Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kebijakan Pengurangan Angkutan Massal Berisiko Tambah Penularan Virus Corona

Kebijakan Pengurangan Angkutan Massal Berisiko Tambah Penularan Virus Corona Penumpang KRL di Stasiun Tanah Abang. ©Liputan6.com/Angga Yuniar

Merdeka.com - Fenomena kepadatan penumpang moda angkutan massal kembali terjadi ketika Indonesia menjalankan langkah 'wajib jaga jarak' (social distancing) karena pandemi virus corona. Kali ini, fenomena kepadatan terpantau di commuter line (KRL). Sebelumnya juga terjadi kepadatan dan gagal social-distance di angkutan BRT TransJakarta (TJ) dan MRTJ.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengatakan, penumpukan pengguna (penumpang) Bus TransJakarta dan Kereta MRT dikarenakan pengurangan jam operasi dan pengurangan sarana bus dan kereta yang dioperasikan. Sementara kepadatan di KRL, dikarenakan PT KCI melaksanakan penyesuaian waktu operasional KRL.

Lewat kebijakan tersebut, jam operasional seluruh lintas/rute KRL adalah mulai pukul 06.00 hingga 20.00 WIB. KCI mengoperasikan 713 perjalanan KRL Jabodetabek dari normal 991 perjalanan dan waktu pukul 04.00 hingga 24.00 WIB. Terdapat pengurangan sebanyak 29 persen perjalanan KRL. Headway KRL juga lebih panjang yakni 10 sampai 15 menit dari sebelumnya 5 sampai 10 menit.

Orang lain juga bertanya?

Menurut dia, membludaknya pengguna KRL ini sangat logis. Karena penumpang yang biasanya berangkat jam 04.00 pagi, kini harus berkumpul jam 06.00.

"Otomatis terjadi penumpukan di peron dan di perjalanan kereta, dan jadwal perjalanan juga berkurang dengan headway juga bertambah lama membuat kondisi tidak nyaman, baik secara keselamatan dan secara kesehatan dalam mengurangi virus," kata dia, kepada Merdeka.com, Senin (23/3).

Dia menilai, sangat ironis apabila perjalanan angkutan umum dikurangi, namun pekerja formal masih tetap bekerja terutama bagi pengguna KRL dari jauh, seperti Bogor dan terjauh Rangkasbitung. Sebab sekitar 99 persen dari mereka menggunakan sarana rail base (KRL) apabila akan bekerja di DKI Jakarta.

"Karena dari Rangkasbitung tidak ada jalan tol," jelas Deddy.

Sebagaimana diketahui kebijakan pengurangan jam perjalanan tersebut kemudian dibatalkan PT KCI. Mulai pukul 15.00 WIB tadi layanan KRL kembali normal sampai pukul 24.00 WIB. Tentunya setelah melihat kepadatan luar biasa di stasiun dan perjalanan kereta, sehingga bisa dikatakan social-distance yang diharapkan pemerintah gagal total hari ini.

Dia menjelaskan, menurut National Health Service, seseorang bisa tertular jika kontak selama lebih dari 15 menit dan berada dalam jarak 2 meter dari orang yang terinfeksi. Sementara dalam SPM (standar Pelayanan Minimal) KA kepadatan penumpang diizinkan dalam area 1 meter persegi boleh terisi 6 orang.

"Barangkali bila melihat kejadian tadi pagi 1 meter persegi bisa tersisi lebih dari 6 orang. Sehingga kejadian tadi pagi ini di KRL sangat rentan terkena infeksi virus," ungkapnya.

Deddy memandang, persoalan ini akibat kebijakan trial and error yang gagal untuk mengurangi angkutan massal. Apalagi bila tidak ada sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir secara makro. "Artinya masih sangat berbahaya metode trial and error apabila masih dipaksakan oleh pemerintah bila tanpa didukung oleh data-data yang signifikan," ujar dia.

Virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang memicu penyakit Covid-19 saat ini, lanjut dia, telah menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Jika melihat data terakhir, terdapat 579 orang terkonfirmasi positif Covid-19, sembuh 30 orang dan meninggal 49 orang. Angka tentu harus diwaspadai. Sebab jika melihat angka kematian, Indonesia termasuk tertinggi.

Dia pun menyebut, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penyebaran virus apapun bisa terjadi salah satunya di angkutan umum. Meskipun hingga saat ini belum ada penelitian resmi berapa persen penyebaran virus melalui angkutan umum massal.

"Tapi apabila kita berkaca dengan kejadian Italia, lebih dari 4.800 orang telah meninggal karena virus corona dari lebih dari 53.000 orang terinfeksi oleh karena angkutan massal di Milan masih berjalan normal," tegas dia.

