Kabar hujan abu Gunung Merapi dipastikan hoax
Merdeka.com - Netizen di Yogyakarta dihebohkan oleh berita yang beredar di media sosial tentang terjadinya hujan abu di Gunung Merapi, Sabtu (26/8). Berita yang yang dibagikan melalui grup Whatsapp dan disertai tautan berita dari salah satu portal online.
Beredarnya kabar hoax ini sempat membuat warga Yogyakarta kebingungan. Sebab, warga Yogyakarta sudah pernah mengalami hujan abu Gunung Kelud di tahun 2014 yang lalu. Terlebih tadi pagi cuaca di Yogyakarta memang diselimuti kabut.
Menanggapi beredarnya berita hujan abu, Kepala Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Kusdaryanto mengatakan kabar yang beredar tentang Gunung Merapi merupakan hoax. Tautan berita yang dicantumkan merupakan berita di tahun 2010 saat Gunung Merapi meletus.
-
Apa yang terjadi di Gunung Merapi? Gunung Merapi yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta mengalami 71 kali gempa guguran.
-
Kenapa modifikasi cuaca dilakukan di Yogyakarta? Kegiatan Operasi Modifikasi Cuaca dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan awan hujan pada periode transisi sebelum memasuki puncak musim kemarau sehingga bisa mengisi tampungan air atau waduk di daerah yang mengalami kekeringan.
-
Kapan puncak kemarau di Yogyakarta? Berdasarkan perkiraan BMKG Yogyakarta, musim kemarau di DIY bisa berlangsung hingga Bulan September.
-
Apa yang terjadi setelah gempa Jogja? Banyak warga yang mengalami luka dan langsung dibawa ke tanah lapang. Mereka dievakuasi dengan peralatan seadanya. Ada yang digotong dengan tandu, ada yang dibawa pakai becak, mesin pembajak sawah, dan tak sedikit yang digotong beramai-ramai.
-
Apa yang terjadi akibat dampak kemarau di Jateng? Dampak kemarau mulai terasa pada beberapa daerah di Jawa Tengah.
-
Kenapa Gunung Merapi dianggap keramat? Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini merupakan salah satu gunung keramat di Indonesia.
"Data dari alat pantau dan laporan dari tim peneliti di lapangan kondisi Merapi pagi ini statusnya normal. Tidak ada hujan abu," tegas Kusdaryanto saat dihubungi, Sabtu (26/8).
Kusdaryanto menjelaskan bahwa cuaca di Yogyakarta dan Sleman sebelah utara memang berkabut. Kabut ini disebabkan adanya angin kencang yang membawa kabut dari lereng Merapi dan tidak perlu dikhawatirkan.
"Kami mengimbau agar masyarakat tidak begitu saja percaya pada kabar yang beredar di media sosial. Masyarakat sebaiknya menunggu informasi dari BPPTKG. Biasanya jika ada perubahan aktivitas Gunung Merapi, BPPTKG akan langsung memberikan update lewat media sosial resmi milik BPPTKG," tutup Kusdaryanto. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan
Baca SelengkapnyaBelakangan ini media sosial dihebohkan dengan fenomena awan hujan yang disebut menghindari wilayah Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaJarak luncur awan panas guguran maksimum 3,5 kilometer ke arah Kali Krasak.
Baca SelengkapnyaGunung Merapi mengalami erupsi. Hujan abu melanda Boyolali dan Klaten
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaGunung Merapi kembali menunjukkan keaktifannya, Jumat (28/7) malam. Gunung di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu meluncurkan awan panas guguran sejauh 1,5 Km.
Baca SelengkapnyaPada siang hari, Minggu (21/1), awan panas yang muncul dari Gunung Merapi. Beberapa daerah di sekitaran Merapi terkena dampak hujan abu.
Baca SelengkapnyaGundukan yang diduga gunung berapi itu beberapa kali diunggah di media sosial dan diberi nama Bledug Kramesan.
Baca SelengkapnyaRupanya beberapa cerita ini membuat bukit itu disebut Gunung Bohong. Salah satunya dulu dikabarkan pernah pura-pura meletus.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diimbau untuk mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik serta mewaspadai bahaya lahar.
Baca SelengkapnyaGunung Merapi yang berada di DIY dan Jawa Tengah kembali mengeluarkan awan panas guguran.
Baca Selengkapnya