Kabar Baik! Indonesia Segera Uji Coba Vaksin Corona ke Hewan
Merdeka.com - Lembaga Biomolekuler Eijkman memulai upaya pembuatan vaksin Covid-19, sesuai dengan yang disampaikan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menyatakan, saat ini Eijkman tengah memulai upaya pembuatan vaksin Covid-19. Hal itu disampaikan Bambang saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (3/5).
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio kepada merdeka.com menjelaskan bahwa pihaknya sampai saat ini masih terus membuat, meneliti, dan tengah mempersiapkan pengujian kepada hewan dalam waktu dekat ini.
"Kami Dalam Proses untuk membuat proses vaksin yang mewakili virus yang ada di Indonesia. Kita sekarang sudah memiliki beberapa genome dari virus yang sudah kita data input. Kita berharap kan dalam waktu dekat akan dapatkan model dari itu, kemudian setelah diperoleh kita lanjutkan kepada hewan. Ya, karena ini masih sangat awal," ujar Amin saat dihubungi, Selasa (12/5).
-
Kapan monyet tersebut diuji kembali? Mengutip Futurism, Kamis (17/10), enam bulan setelah transplantasi, monyet diuji kembali dan menunjukkan peningkatan penglihatan.
-
Bagaimana cara pemberian vaksin cacar monyet? Vaksin ini diberikan dalam dua dosis dengan interval empat minggu,' ujar Maxi.
-
Bagaimana cara peneliti menguji kemampuan monyet? Penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti yang menggunakan gambar kandidat untuk diuji pada tiga monyet rhesus.
-
Kapan kucing bisa divaksin? Kucing bisa disuntik vaksin pertama kali ketika berusia 12--14 minggu atau sekitar 3 bulan.
-
Bagaimana cara kerja vaksin kucing? Vaksin bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan melawan mikroorganisme tertentu seperti virus, bakteri, atau organisme menular lainnya.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
Dia menjelaskan, nanti urutan pengujiannya diawali dengan hewan yang kecil, lalu jika berhasil berlanjut ke yang lebih besar seperti monyet, kemudian baru diuji kepada manusia.
"Mungkin dalam dua sampai tiga bulan kedepan, ya artinya bisa dimurnikan lalu diujikan kepada hewan. Nantinya bisa diujikan ke hewan kecil, semisal hasilnya bagus kita ujikan lagi ke hewan yang lebih besar seperti monyet, jika berhasil baru kita uji kepada manusia," jelasnya.
Selain itu, dia juga mengatakan, kemungkinan akan muncul kelompok varian virus Corona baru khusus untuk Asia Tenggara.
"Kalau dikelompokkan artinya ada tiga whole genome sequence (WGS) ya itu adalah S,G, dan V, tiga sequence virus pertama yang kita submit itu tidak dalam yang S,G, dan V jadi mungkin ada kelompok baru. Ada kelompok baru dari asal Asia Tenggara mungkin," ungkapnya
"Kemungkinan, ya tapi ini masih sedikit jadi masih ditunggu hasil dari Indonesia bagian lainnya dan mungkin beberapa negara. Mungkin ada yang sama dengan yang di Indonesia, itu akan dianalisis lebih lanjut," tambahnya.
Target 12 Bulan
Prof Amin menegaskan, target 12 bulan baru sebatas uji laboratorium. Belum masuk kepada tahap klinis, ditambah produksi massal untuk masyarakat.
"Oh iya, ini (12 bulan) baru skala laboratorium. Oh itu belum itu harus dikembangkan dengan skala industri jika ingin dikembangkan, untuk bisa diuji ke manusia. Tetapi jika untuk diujikan ke hewan kan, kita tidak terlalu ada masalah keamanan dan sebagainya."
"Kalau di manusia itu kan harus di korporasi dengan formulasi lebih lanjut, produksinya lebih banyak, itu ya bedanya. Itu hanya industri yang bisa bikin, kalau laboratorium tidak bisa," jelasnya
"Ya, WHO saja memprediksi total sekitar 18 bulan, WHO perkirakan akhir tahun 2021 itu baru ada vaksin dan baru terlaksana. Tapi kita sebaiknya dan berupaya biar bisa lebih cepat. Ya, 12 bulan baru skala laboratorium," tambahnya.
