Kasus Pencabulan di Luwu Timur, Pengacara Terlapor Anggap Diagnosa RS Bukan Visum
Merdeka.com - Mabes Polri telah mengumumkan sejumlah temuan sementara tim asistensi Bareskrim terkait kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak oleh ayah kandung di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Hasil temuan sementara tim asistensi Bareskrim Polri tersebut ditanggapi penasihat hukum terlapor.
Penasihat Hukum SA, Agus Melas mengaku pihaknya sudah melihat dan membaca konferensi pers Mabes Polri terkait asistensi dan asesmen sementara yang dilakukan Bareskrim dalam kasus yang menyeret kliennya. Ia mengaku kliennya sudah dimintai keterangan oleh tim asistensi Bareskrim Polri terkait kasus tersebut
"Jadi kami kemarin saya mendampingi klien dalam pengambilan keterangan dari tim Mabes Polri yang ada di Lutim. Tim yang melakukan asesmen dan itu juga sudah mengambil keterangan," kata Agus saat dihubungi merdeka.com melalui telepon, Rabu (13/10)
-
Siapa polisi yang melakukan pencabulan? Korban menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Oleh pelaku yang belakangan diketahui berinisial Brigpol AK diminta masuk ke sebuah ruangan.
-
Dimana polisi melakukan pencabulan? Korban menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Oleh pelaku yang belakangan diketahui berinisial Brigpol AK diminta masuk ke sebuah ruangan. Sementara dua temannya diminta menunggu di luar.
-
Siapa yang menjadi tersangka perundungan? Hasilnya dua orang siswa ditetapkan sebagai tersangka. Kedua tersangka merupakan kakak kelas korban.
-
Siapa saja yang menjadi tersangka? Chandrika Chika dan lima orang rekannya telah resmi dijadikan tersangka dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
-
Siapa yang meminta polisi prioritaskan kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Di mana kasus pencabulan pengasuh Ponpes terjadi? Kasus pencabulan kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini seorang pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar diduga mencabuli enam orang santriwati.
Terkait hasil keterangan di Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono, Agus menggarisbawahi terkait diagnosa pemeriksaan terhadap tiga korban oleh pelapor di Rumah Sakit Vale Soroako, Lutim. Agus menyayangkan jika diagnosa tersebut masuk dalam laporan tim asisten Bareskrim Polri.
"Kami garis bawahi di situ adalah terkait dengan adanya pemeriksaan dilakukan di RS Vale Sorowako yang dilakukan oleh pelapor. Bagi kami, itukan menurut pihak pelapor, bukan dalam proses penyelidikan lagi," tegasnya.
Ia menganggap pemeriksaan diagnosa dokter di RS Vale bukan merupakan visum. Ia menegaskan hasil diagnosa tersebut dilakukan oleh pelapor setelah polisi menutup penyelidikan pada tahun 2019 karena dianggap kurang cukup bukti.
"Itu kami menganggap bukan visum, karena visum adalah sesuatu yang dilakukan ketika ada pelaporan. Sementara secara hukum proses pelaporan pengaduan dugaan tindakan pencabulan anak ini sudah selesai dan dihentikan penyelidikannya sejak 2019," bebernya.
Ia pun berharap kepolisian tidak perlu menanggapi hasil diagnosa RS Vale tersebut. Jika diagnosa tersebut menjadi pembanding dengan hasil visum, kata Agus, hal tersebut tidak sebanding.
"Ini kan tidak bisa dilakukan serta merta dan hasilnya berbeda dengan visum kemarin dan dijadikan pembanding. Kami anggap itu tidak sebanding, kalau itu dijadikan pembanding," tegasnya.
Agus menambahkan dalam pemeriksaan ulang kliennya oleh tim asistensi Bareskrim Polri, pihaknya memberikan sejumlah dokumen dan foto terkait tiga anaknya. Tak hanya itu, kepolisian juga sudah mengambil dokumen terkait proses perceraian antara pelapor dan kliennya.
"Ada dokumen yang kami bawa, ada foto-foto. Tapi foto itu bukti yang dipegang klien kami tentang keadaan anaknya ketika diasuh dan dirawat ibunya. Tim Mabes Polri juga mengambil (dokumen) tentang proses perceraian kemarin," ucapnya.
Sebelumnya, Mabes Polri membeberkan sejumlah temuan Tim Audit Bareskrim terkait kasus dugaan pemerkosaan tiga anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri di Luwu Timur. Termasuk rekomendasi dokter dalam upaya pengungkapan kasus tersebut.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan, tim audit menemukan bahwa penyidik menerima surat pengaduan dari ibu ketiga anak diduga korban pemerkosaan pada 9 Oktober 2019. Hanya saja, bentuk laporannya adalah perkara pencabulan.
