Kaya energi, di Bintuni Papua Barat listrik cuma 12 jam saja
Merdeka.com - Persoalan pemerataan listrik atau elektrifikasi menjadi tantangan besar bagi PLN hingga kini. Di kota-kota besar, listrik dirasakan secara berlimpah oleh warganya. Namun, di wilayah pelosok yang jauh dari pembangkit, listrik menjadi barang mewah. Kegiatan perekonomian dan pelayanan publik pun turut terganggu.
Di Kalimantan dan Sumatera, seringkali kita mendengarkan keluhan masyarakat soal pemadaman bergilir. Nah, di Papua apalagi. Meski begitu, warga sepertinya sudah pasrah karena kondisi seperti itu berlangsung setiap hari dan sudah bertahun-tahun.
Di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat misalnya. Wilayah yang merupakan pecahan dari Kabupaten Manokwari 10 tahun yang lalu itu, listrik hanya menyala 12 jam saja.
-
Apa saja kesulitan warga Cinungku tanpa listrik? Masyarakat Kampung Cinungku mengeluhkan akses listrik yang belum bisa maksimal masuk ke kampungnya. Sehingga mereka kesulitan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
-
Kenapa listrik di Cinungku susah diakses? Kondisi ini tentu menyulitkan mereka, terutama bagi warga yang memiliki usaha rumahan karena listrik yang didapat dalam jumlah yang terbatas.'Kalau di sini mah keluhannya listrik, belum ada (maksimal) di sini. Jadi pusatnya jauh, belum ada tiang listrik di sini. Kalau dipakai buat usaha pakai mesin serut kayu, sanyo, suka nggak kuat,' kata warga bernama Abah Pendi, pembuat kusen pintu kayu.
-
Kenapa warga Kampung Cinungku butuh listrik? Warga Cinungku menginginkan listrik untuk menunjang pekerjaan mereka. 'Keluhannya listrik, pak, belum ada di sini mah. Jadi listrik maksudnya, itu kwh-nya pada jauh. Jadi saya kerja juga nggak kuat sama mesinnya. Apalagi sama sanyo, sama mesin saya,'
-
Gimana cara warga Kampung Cinungku minta listrik? Padahal, berkali-kali masyarakat sudah meminta kepada pemerintah untuk dibangunkan tiang listrik di kampung tersebut. Namun, sampai sekarang permintaan tersebut belum direspons.'Dulu juga saya ngajukan 10 (tiang listrik) tapi belum direspons sama pemerintah sampai sekarang. Tahun berapa saya ke sana sama warga ke sana mah lama,' lanut Pendi.
-
Bagaimana warga Lebak Jeunjing mendapatkan listrik? Satu Rumah hanya Bisa Pakai Satu Lampu Untuk listriknya sendiri kwhnya sangat kecil, sehingga sekitar 8 rumah harus dibagi alirannya. Ini yang membuat masing-masing rumah hanya bisa memakai satu lampu.
-
Siapa yang memanfaatkan energi listrik? Listrik telah menjadi salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
"Di sini, listrik hidup dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Siang tidak ada listrik," kata Basri, pendatang asal Sulawesi saat berbincang dengan merdeka.com awal pekan lalu.
Akibatnya, warga yang membutuhkan listrik, harus mengeluarkan uang untuk membeli genset. Harga per unitnya mulai dari Rp 5 jutaan hingga puluhan juta rupiah. Tergantung kebutuhan masing-masing. Untuk genset ukuran standar, warga Bintuni harus menyediakan 10 liter solar per hari tentu saja dengan harga yang mencapai Rp 9.000 per liter. Jika BBM sedang langka, solar bisa mencapai Rp 15.000 per liter.
Dengan kondisi seperti itu, warga Bintuni membiasakan diri memaksimalkan kegiatan yang menggunakan listrik di malam hari saja. Beberapa toko di Jalan Raya Bintuni memilih buka hingga larut malam. Tailor atau penjahit pun lebih banyak bekerja di malam hari. Namun bukan berarti malam hari bebas pemadaman. Sudah sering pemadaman bergilir terjadi. Bintuni pun gelap gulita.
Sementara di Kantor Penyuluhan, Pelayanan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) Teluk Bintuni, pelayanan kepada wajib pajak tetap dilakukan sesuai jam kerja.
"Kita punya genset, tapi tidak dinyalakan penuh siang hari. Jika ada kebutuhan saja kita pakai. Kita berhemat pakai genset," ujar Cornelius Imbiri, salah satu pegawai KP2KP Bintuni yang berbincang dengan merdeka.com.
Untuk berkas yang masuk dan pengolahan data, Cornelius mengatakan, sebagian besar diproses malam hari. Rata-rata setiap hari ada 10 sampai 20 wajib pajak yang dilayani. "Paling ramai sekitar tanggal 20 ke atas setiap bulan," ujar pria asli suku Serui ini.
Di Bintuni, sumber listrik saat ini berasal dari pembangkit milik PLN yang mengandalkan konsumsi BBM. Untuk menghemat pemakaian BBM maka aliran listrik cukup 12 jam saja setiap hari.
Ironis memang, padahal wilayah Bintuni kaya dengan sumber daya alam migas. Sejak zaman Belanda masih menduduki Papua, banyak sumur minyak yang berproduksi. Sebagian masih bertahan hingga kini. Belum lagi, potensi gas alam yang luar biasa yang sedang dieksplorasi oleh perusahaan raksasa asal Inggris, British Petroleum (BP).
Hingga akhir bulan Juni lalu, jaringan kabel transmisi listrik sedang disiapkan. BP berencana memasok listrik dari pembangkit yang menggunakan tenaga gas alam bagi warga Bintuni dan sekitarnya. Namun pemasangan jaringan hingga awal bulan Juli ini masih jauh dari kata selesai.
Warga Bintuni pun harus terus menunggu dan bersabar menikmati listrik di siang hari. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Untuk saat ini turbin tidak bisa beroperasi karena terkendala kemarau
Baca SelengkapnyaBahkan, listrik yang dikelola oleh Bumdes setempat adalah energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaSelain rutenya sulit dilalui, warga di kampung ujung ini hanya bisa memakai satu lampu untuk satu rumah.
Baca SelengkapnyaKampung ini dulunya sangat susah dijangkau padahal punya pemandangan eksotis yang menyihir mata.
Baca SelengkapnyaPemerintah waspadai dampak el nino pengaruhi suplai listrik di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSejak 1980-an, akhirnya masyarakat dapat dapat menikmati fasilitas listrik 24 jam.
Baca SelengkapnyaBeroperasi kabel laut sepanjang 1,16 kms ini membawa angin segar bagi pertumbuhan ekonomi warga di Pulau Buluh.
Baca SelengkapnyaDi era modern saat ini ternyata di Indonesia masih ada salah satu kawasan yang tidak dialiri listrik.
Baca SelengkapnyaGibran menganggap pemadaman bergilir yang bisa sampai 12 jam termasuk parah
Baca SelengkapnyaBerada di ujung Tasikmalaya, daerah tersebut nampak dikelilingi hutan belantara.
Baca SelengkapnyaPLN mengonfirmasi bahwa kondisi pasokan listrik hari ini di Tarakan memang defisit lantaran beban puncak berada di atas daya pasok.
Baca SelengkapnyaSejak 47 tahun yang lalu, warga setempat hanya menggunakan penerangan yang terbatas.
Baca Selengkapnya