Hambatan yang Dihadapi
Pembuatan vaksin virus bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi vaksin untuk virus Covid-19 di Indonesia. Amin menjelaskan, pihaknya mengalami kendala saat ini dalam proses pembuatan vaksin, karena pemesanan bahan baku reagen untuk vaksin terhambat.
"Ya utamanya reagennya kita masih impor, ya sekarang impor ke Indonesia kan terhambat karena transportasi berkurang dan negara lain juga banyak yang meminta," jelas Amin.
Menurutnya, pembatasan transportasi yang dilakukan berbagai negara mengakibatkan proses pemesanan menjadi lama. Biasanya, kata dia, untuk pemesanan bahan baku hanya membutuhkan seminggu sampai dua minggu sudah dapat, tetapi saat ini bisa sampai dua bulan.
"Jadi reagen, itu kan fungsinya untuk membuat produksi vaksin itu perlu berbagai reagen. Baik bahan kimia maupun bahan biologis itu kan semuanya impor. Dari macem-macem, ada yang dari Eropa, Singapura hingga Amerika," terangnya.
Saat ditanyakan terkait dana sekitar Rp 5 miliar yang didapat oleh Eijkman untuk melakukan penelitian vaksin Covid-19. Amin menjelaskan, pihaknya tengah berhemat dengan dana yang diberikan dari untuk proses penelitian vaksin.
"Tentunya nanti soal sudah masuk pengujian tahap uji klinis itu membutuhkan biaya yang sangat besar baru. Tapi kalau laboratorium ya besar juga, tetapi tidak sebesar memasuki tahap uji klinis," katanya.
"Dana, kalau dibilang cukup ya artinya kita masih perlu berhemat nantinya, artinya kita tidak bisa untuk jor-joran maka kita sesuaikan dengan anggaran yang ada," sambungnya.
Keuntungan Indonesia Produksi Vaksin
Amin menjelaskan, banyak keuntungan yang diperoleh apabila RI punya vaksi sendiri. Meskipun nantinya, pandemi Corona telah berlalu. Salah satunya, menghemat ekonomi dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat banyak.
"Kita tidak boleh tergantung pada luar negeri. Apalagi negara Indonesia itu kan sangat besar, sekitar 263 juta jiwa, nah kalau kita mesti mengimunisasi separuh saja kita katakan 150 juta orang dikalikan dua semisal satu orang dua kali suntik kita sudah membutuhkan 300 juta dosis. Dan itu harganya kan mahal, dan suplainya juga terbatas," terang Amin.
Dia menambahkan, belum lagi pembatasan pembelian yang dijatah oleh negara yang memproduksi vaksin tersebut, karena stok terbatas.
"Kalau kita cuma dikasih jatah 1000 per satu minggu juga, butuh berapa minggu untuk menyelesaikan sekitar 300 juta warga Indonesia. Ya, jadi sebagai negara yang berpenduduk sangat besar, tentunya harus punya kemampuan untuk itu," tutup Amin.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Produksi vaksin dalam negeri dianggap akan mampu mendorong ketahanan kesehatan nasional.
Baca SelengkapnyaVaksin flu universal bisa membantu mengatasi berbagai jenis flu dan mutasinya seperti Covid-19.
Baca SelengkapnyaSeorang ilmuwan asal Kyoto University dan Fikui University melakukan penelitian ini.
Baca SelengkapnyaIlmuwan di Jepang berhasil menggunakan sel punca manusia untuk memperbaiki retina monyet.
Baca SelengkapnyaTemuan dan hasil inovasi sejumlah warga negara Indonesia ini mendapatkan pengakuan ilmiah di kancah internasional.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Budi menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
Baca SelengkapnyaDinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi mulai memvaksin hewan-hewan pembawa virus rabies di wilayah pinggiran
Baca SelengkapnyaIntroduksi vaksin dengue bertujuan mencegah penyebaran demam berdarah.
Baca SelengkapnyaPemprov DKI terus berupaya mempertahankan Jakarta bebas rabies dan mencegah gigitan hewan penular virus rabies (GHPR).
Baca SelengkapnyaSepanjang 2023, Etana berhasil kembangkan produk bioteknologi dan vaksin.
Baca SelengkapnyaColossal Biosciences berhasil menciptakan sel induk gajah Asia, langkah kunci menuju kebangkitan spesies mammoth yang telah punah.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih tercatat 88 sejak tahun 2022 dan di tahun 2023 sempat naik, kemudian turun lagi pada tahun 2024.
Baca Selengkapnya