"Kalau melihat persentase di atas Indonesia tertinggi dari kematian corona, tentunya semua stakeholder harus berpikir keras lagi untuk tidak meniru kejadian di Italia yang masih sangat bebas berinteraksi sosial di angkutan umum," imbuhnya.

Dia memandang amat tepat jika untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 salah satunya dengan mengurangi perjalanan angkutan umum. Bahkan menutup angkutan umum sama sekali.

"Istilah populernya lockdown yang dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan disebutkan karantina suatu wilayah yang luas atau pembatasan social dalam skala besar," ujar dia.

Sebaliknya, apabila tidak ada karantina wilayah dan angkutan umum tidak bisa ditutup bahkan dibatasi, pemerintah wajib menyediakan angkutan umum sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang berlaku. Pemerintah juga diminta membuat kebijakan yang berbasis data.

Dalam konteks angkutan umum, Pemerintah akan berhasil mengurangi jumlah perjalanan apabila didukung minimal data-data peak-hour, rush-hour pengguna dan asal-tujuan (OD) pengguna angkutan umum yang masih bekerja.

"Tanpa data-data tersebut mustahil bisa tercipta social-distancing yang nyaman," terang dia.

Apabila tidak ada kebijakan karantina wilayah (lockdown), pemerintah hanya bisa memberi saran atau mengimbau masyarakat untuk bekerja di rumah. Imbauan itu tidak akan berhasil apabila sektor swasta masih aktif bekerja karena pemerintah tidak punya hak melarang bekerja apabila perkantoran masih aktif normal.

Namun demikian, dia mengakui beban berat juga bagi pemerintah bila ingin menghentikan angkutan umum otomatis dan memaksa perkantoran tutup. Sebab ada konsekuensi logis biaya sosial dari pemerintah untuk memberikan insentif bagi pekerja formal dan informal yang tiap hari bekerja untuk menyambung hidup.

"Sekali lagi mohon pemerintah tidak lagi membuat kebijakan trial and error untuk mengurangi angkutan umum massal yang akan berakibat blunder yang akan menambah virus bukan lagi mengurangi/menghambat virus," ujar dia.

Saat ini di Wilayah Jabodetabek, Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek (BPTJ) telah meminta masyarakat untuk melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus. Mulai dari pengukuran suhu tubuh calon penumpang, penyediaan hand sanitizer meningkatkan kebersihan hingga melakukan koordinasi dengan fasilitas-fasilitas kesehatan terdekat. Komunikasi intensif untuk menjaga kebersihan di terminal, pelabuhan, stasiun, bandara dan fasilitas transportasi umum harus terus dilakukan dengan cara yang konsisten, terarah dan terukur.

"Tepat memang kita tidak harus panik, akan tetapi selalu tetap waspada. Namun kewaspadan ini akan berhasil apabila didukung oleh social distance yang standar dalam area angkutan umum kita," tandasnya.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia

Masyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.

Baca Selengkapnya
Akhirnya Penumpang MRT Bebas Masker
Akhirnya Penumpang MRT Bebas Masker

Pengguna Mass Rapid Transit (MRT) kini dibebaskan untuk tidak menggunakan masker.

Baca Selengkapnya
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun

Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Baca Selengkapnya
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan

Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Kemenkes Minta WNI Tunda Perjalanan ke Luar Negeri
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Kemenkes Minta WNI Tunda Perjalanan ke Luar Negeri

Kasus Covid-19 di Singapura melonjak drastis. Indonesia mulai waspada.

Baca Selengkapnya
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI

Saat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster
Kasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster

Terkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.

Baca Selengkapnya
Antisipasi Lonjakan Covid-19 Jelang Libur Akhir Tahun, Kemenkes Minta Masyarakat Lengkapi Vaksinasi
Antisipasi Lonjakan Covid-19 Jelang Libur Akhir Tahun, Kemenkes Minta Masyarakat Lengkapi Vaksinasi

Imbauan ini untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.

Baca Selengkapnya
Didominasi Varian JN.1, Begini Situasi Covid-19 di Indonesia
Didominasi Varian JN.1, Begini Situasi Covid-19 di Indonesia

Kasus Covid-19 di Indonesia kembali meningkat. Kenaikan terjadi sejak dua pekan terakhir saat Singapura dihantam lagi badai Covid-19.

Baca Selengkapnya
Penumpang KRL Akhirnya Bisa 'Bernapas'
Penumpang KRL Akhirnya Bisa 'Bernapas'

Pemerintah resmi mencabut aturan menggunakan masker

Baca Selengkapnya
Penyakit yang dapat Dicegah dengan Masker, Salah Satunya yang Sebabkan Pneumonia
Penyakit yang dapat Dicegah dengan Masker, Salah Satunya yang Sebabkan Pneumonia

Menggunakan masker adalah langkah pencegahan, bukan hanya untuk COVID-19, tapi juga berbagai macam virus lainnya.

Baca Selengkapnya