Kasus Ferdy Sambo, Kompolnas Minta Norma Pimpinan Polri dan Bawahan jadi Evaluasi
Merdeka.com - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengimbau Polri untuk memetik pelajaran dari kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Kasus yang menjerat Irjen Ferdy Sambo dan sejumlah personel Polri itu merupakan titik balik perbaikan kepada seluruh jajarannya.
"Tentu yang menjadi kami dari pantauan, yang kami catat untuk perbaikan ke depan hubungan antara pimpinan dengan anggota polri sebagai bawahan itulah yang menjadi catatan kami," ucap Yusuf saat dihubungi, dikutip Minggu (28/8).
Menurut Yusuf, norma terkait atasan dan bawahan telah diatur dalam pasal 6 ayat 1 dan 2 huruf b Perpol 7 tahun 2022. Pada huruf a berbunyi setiap atasan wajib menunjukan keteladanan dan kepemimpinan yang melayani, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah serta menjamin kualitas kinerja bawahan dan kesatuan Polri.
-
Bagaimana Ferdy Sambo dipecat? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Kenapa Ferdy Sambo dipecat? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memecat Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Dimana Ferdy Sambo dipecat? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini:
-
Siapa yang dipecat? Dari tujuh orang tersebut, dua orang polisi dipecat positif mengonsumsi narkoba.
-
Siapa yang dipecat dari pekerjaannya? Pada 19 September, bank tersebut mengumumkan pemutusan hubungan kerja Shi dan pengeluaran dirinya dari Partai Komunis China setelah dilakukan penyelidikan terkait masalah tersebut, menurut laporan dari media China, Securities Times.
Sedangkan, pada ayat (2) huruf b, setiap bawahannya diperbolehkan menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan
"Norma sudah begitu jelas, ada norma larangan apa yang dilarang atasan terhadap bawahannya. Begitu juga bawahan, apa yang dilarang sebagai bawahan terhadap atasan yang salah satunya norma etika kelembagaan sebagai anggota polri," tuturnya.
"Itu kan salah satunya menolak perintah atasan apabila bertentangan dengan norma agama, hukum, dan asusila," tambah dia.
Lima Tersangka
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, polisi telah menetapkan sebanyak lima tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Sambo Kuwat Maruf.
Kemudian, 97 anggota Polri yang diduga terlibat pelanggaran etik dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J. Hasilnya, 35 orang diduga telah melanggar kode etik Polri.
18 anggota Polri yang terlibat masalah etik telah ditempatkan khusus. Sisanya masih dalam proses. Dua menjadi tersangka dalam laporan di Bareskrim.
Ferdy Sambo juga telah menjalani sidang etik atas kasus tersebut. Ferdy Sambo dipecat setelah dianggap melanggar kode etik profesi Polri, yakni tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Henri ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik PUSPOM TNI sebagai pihak yang berhak menetapkan status tersangka terhadap anggota TNI aktif.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.
Baca SelengkapnyaAnggota yang kala itu dijatuhkan sanksi etik karena terseret kasus Ferdy Sambo telah menjalani masa hukumnya
Baca SelengkapnyaKepala Kepolisian (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo kembali menerbitkan surat telegram No: ST/2750/XII/KEP/2023.
Baca SelengkapnyaPerpindahan tanggungjawab itu apabila bawahan tersebut menyelewengkan perintah atasan.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Laksamana Yudo Margono buka suara soal heboh kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca Selengkapnya"Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian."
Baca SelengkapnyaKapuspen TNI, Laksda Julius Widjojo buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Hendri diduga menerima suap sebesar Rp 88,3 m.
Baca Selengkapnya