Jurus kepiting Tan Malaka bikin pelajar di Belanda pingsan
Merdeka.com - Tan Malaka sekolah di Belanda tahun 1913 sampai 1919. Di sana, Tan tinggal bersama penduduk setempat dengan membayar sewa bulanan.
Namun, Tan tak hanya menetap di satu rumah tinggal saja. Dengan kondisi keuangan yang pas-pasan, Tan sempat beberapa kali pindah ke rumah sewa penduduk lain, salah satunya di sebuah villa kecil di Bussum yang dimiliki seorang eksportir berinisial D.
D adalah seorang Jerman yang ramah dan berprofesi sebagai pedagang. Sedangkan istrinya warga asli Belanda yang sabar dan lemah lembut.
-
Dimana Tan Malaka lahir? Lahir di Pandam Gadang, Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pertama penggagas wacana Republik Indonesia.
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Mengapa Tan Malaka menganggap penting pendidikan? 'Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.' Tan Malaka
-
Kenapa Tan Malaka menekankan pentingnya pendidikan? 'Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan.'
-
Bagaimana Tan Malaka berpendapat tentang Revolusi Indonesia? 'Revolusi Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagian yang terbesar menentang imperialisme Barat yang lalim ditambah lagi oleh dorongan kebencian bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang menggencet dan menghinakan mereka'.
-
Dimana Maladi bersekolah? Melansir dari berbagai sumber, Maladi menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsch School (HIS) di Yogyakarta.
"Tuan, Nyonya menerima dua pelajar Indo, seorang Tionghoa, lagi seorang Indonesia...," kata Tan Malaka dalam buku 'Dari Penjara ke Penjara Jilid I'.
Dari para pelajar tersebut, dua pelajar Indo bisa dibilang yang paling nakal. Keduanya dipindahkan dari Den Haag ke Bussum untuk mendapat suasa yang lebih baik di bawah pengawasan salah seorang pengawas Studiefonds Nederland bernama Fabius.
Dua pelajar Indo itu merupakan kakak beradik. Sang kakak bernama O.S dan adiknya bernama H.S. Meski anak orang berada, keduanya tak terlalu pintar di sekolah. Di usianya yang sudah mencapai 19 dan 18 tahun, keduanya hanya sanggup mendapat ijazah sekolah rendah saja.
"Di Bussum mereka masuk kursus malam buat boekhouding... pun dengan susah payah melanjutkannya, di mana kecerdasan mereka sangat rendah, kenakalan sangat memuncak. Mereka dipindahkan dari Den Haag itu lantaran melemparkan tantenya dari loteng ke bawah," kata Tan Malaka.
Kakak beradik itu memang terkenal begitu nakal. Saking nakalnya, Tan Malaka sempat nyaris menjadi korban. Saat itu, O.S pada malam kedua tinggal, tiba-tiba saja membelitkan tangannya di leher Tan Malaka dari belakang.
"Ini silat kepiting Lep (nama panggilan Tan)," kata O.S.
Rupanya O.S tak main-main. Tan Malaka sampai-sampai sulit untuk bernapas. Tan akhirnya mengeluarkan jurus silat andalan yang pernah dipelajarinya sewaktu di kampung dulu. Saat di kampung, selain belajar mengaji dan ilmu umum, Tan juga belajar ilmu silat. Hal itu sesuai dengan budaya yang berlaku di tanah Minang.
"Untunglah saya mendapat sedikit pusaka tentang silat kepiting itu. Yang kena sepit kepiting bukannya saya," kata Tan Malaka.
Akibat jurus yang dikeluarkan Tan, O.S pun jatuh pingsan. Namun, tak berapa lama O.S dapat disadarkan kembali.
Sejak saat itu, O.S sangat baik terhadap Tan Malaka. Namun, persoalan tak hanya dengan O.S. Tan juga berurusan dengan H.S.
Tan tak terima H.S menghina ibu pemilik rumah dengan kata-kata tak pantas. Saat Tan tengah membaca, dia mendengar H.S mencemooh ibu pemilik rumah dengan kata-kata bodoh dan goblok.
Tan sudah dua kali memperingatkan H.S agar tak menghina dan mencemooh ibu pemilik rumah. Namun, peringatan dari Tan rupanya tak dihiraukan H.S.
"Entah bagaimana jalannya saya meloncat dan dia terpelanting jatuh ke dinding. Semenjak itu di belakang saya dia menggelari saya De Tijger," kata Tan.
Begitulah Tan Malaka. Dia tak suka melihat orang direndahkan dan dizalimi. Di kemudian hari, dia lantas menjadi orang yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya yang dijajah oleh Belanda.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaPelajar SMP Madiun tak gentar melawan penjajah. Di tengah kesulitan yang dihadapi, mereka tetap berjuang
Baca SelengkapnyaAda sebuah jendela di bangunan tua itu yang harus tetap dibiarkan terbuka
Baca SelengkapnyaSekolah ini menjadi tonggak pendidikan di Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaProvinsi Sumatra Barat dulunya salah satu wilayah yang menjadi incaran Kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaDi kemudian hari, benteng itu berubah fungsi menjadi sekolah bagi calon militer
Baca SelengkapnyaSebelum menjadi sekolah seperti sekarang, SMPN 5 Bandung punya cerita sejarah kelam. Dulu pernah menjadi penjara bagi orang Belanda.
Baca SelengkapnyaPria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.
Baca Selengkapnya74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca Selengkapnya