Kades akui Camat hingga Danramil terima duit tambang pasir liar
Merdeka.com - Sidang lanjutan kasus Salim Kancil, warga Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (3/3).
Seperti sidang-sidang sebelumnya, sidang agenda mendengar keterangan saksi ini, masih digelar di dua ruang, yaitu Ruang Cakra dan Candra.
Sidang di Ruang Candra diketuai Hakim Jihad Arkhanuddin, sedangkan di Ruang Cakra, masih diketuai Hakim Sigit Sutanto.
-
Bagaimana penipu menipu dengan nama Willie Salim? Salah satunya Akun Facebook yang mencatut nama Willie Salim, berisi konten bagi-bagi hadiah dengan beberapa persyaratan di antaranya, menuliskan nama kota asal, membagikan unggahan tersebut sebanyak 10 kali, serta melakukan tagging minimal lima teman dalam unggahan tersebut.
-
Kenapa penipu memanfaatkan kebaikan Willie Salim? Kebaikan dari Willie Salim ini sayangnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
-
Siapa yang disebut sebagai tersangka dalam kasus pertambangan? Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Siapa tersangka korupsi timah? Berikut daftar 16 tersangka korupsi tata niaga timah: 1. Harvey Moeis, perpanjangan tangan PT RBT2. Helena Lim, crazy rich PIK atau Manajer PT QSE3. Toni Tamsil (TT), pihak swasta4. Achmad Albani (AA) selaku Manager Operasional Tambang CV VIP dan PT MCM5. Tamron (TN) alias AN selaku Beneficial Ownership CV VIP dan PT MCM6. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017-20187. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah tahun 2016-2021 8. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP9. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang10. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang11. RI selaku Direktur Utama (Dirut) PT SBS12. BY selaku mantan Komisaris CV VIP13. RL selaku General Manager PT TIN14. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Business Development15. Suparta (SP) selaku Dirut PT Refined Bangka16. ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.
Di Ruang Candra, enam terdakwa dihadirkan untuk memberi keterangan, di antaranya Kades Hariyono, Mat Dasir, Harmoko dan terdakwa lainnya.
Pantauan merdeka.com, hakim anggota Efran Basuning terlihat mencecar beberapa pertanyaan kunci kepada empat terdakwa (dua terdakwa lainnya menunggu di kursi belakang).
Beberapa pertanyaan yang diajukan Hakim Efran Basuning diantara soal izin wisata di Desa Selok Awar Awar, peran Hariyono dan Mat Dasir di pertambangan pasir besi.
Hariono mengaku rutin menyetor uang hasil tambang pasir ke Muspika setempat. Meski begitu, dia pasang badan dengan mengatakan Camat, Kapolsek, dan Danramil tidak terlibat, tetap mendapat jatah Rp 1 juta per bulan dari hasil eksploitasi. Fulus itu diterima masing-masing Muspika sejak 2010.
"Uang diberikan tanpa permintaan apa-apa. Hanya kami jatah per bulan Rp 1 juta untuk Camat, Danramil, dan Kapolsek. Ya judulnya ngasih saja tidak ada permintaan apapun. Uang itu saya yang menyerahkan sendiri," kata Hariyono.
Hariyono juga merinci awal terjadinya penambangan pasir di desanya, yang akhirnya ditentang oleh Salim Kancil, Tosan dan warga lainnya.
Hakim juga meminta Hariyono untuk menjelaskan peran Muspika dalam kasus penambangan ilegal ini. "Pernah saya adakan rapat untuk membuat Desa Wisata. Pihak Muspika menyetujui, tapi tidak ada perintah melakukan eksploitasi penambangan pasir," ujar Hariyono berkelit.
Hariyono beralasan dia yang meminta pasir itu dikeruk, karena ada gundukan dan cekungan, makanya diratakan, dan hasil pengerukan pasirnya dijual.
Sementara itu, terdakwa Harmoko berdalih tidak ada pertambangan di Selok Awar Awar, melainkan Desa Wisata.
"Yang saya tahu izin pembuatan wisata, kalau izin pertambangan tidak ada, tapi izin wisata. Begini lho pak, ini kan untuk wisata, pasir itu, istilahnya pemerataan. Pasir yang lebih diratakan. Limbahnya (pasir yang lebih) diambil untuk danau wisata. Ada wisata, tiap hari ada kapal-kapal masuk ke sana," kata Harmoko.
Harmoko mengakui dia adalah operator alat-alat berat milik Robert. "Penarikan uang dilakukan Mat Dasir. Mat Dasir itu juga mengkoordinir di Perhutaninya," ucap Harmoko.
Kemudian, Hakim Efran bertanya ke Hariyono dan Mat Dasir. Namun, jawabannya berbelit-belit. Saat itu, hakim bertanya jumlah uang didapat dari hasil pengerukan pasir.
"Dapat kurang lebih 100 x 142 x 20 hari, kurang lebih segitu per tahunnya. Uangnya dibagi-bagi, ya ke Mat Dasir dan yang lain," jawab Hariyono yang bikin bingung hakim.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saksi mengatakan PT RBT membina penambang rakyat dan membayar ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
Baca SelengkapnyaAliran uang itu semula dari mantan Kepala Dinas Pertambangan Dan Energi Prov Bangka Belitung.
Baca SelengkapnyaKamaruddin Simanjuntak ditetapkan jadi tersangka kasus penyebaran berita bohong. Berikut profil lengkapnya.
Baca SelengkapnyaKorupsi Pengangkutan Batubara dengan Modus Tagihan Fiktif, Eks Kadishub Sumsel Didakwa Rp18 M
Baca SelengkapnyaRaimel Jesaja diduga menerima suap dari pengusaha tambang.
Baca Selengkapnya