Kasus Pelecehan di Luwu Timur, LPSK Dorong Polri Fasilitasi Forensik Profesional
Merdeka.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mendorong kepolisian memfasilitasi pemeriksaan forensik yang netral dan profesional dalam mengatasi kasus dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
”Kami menemukan kesan ibu korban ragu terhadap hasil pemeriksaan visum et repertum dan visum et repertum psychiatricum yang telah dilakukan kepada korban sebanyak tiga kali, mulai dari pemeriksaan di Puskesmas Malili, hingga RS Bhayangkara Polda Makassar, Sulawesi Selatan,” katanya di Jakarta, Rabu (13/10).
Keraguan tersebut, menurut dia, salah satu pangkal persoalan dalam kasus dugaan pencabulan yang dialami oleh tiga anak di Luwu Timur. Persoalan tersebut berakhir dengan terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan (SKP2) pada 10 Desember 2019.
-
Siapa yang meminta polisi prioritaskan kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Kenapa pelaku melakukan pelecehan terhadap korban? Lebih lanjut, dia mengungkapkan AR sendiri tinggal sementara di rumah korban dan pelaku mengaku melakukan kekerasan seksual untuk kepuasan pribadi.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
-
Apa yang diminta polisi ke korban? Setelah itu, ia melaporkan peristiwa tersebut ke polsek terdekat. Beberapa hari kemudian, ia iseng melihat forum jual beli di media sosial Facebook. Tanpa sengaja, ia menemukan ada akun yang menjual motornya. Keesokan harinya, ia melaporkan hal itu ke Polsek. Namun, seusai membuat laporan, ia dimintai uang oleh anggota kepolisian untuk beli bensin dan makan.
Oleh karena itu, sebagai langkah penyelesaian, Edwin meminta kepolisian, dalam hal ini Bareskrim, untuk memfasilitasi pemeriksaan forensik yang dinilai netral.
Dia berpandangan, kepolisian dapat menawarkan pihak korban untuk memilih ahli forensik yang mereka nilai netral dan profesional. Pemeriksaan yang dilakukan berupa visum et repertum, visum et repertum psychiatricum, dan psikologi forensik.
“Yang perlu menjadi perhatian semua pihak, termasuk pihak korban, adalah semua pihak harus menganggap hasil pemeriksaan independen itu sebagai hasil yang final dan diterima semua pihak secara fair,” terangnya.
Pemeriksaan semacam ini, Edwin mengaku, pernah dirinya lakoni saat bertugas mengusut penyebab kematian Pendeta Yeremia di Intan Jaya, Papua, beberapa waktu lalu. Pihak keluarga menolak pemeriksaan jika dilakukan polisi dan lebih memilih ahli forensik lain yang dianggap netral.
“Pada saat itu polisi mengabulkan permintaan keluarga,” ungkapnya.
Dia menyatakan, LPSK telah mengikuti kasus ini sejak 2019 lalu. Secara runut, ia menyampaikan LPSK telah menerima permohonan perlindungan dari korban pada 27 Januari 2020.
LPSK memberikan respon dengan menurunkan tim investigasi ke Sulawesi Selatan tepat dua hari setelah LPSK menerima permohonan dari korban, yakni 29 januari 2020.
”Kami langsung menemui korban, ibu korban, berkoordinasi dengan penyidik di Polres Luwu Timur, dan menemui kuasa hukum korban di Kantor LBH Makassar, dan berkomunikasi dengan psikolog yang sempat lakukan asesmen psikologis kepada ketiga anak tersebut,” ujarnya seperti dilansir dari Antara.
Selanjutnya, LPSK secara mandiri melakukan pemeriksaan psikologi kepada korban dan ibu korban pada 19 Februari 2020 di Makassar.
Alasan pemeriksaan di Makassar atas permintaan ibu kakak-beradik yang kurang percaya dengan pemeriksaan psikologi di Luwu Timur.
Merujuk hasil pemeriksaan tersebut, LPSK mengabulkan permohonan perlindungan pada 13 April 2020 berupa Pemenuhan Hak Prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis.
Ia mengatakan bahwa, ketika itu, LPSK tetap bersikukuh memberikan perlindungan kepada korban meskipun penyelidikannya telah dihentikan.
”Melalui program PHP, LPSK terus memonitor perkembangan kasus dengan terus berkoordinasi dengan Polres Luwu Timur, melakukan audiensi dengan Kapolda Sulawesi Selatan, serta telah bertemu dengan wakil gubernur,” tutup Edwin.
Saat ini, lanjut dia, LPSK telah mendapatkan permohonan perlindungan kembali dari ibu dan tiga anak itu. Dasar permohonan ini akan ditindaklanjuti LPSK dengan berkoordinasi bersama Bareskrim Kepolisian Indonesia.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Visum et repertum psycriatrium dilakukan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Baca SelengkapnyaKubu Keluarga korban juga meminta agar dibentuknya tim khusus.
Baca SelengkapnyaDiperiksa Penyidik, Dua Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor UP Berharap Tersangka Segera Ditetapkan
Baca SelengkapnyaListyo meminta agar kasus tersebut ditangani hingga tuntas dan ditangani secara profesional dan transparan.
Baca SelengkapnyaDia tidak menampik hal itu dilakukan secara menyeluruh.
Baca SelengkapnyaJemput Bola, LPSK Tawarkan Perlindungan ke Saksi Kasus Pembunuhan Vina Cirebon
Baca SelengkapnyaETH tak bicara banyak. Dia buru-buru masuk ke ruang pemeriksaan didampingi kuasa hukumnya.
Baca SelengkapnyaSaat ini Polda Jabar telah melakukan pemeriksaan tes psikologi forensik terhadap Pegi Setiawan.
Baca Selengkapnya"Kita hargai, terkait dengan masukan kemudian kritik, bapak Kapolri juga selalu menekankan bahwa Polri tidak anti kritik," kata Trunoyudo
Baca SelengkapnyaFaizal mengatakan kliennya telah dicecar sebanyak 32 pertanyaan selama 3 jam.
Baca SelengkapnyaDirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjawab desakan agar ditetapkan tersangka kasus pemerasan SYL.
Baca SelengkapnyaPegi Setiawan menjalani pemeriksaan oleh tim psikologi selama dua hari pada akhir pekan lalu.
Baca Selengkapnya