"Sekali lagi, dalam surat pengaduan tersebut saudari RS melaporkan diduga telah terjadi peristiwa perbuatan cabul. Jadi bukan perbuatan tindak pidana perkosaan seperti yang viral di medsos dan juga menjadi perbincangan di publik. Ini yang perlu kita ketahui bersama," tutur Rusdi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/10).
Menurutnya, tim juga menemukan pada 9 Oktober 2019, penyidik meminta hasil visum tiga anak ke Puskesmas Malili dan dikeluarkan 15 Oktober 2019 dengan ditandatangani dokter Nurul. Saat interview pada 11 Oktober 2021, dokter Nurul mengatakan bahwa tidak ada kelainan pada organ kelamin dan dubur korban.
"Fakta ketiga, pada tanggal 24 Oktober 2019 penyidik meminta visum et repertum ke RS Bhayangkara Makassar. Hasil Dari visum et repertum tersebut yang keluar pada tanggal 15 November 2019 yang ditandatangani oleh dokter Deni Mathius. Hasilnya adalah yang pertama tidak ada kelainan pada alat kelamin dan dubur, yang kedua perlukaan pada tubuh lain tidak ditemukan," jelas dia.
Kemudian, kata Rusdi, pada 31 Oktober 2019 ketiga anak tersebut diperiksa medis di RS Vale Sorowako dengan ditangani oleh dokter Imelda, spesialis anak. Hasil interview 11 Oktober 2021, dokter Imelda menyatakan terjadi peradangan di sekitar vagina dan dubur, sehingga, diberikan antibiotik dan parasetamol obat nyeri.
"Hasil interview disarankan kepada orang tua korban dan juga ke Tim Supervisi, agar dilakukan pemeriksaan lanjutan pada dokter spesialis kandungan. Ini masukan dari dokter Imelda untuk dapat memastikan perkara tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Tim Supervisi dan Asistensi Polri juga melakukan interview dengan petugas P2TP2A Pemda Luwu Timur yakni terhadap Yuleha dan Hirawati selaku pemberi assessmen dan konseling pada si ibu dan ketiga anaknya pada 8 Oktober 2019, 9 Oktober 2019, dan 15 Oktober 2019. Adapun hasil kesimpulannya tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut terhadap ayahnya.
Rusdi menyatakan, pihaknya pun rencananya menjalankan saran dokter Imelda yakni pemeriksaan dokter kandungan, demi mengetahui ada tidaknya tindak pidana pencabulan seperti dalam laporan ibu ketiga anak di bawah umur Luwu Timur. Prosesnya pun dipastikan dalam pendampingan si ibu dan pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.
"Disepakati oleh ibu korban bahwa pemeriksaan tersebut akan dilakukan di RS Vale Sorowako. Sekali lagi, RS ini merupakan pilihan dari ibu korban. Tetapi pada tanggal 12 Oktober 2021, sekarang ini, kesepakatan tersebut dibatalkan oleh ibu korban dan juga pengacaranya dengan alasan anak takut trauma," Rusdi menandaskan.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dugaan pencabulan Suami Wakil Bupati Labuhanbatu terjadi di rumah istri kedua FS pada 5 Juli 2023.
Baca SelengkapnyaAKBP Feri menjelaskan bahwa penanganan kasus ini berawal dari tindak lanjut laporan aduan dari pihak keluarga.
Baca SelengkapnyaSalah seorang tersangka kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang ditempatkan di rumah perlindungan.
Baca SelengkapnyaPenyidik yang telah mendapatkan adanya unsur pidana dalam tewasnya empat bocah inisial VN berusia 6 tahun, S 4 tahun, A 3 tahun, dan A 1 tahun.
Baca SelengkapnyaPolisi menyebut Lurah RU segera dipanggil untuk diperiksa.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum menegaskan korban tidak memiliki motivasi lain seperti yang disebut jenderal bintang dua itu.
Baca SelengkapnyaTiga personel Polres Tebo pun dipanggil Bidang Propam Polda Jambi setelah viralnya dugaan permintaan uang kepada orang tua korban perkosaan, LM (37).
Baca SelengkapnyaSementara itu, satu pelaku berinisial YS kini masih berstatus buronan.
Baca SelengkapnyaPemulihan psikologis dilakukan dengan koordinasi bersama Biro SDM Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaDiduga pengeroyokan terhadap V terkait laporan kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilakukan SU.
Baca SelengkapnyaSupriansa menyebut kasus tewasnya Bayu Adhitiyawan sangat janggal.
Baca SelengkapnyaPelaku adalah M (72) selalu pemilik pondok pesantren dan F (37) anaknya. Saat diminta keterangan, bapak-anak itu mengakui perbuatannya.
Baca Selengkapnya