Juliari Divonis 12 Tahun, Ultimatum Hukuman Mati Koruptor Bansos Cuma Lips Service
Merdeka.com - Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang lontarkan ultimatum kepada semua pihak yang berani melakukan tindak pidana korupsi terkait anggaran penangan Covid-19. Dinilai hanyalah sebatas lips service atau layanan bibir, karena tidak sesuai dengan tindakannya.
Demikian hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yuris Rezha Kurniawan setelah vonis yang telah dijatuhkan kepada Mantan Mensos Juliari P Batubara dalam dugaan korupsi suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 hanyalah 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
"Soal pernyataan hukuman mati, memang hari KPK khususnya pimpinan lebih banyak lips service daripada menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi yang sesungguhnya," ujar Yuris saat dihubungi merdeka.com, Senin (23/8).
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Kenapa Marsekal Suryadi antikorupsi? Di tengah segala kesempatan, Suryadarma sama sekali tak tergoda untuk korupsi. Dia tak mau memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. Sang Marsekal dikenal sebagai orang yang jujur dan antikorupsi.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Mengapa Anas Urbaningrum menilai tudingan penjegalan capres tidak tepat? “Kalau terjegal karena tidak mampu melahirkan koalisi yang cukup, bukan penjegalan namanya,“ ucap Anas.
Pendapat tersebut disampaikan Yuris setelah melihat upaya dari lembaga antirasuah yang tidak kelihatan tindakan atau komitmen untuk berniat menjatuhkan hukuman seberat -beratnya kepada Juliari.
"Mereka mewacanakan hukuman mati bagi pelaku korupsi tapi sejak awal tidak memberikan konstruksi hukum yang mengarah ke situ. Artinya memang tidak ada komitmen yang serius," lanjutnya.
Padahal, kata Yuris dengan mengikuti kontruksi hukum yang tersusun pada dakwaan pertama pada Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP. Seharusnya jaksa dari KPK bisa menuntut hukuman lebih berat dari 11 tahun.
Sehingga bila tuntutan jaksa lebih berat atau mencapai batasan maksimalnya mencapai hukuman seumur hidup. Hal tersebut akan menjadi pertimbangan nantinya dalam putusan vonis majelis hakim kepada Mantan Politikus PDIP itu.
"Setidaknya jika kita tetap mengikuti konstruksi dakwaan yang dilakukan oleh KPK, maka hukuman maksimal yaitu seumur hidup," katanya.
Oleh sebab itu vonis yang hanya dijatuhkan 12 tahun penjara kepada Juliari, menurut Yuris tetap jauh dari rasa keadilan. Pasalnya tindakan Juliari telah melukai dan membuat masyarakat semakin susah disaat pandemi Covid-19.
"Vonis tersebut tetap belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Kita semua tahu korupsi yang dilakukan di tengah kondisi yang sulit dan susah. Bansos yang diharapkan menjadi penyambung hidup masyarakat justru menjadi bancakan," kata Yuris saat dihubungi, Senin (23/8).
"Meskipun putusan hakim sudah di atas tuntutan jaksa, tapi kita juga soroti bahwa sejak awal tuntutan itu terlalu rendah. Bahkan jika melihat proses pemeriksaan, beberapa pihak yang diduga terlibat juga tidak dijerat," lanjutnya.
Ultimatum Firli Soal Hukuman Mati
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan kepada semua pihak agar tak main-main dalam menggunakan anggaran terkait virus Corona yang menyebabkan Covid-19. Dia menyebut, penyalahgunaan anggaran bencana hukumannya adalah mati.
"Ingat, tindak korupsi yang dilakukan dalam suasana bencana ancaman hukumannya adalah pidana mati," katanya dalam webinar, Senin (27/7/2021).
Dia menegaskan, pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan pihaknya tidak akan berhenti karena pandemi Covid-19. Menurutnya, pemberantasan korupsi tak bisa dihalangi oleh apapun.
"Pada saat ini negara kita sedang dilanda pandemi Covid-19. Kami mengingatkan, KPK akan tegas dan terus berkomitmen memberantas korupsi," ujarnya.
Firli menerangkan, memberantas tindak pidana korupsi bukan sesuatu hal yang mudah. Meski demikian, memberantas korupsi bukan sesuatu yang tak bisa dilakukan.
"KPK akan tetap terus bekerja keras melakukan pemberantasan korupsi dengan melalui pendidikan masyarakat, pencegahan, dan penindakan yang tegas," tegasnya.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan Direktur Utama (Dirut) PDAM Makassar, Haris Yasin Limpo terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Dia dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Baca SelengkapnyaKejagung mengambil langkah hukum Kasasi karena hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya.
Baca SelengkapnyaBiaya restitusi itu dibacakan majelis hakim pada saat sidang putusan perkara penganiayaan berat dengan perencanaan dilakukan Mario Dandy terhadap David Ozora.
Baca Selengkapnya