Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kejagung Siap Banding Vonis PTUN soal Tragedi Semanggi: Banyak Aturan Diabaikan

Kejagung Siap Banding Vonis PTUN soal Tragedi Semanggi: Banyak Aturan Diabaikan Tabur Bunga Peringati 21 Tahun Tragedi Semanggi. ©2019 Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Kejaksaaan Agung (Kejagung) menyatakan siap banding terkait vonis Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta terhadap Jaksa Agung terkait Tragedi Semanggi I dan II. Jamdatun Kejagung Ferry Wibisono mengatakan hakim PTUN salah menilai pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat kerja dengan DPR.

"Kami berpandangan tindakan ucapan tersebut bukan kategori tindakan pemerintah dalam kategori penyelenggaraan pemerintahan," tutur Ferry di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/11).

Ferry menyebut, tindakan Jaksa Agung dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di antaranya terkait penanganan perkara, tindakan memproses penanganan perkara, tindakan tahapan proses penanganan perkara, baik itu P19, P21, atau mengembalikan berkas perkara. Sementara ucapan Jaksa Agung dalam rapat DPR adalah pemberian informasi.

Orang lain juga bertanya?

"Ucapan yang disampaikan dalam rapat komisi, rapat kerja DPR RI, tidak masuk dalam kategori tindakan pemerintahan sebagaimana Pasal 1 Angka 1 Perma 2 Tahun 2019," jelas dia.

Kemudian, Hakim PTUN dinilai mengabaikan sejauh mana kepentingan pihak penggugat dalam mengajukan objek perkara. Padahal, faktor kepentingan menjadi hal esensial dalam gugatan perkara, baik perdata, PTUN, hingga uji materil di MA dan MK.

"Tanpa ada suatu kepentingan, maka hakim akan menolak karena yang bersangkutan tidak punya kepentingan terkait objek daripada sengketa tersebut," kata Ferry.

Namun, kepentingan dari pihak penggugat sebenarnya adalah terkait penuntasan penanganan kasus pelanggaran HAM Tragedi Semanggi. Kepentingan itu beda substansi dengan pernyataan Jaksa Agung dalam rapat DPR yang dijadikan sebagai objek sengketa.

"Sehingga di sini Hakim PTUN DKI Jakarta mencampuradukkan ini, padahal ini spesifik, bahwa faktor kepentingan menjadi parameter gugatan diperiksa atau tidak," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Ferry, suatu tindakan pemerintah bisa diperiksa dalam perkara hukum dengan melalui sejumlah tahapan. Mulai dari adanya keberatan, melakukan banding administrasi, jangka waktu untuk melakukan gugatan pun ada batas waktu usai banding.

Sementara penggugat mendalilkan keberatan atas pernyataan Jaksa Agung dan langsung membuat surat terbuka ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan isi meminta dilanjutkannya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.

"Sedangkan dalam ketentuan yang berlaku di UU Administrasi Pemerintahan, banding administrasi tersebut harus diajukan tertulis kepada atasan pejabat. Atasan Jaksa Agung adalah Presiden, tapi yang disampaikan adalah surat terbuka kepada Presiden agar menindaklanjuti kasus Pelanggaran HAM berat. Bukan berkaitan dengan ucapan Jaksa Agung," beber Ferry.

Selain itu, Hakim PTUN juga dinilai mengabaikan adanya alat bukti dari saksi ahli yang menjelaskan bahwa surat terbuka tidak bisa dikategorikan sebagai banding administrasi. Termasuk juga lalai dalam memeriksa alat bukti berupa rekaman video berisikan pernyataan Jaksa Agung yang menjadi kalimat tersebut merupakan objek gugatan.

"Dalam video, Jaksa Agung tidak pernah menyatakan kalimat 'Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti, dan seterusnya'. Tidak ada kalimat ini, sementara kalimat ini menjadi objek sengketa. Dalam putusannya, ada kalimat ini, padahal dalam rekaman, Jaksa Agung tidak pernah menyatakan kalimat ini dalam tanya jawab. PTUN Jakarta telah mengabaikan bukti rekaman rapat kerja ini. Padahal ini rekaman nyata apa yang terjadi," Ferry menandaskan.

Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta memvonis Jaksa Agung ST Burhanuddin bersalah atas pernyataannya terkait tragedi Semanggi I dan II.

Ketua hakim sidang Andi Muh Ali Rahman menyatakan, bahwa Burhanuddin melawan hukum atas pernyataan yang disampaikan dalam rapat dengan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020.

"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020 adalah perbuatan hukum oleh badan dan/pejabat pemerintahan," kata Andi dalam amar putusannya, seperti dikutip dari situs resmi PTUN DKI, Rabu (4/11).

Selain itu, lanjut Andi, Burhanuddin atau lembaganya sebagai tergugat, juga diwajibkan membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II. Andi menegaskan, pernyataan harus dibuat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

"Pernyataan dibuat dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya," tegas Andi.

Terakhir, putusan juga membebani tergugat dengan membayar biaya perkara Rp285.000.

Berikut perkataan Burhanuddin yang membuatnya divonis bersalah oleh PTUN DKI:

Peristiwa Semanggi I dan II sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti, karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Reporter: Nanda PerdanaSumber : Liputan6.com

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Kejagung Bongkar Prosedur Tak Dijalankan Polisi Bikin Pegi Menang Praperadilan
VIDEO: Kejagung Bongkar Prosedur Tak Dijalankan Polisi Bikin Pegi Menang Praperadilan

Menurut Harli, secara prosedural hakim telah mengabulkan seluruh gugatan praperadilan Pegi setiawan

Baca Selengkapnya
Praperadilan Bebaskan Pegi Setiawan, Kejagung Nilai Ada Prosedur yang Tidak Dijalankan Polisi
Praperadilan Bebaskan Pegi Setiawan, Kejagung Nilai Ada Prosedur yang Tidak Dijalankan Polisi

Jika nantinya pihak kepolisian menyerahkan kembali ke kejaksaan, berkas tersebut pun tetap akan ditolak.

Baca Selengkapnya
Ini Catatan Kompolnas Usai Polda Jabar Kalah Lawan Pegi di Sidang Praperadilan
Ini Catatan Kompolnas Usai Polda Jabar Kalah Lawan Pegi di Sidang Praperadilan

Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan terus mengawal proses penyidikan hingga gelar perkara dan persidangan.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Nada Tinggi, Jaksa Agung Ancam Pegawai Langgar Aturan
VIDEO: Nada Tinggi, Jaksa Agung Ancam Pegawai Langgar Aturan "Kalian yang Saya Tindak!"

Burhanuddin menegaskan, bagi pegawai Kejati dan Kejari yang melanggar hukum, langsung ditindak tegas.

Baca Selengkapnya
Disurati Kubu Pegi Setiawan, Ini Perintah Kejagung untuk Jaksa di Daerah yang Tangani Kasus
Disurati Kubu Pegi Setiawan, Ini Perintah Kejagung untuk Jaksa di Daerah yang Tangani Kasus

Jaksa memang harus melakukan penelitian terhadap berkas perkara tersangka.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Janji Kejagung Beri Atensi Jaksa Periksa Berkas Pegi Kasus Vina Cirebon
VIDEO: Janji Kejagung Beri Atensi Jaksa Periksa Berkas Pegi Kasus Vina Cirebon

Menurut Harli, kasus pembunuhan Vina dan Eky harus ditangani secara profesional

Baca Selengkapnya
DPR Sentil Polisi soal Kasus Pegi Setiawan: Jangan Lagi Rakyat jadi Kambing Hitam
DPR Sentil Polisi soal Kasus Pegi Setiawan: Jangan Lagi Rakyat jadi Kambing Hitam

Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mengingatkan Polri agar tidak asal tangkap seperti kasus Pegi Setiawan.

Baca Selengkapnya
KY Pelototi Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Ternyata Ini Tujuannya
KY Pelototi Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Ternyata Ini Tujuannya

Dalam persidangan perdana Pegi pada 24 Juni dan ditunda 1 Juli 2024, KY sudah melakukan pemantauan perkara

Baca Selengkapnya