Dampak Pandemi Covid-19: 'Kalau Pagi Hujan, Kami Tidak Punya Penghasilan'
Merdeka.com - Wabah penyakit akibat virus corona atau covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, mulai membawa dampak secara ekonomi. Tidak terkecuali, Sujono (40), warga Desa Pojok Sari Kabupaten Magetan.
Pria yang dalam kesehariannya berjualan cilok di kawasan Pondok Pesantren Temboro itu, kini tak memiliki lagi mata pencaharian gara-gara terjadi penyebaran corona di area pondok.
Alhasil, ia kini kebingungan mencari pendapatan di tengah wabah yang masih melanda tempatnya mencari uang. Padahal, kebutuhan perut untuk anak dan istrinya, tak bisa ditunda satu atau dua hari.
-
Kenapa Sidik berjualan cilok? Sidik mengungkapkan bahwa ia menjalani pekerjaan ini karena sepi job di dunia hiburan.
-
Siapa penjual cilok di Majalengka? Dengan ramah, pemilik lapak menyambut Irfan dan langsung melakukan transaksi.
-
Apa yang dibeli penjual cilok di Majalengka? Siang itu, Irfan datang ke sebuah lapak hewan kurban dengan membawa tas hitam lumayan besar. Dia kemudian menemui sang penjual untuk membeli seekor kambing untuk dikurbankan di hari raya Iduladha.
-
Kenapa pengrajin di Kampung Cikanyere membuat cobek dari kayu kelapa? Menurut Solih, cobek buatannya ini dia buat dari kayu kelapa yang banyak ditemukan di sekitar tempat tinggalnya.
-
Bagaimana cara penjual cilok di Majalengka mengumpulkan uang? Irfan mengaku jika pembelian hewan kurban ini menggunakan uang receh yang sudah dikumpulkannya senilai Rp2,5 juta. Memilih hewan kurban Dengan ramah pemilik lapak mempersilahkan penjual makanan itu memilih sendiri hewan kambingnya.
-
Kenapa penjual cilok itu menabung? Keinginan kuat untuk berbagi sudah dimantapkan Irfan sejak satu tahun lalu. Dia rela menabung sedikit demi sedikit agar bisa beribadah kurban untuk sang anak.
Susahnya mencari lapangan pekerjaan di tengah bencana nasional semacam ini pun, membuat Sujono harus memutar otak. Barang-barang yang dianggapnya masih berharga pun, terpaksa di-legonya.
Tak terkecuali, blender, alat satu-satunya yang selama ini turut membantunya membuat cilok. Lantaran hanya tinggal benda satu ini yang dianggapnya masih laku, ia pun terpaksa menjualnya.
Tak disangka, aksinya menjual blender bekas pakai miliknya ini malah viral di dunia maya. Sebab, tujuannya menjual blender agar dapat membeli beras ini justru mendapatkan respons simpatik dari para netizen.
Postingan itu pun sempat diunggah oleh akun Dendy Ardiyan P di grup Facebook Berita Magetan. Dalam postingannya akun Dendy memberikan tagline "Mohon dibantu Pemerintah Kabupaten Magetan tadi ada Bapak-bapak jual blender untuk makan keluarganya. Bapak-bapak berada di depan kantor kirim Sukomoro. Siapa saja yang bertemu bapak ini alangkah baiknya mengasih sedikit rezeki"
Sayangnya, postingan tersebut sudah ditutup komentarnya oleh admin Berita Magetan. Akan tetapi sudah mendapat like sebanyak 3.411.
"Itu (dalam video) memang saya, " ujarnya mengawali pembicaraan.
Dia mengaku terpaksa menjual blender miliknya di pinggir di Jalan Raya Magetan – Maospati karena sudah tak lagi memiliki uang untuk membeli beras. Sebab, sudah 3 bulan terakhir ini dirinya tak lagi bisa menjual cilok keliling di Pondok Pesantren Temboro karena covid 19.
"Sudah tidak mempunyai uang untuk beli beras. Barang yang bisa dijual ya hanya blender," ujarnya.
Usai tak lagi berjualan cilok yang disukai para santri Ponpes Al Fatah itu, ia sebenarnya tak berhenti untuk berusaha. Demi sekedar memenuhi kebutuhan perut, ia telah banting setir menjadi pencari kayu kering. Kayu-kayu yang didapatnya tersebut, lalu dijualnya untuk kayu bakar.
Jika beruntung dia bersama istrinya bisa mengumpulkan 2 ikat kayu yang akan dijual keliling kampung. "Kadang laku Rp 10 ribu kadang hanya Rp 5 ribu. Kalau dari pagi hujan, maka kami tidak mempunyai penghasilan," imbuhnya.
Beban di pundaknya itu tak berhenti hanya di keluarganya saja. Sebab, sang ibu yang kini tengah sakit, juga membutuhkan biaya untuk perawatan. Namun, lantaran tak mampu, ia pun hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini. "Ya mau bagaimana lagi," tegasnya.
Meski tergolong berpenghasilan rendah, Sujono mengaku hingga kini dirinya belum mendapatkan berbagai macam bantuan dari pemerintah. Padahal ia mendengar saat ini pemerintah memiliki banyak program bantuan untuk warga semacam dirinya.
"Saya belum dapat bantuan sama sekali," tegasnya.
Di tengah kesusahannya, Sujono pun berharap agar wabah ini cepat berakhir. Sebab, banyak warga lainnya yang juga kesusahan secara ekonomi seperti dirinya ini akibat pandemi corona.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Sumur-sumur sudah mengering, sehingga warga hanya bisa mendapatkan air dari dasar sungai,” Sunardi.
Baca SelengkapnyaSudah tiga bulan, ratusan warga Desa Sukagalih, Jonggol, Bogor terpaksa memenuhi kebutuhan air dengan mengandalkan aliran Sungai Cihoe.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kundisinya sangat tidak layak itu.
Baca SelengkapnyaArea persawahan di Jakarta tersebut terdampak kekeringan panjang
Baca SelengkapnyaWarga harus berjuang keras untuk mendapatkan air di tengah bencana kekeringan.
Baca SelengkapnyaProduksi abon miliknya saat ini mencapai 2 ton per hari.
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaCuaca ekstrem juga membuat petani udang rugi puluhan juta rupiah
Baca SelengkapnyaMengeringnya areal persawahan ini disebabkan oleh fenomena El Nino yang memicu musim kemarau panjang dan terlambatnya awal musim hujan.
Baca SelengkapnyaMomen haru penjual cilok saat diberi uang lebih oleh pembeli.
Baca SelengkapnyaSumur-sumur milik warga Desa Pabuaran mulai mengalami kekeringan. Warga pun terpaksa memanfaatkan aliran kali untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca Selengkapnya