Jurus maut kubu Jessica tuding rekaman CCTV Olivier direkayasa
Merdeka.com - Kubu Jessica Kumala Wongso menghadirkan saksi ahli digital forensik yakni Rismon Hasiholan Sianipar. Rismon merupakan Doktor Engineering di Universitas Yamaguchi Jepang.
Dia menganalisa rekaman CCTV di Kafe Olivier, tempat Wayan Mirna Salihin diracun dengan sianida. Sebelumnya barang bukti itu telah dianalisis oleh ahli digital forensik AKBP Muhamnad Nuh.
Rismon menduga CCTV telah dimodifikasi dengan cara tampering, salah satu teknik memodifikasi video secara ilegal. "Tampering adalah pemodifikasian ilegal dalam dunia digital yang ditujukan untuk tujuan tidak baik," ujar Rismon dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9).
-
Mengapa Ristya curiga dengan keterangan saksi? 'Satu kata aja sih, buat keterangan saksi 100 persen bohong,' kata Ristya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (2/9/2024).
-
Apa yang dilakukan Ristya saat persidangan? Ia duduk di kursi pengunjung yang terletak paling depan di sisi kanan majelis hakim. Dengan memegang bingkai foto cucunya, Ristya Aryuni sangat konsentrasi mengikuti proses persidangan.
-
Di mana pelaku mendapatkan video korban? 'Pada tanggal 11 Maret korban datang ke Subdit Siber Direktorat Krimsus Polda NTT untuk melakukan pengaduan. Setelah itu dilakukan penyelidikan dan ternyata tanggal 15 Maret ada kejadian lagi,' jelasnya, Rabu (3/4).
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Bagaimana video korban tersebar? Setelah handphone selesai diperbaiki, selang beberapa hari sejumlah rekaman video syur milik korban bersama seorang pria beredar di media sosial dan menjadi viral.
-
Apa yang diklaim video tersebut? Video tersebut mengandung narasi bahwa Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD bersama DPR membongkar kebusukan hakim MK saat pelaksanaan Pilpres.
Rismon mengaku analisis rekaman CCTV yang dilakukannya menggunakan beberapa video berbagai tayangan televisi yang diperoleh secara resmi oleh tim penasihat hukum Jessica. Sebab, jaksa penuntut (JPU) umum tidak memberikan salinan rekaman CCTV miliknya kepada kubu Jessica.
Pengujian beberapa rekaman CCTV dari Kompas TV, tvOne, iNews, dan BeritaSatu TV itu dilakukan frame demi frame yang menunjukkan beberapa event penting. Seperti menggaruk tangan, paha, dan beberapa event lain. Bagian-bagian inilah yang menurutnya dilakukan tampering.
"Kita bandingkan dari tvOne dan BeritaSatu seperti dugaan tampering yang kami analisis. (Hasilnya) tidak proporsionalnya jari telunjuk terdakwa Jessica. Di situ dapat dilihat yang diduga panjang jari telunjuk itu sampai ke badan tas," terang Rismon.
Rismon pun menunjukkan punggung tangan Jessica dalam video yang ditampilkan lewat proyektor. Kata dia ada bentuk tangan dan sebaran jari-jarinya terlalu melebar dan panjang seperti kuku nenek lampir.
"Ini kontur tangan seperti kuku nenek lampir. Sebaran jarinya sangat tidak inheren. Panjang jarinya bahkan sangat tidak natural," ucap Rismon.
Hasil analisis sebaran intensitas di sekitar tangan, kata Rismon menunjukkan pola atau tekstur wajah yang diklaim jari telunjuk rusak. Untuk itu dia menyatakan jari tangan Jessica memiliki panjang yang sama.
"Kontur jari juga ditemukan terlalu panjang ketika menggaruk tangan. Kelingking hampir sama dengan jari lainnya. Ini harus dibuktikan apakah benar di dunia nyata," jelas Rismon.
Rismon mengatakan ada perbedaan ukuran file CCTV kafe Olivier. Perbedaan ditemukan pada ukuran file sebenarnya dengan ukuran file CCTV kafe Olivier yang dibawa jaksa penuntut umum (JPU). File dengan ukuran berbeda itu ditampilkan ke tengah persidangan kasus pembunuhan Mirna.
"Kejanggalan pada analisis metadata pada BAP ( Berita Acara Pemeriksaan) saksi ahli Muhammad Nuh Al-Azhar. Untuk video ch_17_15.11-16.17.mp4. pada metadata tertera 98750 frame. Tetapi, saksi ahli menyebutkan pada BAP bahwa ditemukan 2707 frame. Kesalahan ini dapat menyebabkan keterangan dan analisa saksi ahli diragukan keabsahannya," papar Rismon di hadapan majelis hakim di ruang sidang Koesoemah Atmadja 1, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9).
Rismon memaparkan, frame rate video tersebut sebelum dipindah ke flash disk sebesar 25 fps dengan resolusi 1920 x 1080 piksel. Sementara pada video-video lainnya memiliki frame rate 10 fps dengan resolusi 960 x 576 piksel. Inilah yang menurutnya ada reduksi frame rate. Juga dimensi lebar serta panjang yang dapat menyebabkan hilangnya beberapa data.
"Bisa saja harusnya ada gambar apa, misalkan tangan atau apa, yang seharusnya ada, menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perbedaan resolusi frame dari CCTV dibanding dengan yang ada di flash disk mengindikasikan ada tindakan pemanipulasian data video," tandas Rismon.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Edi dipolisikan lantaran dianggap pelapor terlibat menghilangkan barang bukti rekaman CCTV kematian Mirna.
Baca SelengkapnyaJesscica Wongso keberatan jaksa penuntut umum sebagai termohon menghadirkan ahli untuk diperiksa.
Baca SelengkapnyaJessica sebelumnya mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) terkait kasus kematian Mirna Salihin.
Baca SelengkapnyaPenasihat hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan mengatakan, permohonan PK dilakukan karena pihaknya menemukan novum.
Baca SelengkapnyaPolda Sumut telah menetapkan tiga tersangka pembakaran rumah Rico Sempurna Pasaribu. Mereka adalah RAS, YT, dan B.
Baca SelengkapnyaPara korban juga mengalami luka bakar maksimal dengan tingkatan atau grade enam.
Baca SelengkapnyaRekaman CCTV tidak hanya memperlihatkan perubahan ekspresi wajah atau gerak-gerik tubuh Mario Dandy, tetapi ada eskalasi emosi yang signifikan.
Baca SelengkapnyaRekaman video detik-detik pelaku melakukan pembakaran rumah wartawan media daring tribrata.tv Rico Sempurna Pasaribu beredar di media sosial.
Baca Selengkapnya