Kejagung Siap Banding Vonis PTUN soal Tragedi Semanggi: Banyak Aturan Diabaikan
Merdeka.com - Kejaksaaan Agung (Kejagung) menyatakan siap banding terkait vonis Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta terhadap Jaksa Agung terkait Tragedi Semanggi I dan II. Jamdatun Kejagung Ferry Wibisono mengatakan hakim PTUN salah menilai pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat kerja dengan DPR.
"Kami berpandangan tindakan ucapan tersebut bukan kategori tindakan pemerintah dalam kategori penyelenggaraan pemerintahan," tutur Ferry di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/11).
Ferry menyebut, tindakan Jaksa Agung dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di antaranya terkait penanganan perkara, tindakan memproses penanganan perkara, tindakan tahapan proses penanganan perkara, baik itu P19, P21, atau mengembalikan berkas perkara. Sementara ucapan Jaksa Agung dalam rapat DPR adalah pemberian informasi.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung berperan dalam kerja sama ini? “Dalam usaha untuk membesarkan perusahaan dan berperan membangun perekonomian Indonesia perlu adanya bimbingan agar IDSurvey dapat melakukan aktivitas perusahaan sesuai dengan koridor-koridor regulasi yang berlaku. Tentunya IDSurvey berharap agar semua yang dikerjakan tidak menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku sehingga aktivitas bisnis dapat berjalan lancar,“
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Kenapa Kejaksaan Agung diajak kerja sama? “IDSurvey berperan penting dalam memastikan mutu dan kuantitas barang dan jasa dalam perekonomian nasional sehingga berperan sebagai benteng ekonomi nasional. Kami turut berterima kasih atas kesediaan JAMDATUN untuk melakukan kerjasama dengan kami dalam melakukan pendampingan-pendampingan yang diperlukan,“
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Bagaimana proses kasus ini? 'Pada, 17 Mei 2024 Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kantor Kejati DKI Jakarta telah menyatakan lengkap berkas perkara (P21),' kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak dalam keteranganya, Selasa (21/5).
"Ucapan yang disampaikan dalam rapat komisi, rapat kerja DPR RI, tidak masuk dalam kategori tindakan pemerintahan sebagaimana Pasal 1 Angka 1 Perma 2 Tahun 2019," jelas dia.
Kemudian, Hakim PTUN dinilai mengabaikan sejauh mana kepentingan pihak penggugat dalam mengajukan objek perkara. Padahal, faktor kepentingan menjadi hal esensial dalam gugatan perkara, baik perdata, PTUN, hingga uji materil di MA dan MK.
"Tanpa ada suatu kepentingan, maka hakim akan menolak karena yang bersangkutan tidak punya kepentingan terkait objek daripada sengketa tersebut," kata Ferry.
Namun, kepentingan dari pihak penggugat sebenarnya adalah terkait penuntasan penanganan kasus pelanggaran HAM Tragedi Semanggi. Kepentingan itu beda substansi dengan pernyataan Jaksa Agung dalam rapat DPR yang dijadikan sebagai objek sengketa.
"Sehingga di sini Hakim PTUN DKI Jakarta mencampuradukkan ini, padahal ini spesifik, bahwa faktor kepentingan menjadi parameter gugatan diperiksa atau tidak," ujarnya.
Lebih lanjut, kata Ferry, suatu tindakan pemerintah bisa diperiksa dalam perkara hukum dengan melalui sejumlah tahapan. Mulai dari adanya keberatan, melakukan banding administrasi, jangka waktu untuk melakukan gugatan pun ada batas waktu usai banding.
Sementara penggugat mendalilkan keberatan atas pernyataan Jaksa Agung dan langsung membuat surat terbuka ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan isi meminta dilanjutkannya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.
"Sedangkan dalam ketentuan yang berlaku di UU Administrasi Pemerintahan, banding administrasi tersebut harus diajukan tertulis kepada atasan pejabat. Atasan Jaksa Agung adalah Presiden, tapi yang disampaikan adalah surat terbuka kepada Presiden agar menindaklanjuti kasus Pelanggaran HAM berat. Bukan berkaitan dengan ucapan Jaksa Agung," beber Ferry.
Selain itu, Hakim PTUN juga dinilai mengabaikan adanya alat bukti dari saksi ahli yang menjelaskan bahwa surat terbuka tidak bisa dikategorikan sebagai banding administrasi. Termasuk juga lalai dalam memeriksa alat bukti berupa rekaman video berisikan pernyataan Jaksa Agung yang menjadi kalimat tersebut merupakan objek gugatan.
"Dalam video, Jaksa Agung tidak pernah menyatakan kalimat 'Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti, dan seterusnya'. Tidak ada kalimat ini, sementara kalimat ini menjadi objek sengketa. Dalam putusannya, ada kalimat ini, padahal dalam rekaman, Jaksa Agung tidak pernah menyatakan kalimat ini dalam tanya jawab. PTUN Jakarta telah mengabaikan bukti rekaman rapat kerja ini. Padahal ini rekaman nyata apa yang terjadi," Ferry menandaskan.
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta memvonis Jaksa Agung ST Burhanuddin bersalah atas pernyataannya terkait tragedi Semanggi I dan II.
Ketua hakim sidang Andi Muh Ali Rahman menyatakan, bahwa Burhanuddin melawan hukum atas pernyataan yang disampaikan dalam rapat dengan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020.
"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020 adalah perbuatan hukum oleh badan dan/pejabat pemerintahan," kata Andi dalam amar putusannya, seperti dikutip dari situs resmi PTUN DKI, Rabu (4/11).
Selain itu, lanjut Andi, Burhanuddin atau lembaganya sebagai tergugat, juga diwajibkan membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II. Andi menegaskan, pernyataan harus dibuat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
"Pernyataan dibuat dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya," tegas Andi.
Terakhir, putusan juga membebani tergugat dengan membayar biaya perkara Rp285.000.
Berikut perkataan Burhanuddin yang membuatnya divonis bersalah oleh PTUN DKI:
Peristiwa Semanggi I dan II sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti, karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Reporter: Nanda PerdanaSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Harli, secara prosedural hakim telah mengabulkan seluruh gugatan praperadilan Pegi setiawan
Baca SelengkapnyaJika nantinya pihak kepolisian menyerahkan kembali ke kejaksaan, berkas tersebut pun tetap akan ditolak.
Baca SelengkapnyaKetua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan terus mengawal proses penyidikan hingga gelar perkara dan persidangan.
Baca SelengkapnyaBurhanuddin menegaskan, bagi pegawai Kejati dan Kejari yang melanggar hukum, langsung ditindak tegas.
Baca SelengkapnyaJaksa memang harus melakukan penelitian terhadap berkas perkara tersangka.
Baca SelengkapnyaMenurut Harli, kasus pembunuhan Vina dan Eky harus ditangani secara profesional
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mengingatkan Polri agar tidak asal tangkap seperti kasus Pegi Setiawan.
Baca SelengkapnyaDalam persidangan perdana Pegi pada 24 Juni dan ditunda 1 Juli 2024, KY sudah melakukan pemantauan perkara
Baca Selengkapnya