Kasus Kebakaran Hutan, Pemerintah Didesak Jalankan Putusan Kasasi
Merdeka.com - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi pemerintah atas gugatan kasus kebakaran hutan di Kalimantan. Atas putusan itu, koalisi masyarakat peduli lingkungan mendesak pemerintah menjalankan putusan tersebut.
Arie Rompas, penggugat sekaligus aktivis dari Greenpeace Indonesia, mengingatkan pemerintah harus menunjukan sikap kooperatif terhadap putusan hukum.
"Kami sarankan bagaimana hal-hal yang sifatnya urgent hari ini harus segera dieksekusi. Seharusnya pemerintah menunjukan komitmen dan menjalankan putusan ini, karena kami yakin pemerintah patuh atas hukum," ujar Arie saat melakukan konferensi pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta, Minggu (21/7).
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan akibat kebakaran hutan? Penyelidikan mengenai satu di antara faktor kebakaran hutan adalah membakar lahan secara langsung oleh pemilik perusahaan sawit dengan tujuan pembukaan lahan baru.
-
Kenapa hutan di Klaten terbakar? AR berusaha melepas kail namun gagal. Ia pun kemudian membakar alang-alang di sekitar kail yang tersangkut agar kail mudah diambil. Namun pelaku lupa mematikan api sehingga api menyebar cepat dan menyebabkan hutan terbakar.
-
Kapan putusan Mahkamah Agung dijatuhkan? Kasasi kasus atas dua terdakwa yakni Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, kata Arif, diputus tanggal 14 Juni 2023.
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
-
Bagaimana PKS menanggapi putusan MK? Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap sengketa Pilpres 2024, bersifat final dan mengikat, meski tak sepenuhnya sesuai dengan harapan. Putusan tersebut harus kita hormati sekaligus menjadi penanda dari ujung perjuangan konstitusional kita di Pilpres tahun 2024.
Ia juga mengingatkan agar putusan kasasi tidak dianggap sebagai ajang menang atau kalah bagi pemerintah. Yang mana, jika kalah pemerintah akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Justru, ujar Arie, jika pemerintah melakukan PK sama saja mengkhianati amanat undang-undang dan aturan-aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Di tingkat peradilan pertama, pemerintah kalah di Pengadilan Negeri Palangkaraya. Langkah hukum kembali diambil di tingkat banding, lagi-lagi pemerintah kalah. Terakhir, pemerintah mengajukan kasasi ke MA, dan ditolak.
"Jangan sebatas melakukan PK, ini kemenangan pemerintah juga. Saat ini Kalimantan Tengah diselimuti kabut asap. Kami catat dari 1 Juli sampai 8 Juli ada 25 titik api dan kalau itu dibiarkan akan terus bertambah," tukasnya.
Adapun undang-undang yang belum dilaksanakan oleh pemerintah sekaligus menjadi materi gugatan adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang PPLH.
Pemerintah Diminta Tidak Alergi dengan Kata Kalah
Pemerintah masih mempertimbangkan langkah lanjutan usai Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi atas kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut pihaknya bisa saja mengajukan langkah upaya hukum terakhir, Peninjauan Kembali (PK).
Namun, wacana tersebut dikritisi oleh Riesqi Rahmadiansyah sebagai kuasa hukum penggugat. Ketimbang mengambil langkah hukum PK, pemerintah diminta melaksanakan putusan kasasi sebagaimana yang diperjuangkan oleh koalisi masyarakat peduli lingkungan.
"Pemerintah ini kami khawatir hanya alergi pada kata kalah. Jadi sebagai kuasa hukum, ini tidak ada yang kalah dan menang, ini kemenangan masyarakat dan pemerintah. Kami ingatkan, segera lakukan putusan eksekusi dan tidak usah langsung PK," kata Riesqi saat melakukan konferensi pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta, Minggu (21/7).
Selain itu, Riesqi mengatakan jika pemerintah melakukan PK adalah langkah kontradiktif yang mana saat putusan banding, sekitar 15 persen tuntutan mereka telah dijalankan oleh pemerintah. Sehingga menjadi pertanyaan bagi penggugat wacana langkah hukum tersebut pasca putusan kasasi MA.
"Ini aneh, apa yang mau diPK? Karena dari 26 tuntutan itu, 15 persen itu sudah dikerjakan pemerintah. Jadi kalau nanti sampai PK, yang15 persen ini mau dihilangin kerjanya apa gimana?" ujar Riesqi.
Riesqi bersama penggugat lainnya mendesak agar pemerintah fokus mengeksekusi putusan kasasi MA seperti mengumumkan pihak mana saja harus bertanggung jawab atas pemegang izin lahan terbakar yang dampaknya merambah ke negeri jiran Malaysia dan Singapura tersebut.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Putusan MA itu sekaligus menguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Baca SelengkapnyaMK mencatat hal disoal pemohon terhadap hasil penghitungan perolehan suara seharusnya disampaikan saat proses rekapitulasi.
Baca SelengkapnyaLahan milik perusahaan yang disegel luasnya mencapai ribuan hektare.
Baca SelengkapnyaBadan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU
Baca SelengkapnyaKarhutla di Kalsel kini menjadi prioritas penanganan semua pihak
Baca SelengkapnyaHaryono Umar mengatakan, eksaminasi perkara Mardani H Maming tak bisa hanya dengan asumsi atau pemikiran. Eksaminasi harus didukung minimal oleh dua alat bukti.
Baca SelengkapnyaJaksa punya waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi, dan menyusun memori kasasi, setelah sidang putusan.
Baca SelengkapnyaJokowi pun mengajak semua pihak untuk bersatu dan bekerja membangun Indonesia.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Rieke Diah Pitaloka mengingatkan putusan MK bersifat final serta memperoleh kekuatan hukum.
Baca SelengkapnyaMA menyatakan menolak kasasi KPK terkait mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael dalam kasus kasus gratifikasi dan TPPU
Baca SelengkapnyaPPP kecewa gugatan sengketa hasil Pileg 2024 ditolak MK.
Baca SelengkapnyaGugatan perdata lima eks staf khusus Gubernur Sulawesi Selatan terhadap dua media dan jurnalis di Makassar sebesar Rp700 miliar ditolak hakim PN Makassar.
Baca Selengkapnya