Keadilan belum berpihak pada korban penggusuran di Denpasar Selatan
Merdeka.com - Sebuah tenda berukuran cukup besar, atapnya terlepas terkena terpaan angin kencang. Sehingga tenda yang biasa dijadikan tempat berkumpul para pengungsian warga Kampung Bugis, Serangan, Denpasar Selatan, untuk sementara tak bisa ditempati lagi.
Saat memasuki halaman pengungsian, terlihat tiga wanita ibu rumah tangga, sedang berbincang-bincang sambil duduk di kursi yang kian lapuk karena termakan waktu. Sedangkan ada sekitar lima bocah kecil sedang asyik bermain di depan tenda pengungsian yang berukuran 3x4 meter tanpa menghiraukan udara yang penuh debu.
"Atap tenda itu tadi kena angin kencang dan atapnya lepas, itu tenda biasanya buat pertemuan atau tempat ngaji dan kumpul," ucap Nur Hayati (45) salah satu warga pengungsi Kampung Bugis Serangan kepada merdeka.com, Jumat (11/5) sore.
-
Bagaimana angin kencang merusak rumah warga? 'Kebanyakan itu genteng mbak, jadi ada yang asbes. Kalau genteng sampai kabur kena putting beliung itu. Kalau korban Alhamdulillah tidak ada,' kata Heru Cahyono, Kepala Desa Watuagung, mengutip YouTube Liputan6 pada Jumat (12/1).
-
Benda apa yang tutupnya jadi tongkat dan bukanya jadi tenda? Jawaban: Payung
-
Apa yang rusak akibat gempa Batang? Gempa itu menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan.
-
Apa yang terjadi pada rumah warga di Ganting? Terjangan banjir bandang telah meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Ganting, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
-
Mengapa warga Demak mengungsi? Tercatat puluhan ribu warga harus mengungsi akibat banjir itu. Mereka harus menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman karena rumah-rumah mereka terendam air.
-
Mengapa rumah Genta Buana terbengkalai? Akses Masuk Telah Dipenuhi Semak Belukar Akses ke dalam rumah merah Genta Buana terhalangi oleh semak belukar yang tak terkendali. Saat Afdhal Yusman memasuki gerbang, dia harus menembus semak-semak yang tumbuh begitu lebat, bahkan setinggi dirinya.
Puluhan tenda di pengungsian ini sudah berdiri sekitar 1,5 tahun lalu. Para pengungsi bertahan dalam tenda berukuran cukup kecil tersebut, karena tak ada tempat untuk pindah, setelah menjadi korban penggusuran sejak Februari 2017.
Tercatat sekitar ada 50 KK dan 150 jiwa yang masih menempati tenda di atas lahan pinjaman dari Haji Mahmuludin, salah satu warga Kampung Bugis, Serangan.
"Kalau anak-anak alhamdulillah sehat, iya kadang sakit juga kalau cuacanya panas, iya harapan kami semoga dibantu tempat yang layak," harap Nur Hayati.
Selain itu, Nur Hayati juga mengeluhkan saat ini suaminya yang seorang nelayan sedang tak bisa melaut karena musim angin kencang sehingga harus menganggur. Apalagi setiap bulan ada tanggungan yang harus di bayarnya.
"Kalau musim seperti ini, kadang memberatkan harus bayar pulsa listrik, kadang ada yang kena Rp 200 ribu per tenda, ada yang Rp 75 ribu dan Rp 150 ribu, tergantung pemakaian. Kalau tak mampu bayar iya lampu mati dan tidak bisa tidur karena banyak nyamuk. Iya semoga ada bantuan," tuturnya.
Sementara, Ibu Agis (36) yang juga salah satu pengungsi Kampung Bugis Serangan masih sedih usai penggusuran tersebut. Apalagi, saat terjadi hujan yang membuat tendanya kebanjiran hingga harus pindah ke tenda yang tak terkena banjir.
Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari Ibu Agis mencari berbagai jenis kerang di laut untuk dijual ke pengepul agar bisa menyambung hidup.
"Iya masih sedih, anak-anak masih trauma. Kalau bapaknya sudah hampir seminggu tidak melaut karena musim angin," ucapnya.
Ibu Agis, juga mengungkapkan jika musim angin kencang, ia membantu suaminya mencari berbagai jenis kerang di laut ketika air laut sedang tidak surut. Namun itu pun tergantung orderan dari para pengepul kerang yang nantinya akan dijual ke restoran.
"Iya begini aja mau ngelakuin apa. Kalau cari kerang iya paling dapat Rp 50 ribu, kadang Rp 35 ribu, Iya kerjanya dari pagi sampai siang tergantung surut atau pasang airnya. Kadang dapat 3 kilogram dan paling banyak 5 kilogram. Perkilonya saya jual Rp 12 ribu. Itu pun kalau ada orderan, kalau tidak ada iya nganggur," ungkapnya sambil tersenyum.
Senasib sepenanggungan, hal itu juga dirasakan oleh Ishak (50), Bapak tiga anak ini, selama bertahan di pengungsian banyak sudah penderitaan yang dirasakan. Ishak bercerita di tenda pengungsian kadang banyak tikus dan bau kencing dan kotorannya juga tercium.
Selain itu, Ishak yang berprofesi nelayan mengaku sudah 10 hari tidak melaut karena angin sedang tidak bersahabat. Untuk mencukupi kebutuhannya ia juga mencari kerang ketika air laut sedang surut.
"Iya harapan saya ada tempat yang lebih layak, karena sudah hampir 2 tahun menderita. Kalau siang tidak bisa istirahat karena panas, apalagi bau kencing tikus," ucapnya.
Selain itu, Ishak juga merasakan beban hidup untuk membiayai pendidikan anak-anaknya yang masih kecil. Selain itu, dia baru saja mendapat cobaan karena istrinya terkena penyakit gagal ginjal dan jantung. Sehingga, harus dirawat ke rumah sakit dan mengutang saudara untuk membayar pengobatan.
"Istri saya terkena jantung sama ginjal, sekarang sudah baikan dan proses kontrol. Untuk biaya, di rumah sakit kena Rp 11.000.500. Iya uangnya dapat pinjam ke saudara dan di bayar nyicil," tutupnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengungsi ditertibkan itu tinggal di tenda yang dikhawatirkan membahayakan diri mereka, menimbulkan penyakit, dan mengganggu ketertiban.
Baca SelengkapnyaSebanyak 400 hangus terbakar dan 1.000 orang dilaporkan mengungsi imbas kebakaran di Penjaringan.
Baca SelengkapnyaTerjangan banjir bandang telah meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Ganting, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaJumlah pengungsi diperkirakan akan terus bertambah. Api belum berhasil dipadamkan.
Baca SelengkapnyaGempa susulan masih terus terjadi di perairan Tuban Utara atau dekat Kepulauan Bawean
Baca SelengkapnyaKebakaran permukiman padat itu telah padam. Beberapa warga kembali ke rumahnya untuk mengais barang-barang yang tersisa dari kebakaran.
Baca SelengkapnyaKampung Bulak Barat sempat direndam banjir hingga menutupi rumah-rumah warga
Baca SelengkapnyaMereka membangun tenda darurat tersebut karena wilayah pemukiman mereka kerap dilanda banjir hingga ketinggian 1,5 meter.
Baca SelengkapnyaBerbagai penyakit itu timbul setelah warga tidur di luar rumah selama beberapa hari terakhir.
Baca SelengkapnyaTebing yang longsor diperkirakan mencapai tinggi 50 meter.
Baca SelengkapnyaHeru juga ingin agar UNHCR memperhatikan kehidupan para pengungsi tersebut.
Baca SelengkapnyaSejumlah atribut dan logo parpol terlihat menampak diri di tempat pengungsian korban kebakaran Manggarai.
Baca Selengkapnya