banyak orang Belanda yang terkena kolera. Salah satunya Coen," kata Bondan menjelaskan saat ditemui merdeka.com di rumahnya di bilangan Rawamangun, Jakarta Timur pada Jumat (20/9).
Bondan juga mendengar ada juga kesaksian lain tentang kepala Coen yang ditebas dan dibawa ke Imogiri. Alasan itu, menurut Bondan, hanya rumor saja. Itu tidak lain hanya kepentingan alasan perang pasukan Mataram saat itu yang mengklaim sudah menang melawan Kompeni Belanda. Alasan untuk segera menarik pasukannya, padahal saat itu Kompeni belum kalah.
"Batavia dijalankan bukan dengan sistem kerajaan, tapi perusahaan. Kalau pimpinannya mati, maka perusahaan akan mengirim pimpinan yang lain, kan itu tidak masalah. Kalau kerajaan, kalau pimpinannya mati, mental prajuritnya langsung hancur saat itu juga. Makanya saya sebut Coen ini meletakkan sistem pemerintahan yang baru yang tidak sama dengan sistem pemerintahan yang lain. Makanya VOC tidak bisa dikalahkan, karena perusahaan. Pimpinan mati ganti dengan pimpinan yang lain. Kalau kerajaan, raja mati habis sudah dan bubar," pungkas Bondan. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lewat karya seni Raden Saleh menjawab adegan yang dilukis oleh Nicolaas Pieneman.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu bermula saat kedua pelaku memergoki korban tengah mencuri jengkol di kebun milik PR.
Baca SelengkapnyaDalam pengasingannya, ia berusaha menyembuyikan jati dirinya sebagai bangsawan.
Baca SelengkapnyaKasi Humas Polres Mojokerto Kota Ipda Agung Suprihandono saat dikonfirmasi hanya membenarkan soal kabar kematian perwira mantan Kasat Reskrim Polres Kota Mojoke
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaTernyata, undakan ini menyimpan sejarah. Di dalamnya sudah ditanam sosok yang penuh dengan teka-teki.
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaWalaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah
Baca SelengkapnyaNamanya diabadikan jadi nama rumah sakit hingga kampus di Jember.
Baca SelengkapnyaKedua pelaku sama-sama terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Baca SelengkapnyaAjarannya dianggap kontroversial, bahkan masih jadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaSetelah masa Perang Jawa, ia menikmati masa pensiun dengan kehidupan yang damai di Semarang hingga wafat pada tahun 1856.
Baca Selengkapnya