Kapolri tak masalah jika kejaksaan tolak gabung Densus Antikorupsi
Merdeka.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku tak mempersoalkan jika Kejaksaan Agung tidak bersedia bergabung dalam Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Polri telah menyiapkan dua opsi terkait metode kerja Densus Tipikor.
"Dari kejaksaan tadi sudah sampaikan, mungkin tidak sependapat dilakukan satu atap. Enggak apa-apa. Ada opsi lain kan," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10).
Opsi pertama, yakni sistem penanganan korupsi satu atap antara Polri, Kejaksaan dan BPK. Tito menjelaskan, mekanisme kepemimpinan sistem satu atap bersifat kolektif kolegial. Dengan mekanisme ini, pengambilan keputusan tidak akan mengalami jalan buntu.
-
Bagaimana KPK dan Polri akan berkolaborasi? Kunjungan tersebut dalam rangka menandatangani kerja sama antara Polri dengan KPK terkait pemberantasan korupsi.
-
Kenapa Kejaksaan Agung diajak kerja sama? “IDSurvey berperan penting dalam memastikan mutu dan kuantitas barang dan jasa dalam perekonomian nasional sehingga berperan sebagai benteng ekonomi nasional. Kami turut berterima kasih atas kesediaan JAMDATUN untuk melakukan kerjasama dengan kami dalam melakukan pendampingan-pendampingan yang diperlukan,“
-
Bagaimana Kejaksaan Agung berperan dalam kerja sama ini? “Dalam usaha untuk membesarkan perusahaan dan berperan membangun perekonomian Indonesia perlu adanya bimbingan agar IDSurvey dapat melakukan aktivitas perusahaan sesuai dengan koridor-koridor regulasi yang berlaku. Tentunya IDSurvey berharap agar semua yang dikerjakan tidak menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku sehingga aktivitas bisnis dapat berjalan lancar,“
-
Siapa yang meminta kolaborasi KPK-Polri? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Kenapa KPK dan Polri harus berkolaborasi? Ini kerja sama dengan timing yang pas sekali, di mana KPK-Polri menunjukkan komitmen bersama mereka dalam agenda pemberantasan korupsi. Walaupun selama ini KPK dan Polri sudah bekerja sama cukup baik, tapi dengan ini, seharusnya pemberantasan korupsi bisa lebih garang dan terkoordinasi dengan lebih baik lagi
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
"Jadi kalau satu atap ada polisinya, ada jaksanya eselon I, satu lagi mungkin dari BPK, sehingga ganjil. Jadi kalau ngambil kebijakan enggak deadlock," terangnya.
Jika opsi pertama ditolak, Polri menyiapkan opsi kedua di mana Kejaksaan tidak perlu bergabung. Akan tetapi, Densus akan tetap bekerjasama dengan Satgas khusus penanganan korupsi di Kejaksaan.
"Nanti bermitra dengan Densus Tipikor. Sama dengan Densus 88 Antiteror. Di Jaksa ada satgas penuntutan terorisme. Sehingga sejak awal penyidikan sudah dikonsultasikan. Kita harapkan dengan mekanisme ini tidak ada bolak balik perkara," tukasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo kembali menegaskan instansinya menolak bergabung dalam satu atap bersama Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Prasetyo beralasan Kejaksaan telah memiliki satuan tugas khusus menangani kasus korupsi.
"Rasanya enggak perlu, sementara saya katakan itu. Yang pasti, kita sudah punya satgasus sendiri dan sudah lama," kata Prasetyo.
Prasetyo memastikan proses pelimpahan berkas perkara korupsi dari Polri akan berjalan lama karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bergabung ke Densus Tipikor. Menurut dia, wajar jika Polri harus bolak-balik melengkapi berkas perkara jika syarat formil dan materil belum lengkap.
"Sekarang gini, hasil kerja penyidik kan dinilai oleh JPU, jangan khawatir ada kesan bolak-balik. Karena nantinya hasil kerja penyidik itu yang mempertanggungjawabkan itu JPU," terangnya. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kehadiran Kortas diyakini akan semakin memperkuat kerjasama antar dua lembaga tersebut dalam memberangus kejahatan korupsi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaTito menyampaikan bahwa Polri tak bisa dipisahkan dari Presiden dan hal tersebut sudah menjadi kehendak reformasi.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Bantah Intimidasi KPK: Kalau Saya Kirim Batalyon Suruh Geruduk Itu Intervensi
Baca SelengkapnyaKejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi diduga terima suap Rp88,3 miliar.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sudah memanggil Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung St Burhanuddin.
Baca SelengkapnyaSehingga, Agung menegaskan tidak perlu bagi KPK memandang dalam operasi senyap atau OTT takut informasinya bocor.
Baca SelengkapnyaSandi tidak menjelaskan alasan dari motif penguntitan yang dilakukan Densus 88.
Baca SelengkapnyaKasus ini sudah bukan masalah pribadi, melainkan institusi Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaJokowi memanggil kepala kedua lembaga, Kapolri Listyo Sigit dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menjelaskan polemik tersebut
Baca SelengkapnyaKehadiran Kortas Tipidkor diharapkan bisa menjadi solusi dan jawaban atas kegelisan masyarakat terhadap kejahatan korupsi.
Baca SelengkapnyaRencana pembentukan Kortas nantinya bakal membantu lembaga antirasuah serta Korps Adhyaksa.
Baca Selengkapnya