Kejahatan belum seperti Kolombia, tak perlu detektif swasta
Merdeka.com - Tingkat kriminalitas di Indonesia di tahun 2013 terbilang tinggi. Polda Metro Jaya mencatat laporan tindak kriminalitas sebanyak 51.444 kasus pada tahun tersebut.
Lalu mampukah polisi mengusut semua kasus tersebut? Bagaimana jika para korban tidak puas dengan kinerja polisi? Bisakah mereka menyewa jasa detektif partikelir atau swasta untuk menginvestigasi kasus yang menimpa mereka?
Hingga saat ini, keberadaan detektif partikelir di Indonesia belum memungkinkan. Detektif swasta yang memiliki izin dan wewenang menyelidiki kasus pidana, di Indonesia belum ada. Hal ini karena sistem hukum yang memerintahkan semua penegakan hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini jaksa dan polisi.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Siapa saja yang diperiksa polisi? Hari ini, tiga saksi diperiksa unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan, Jumat (23/2).
-
Siapa yang menerima laporan penipuan keuangan di sektor jasa keuangan? Laporan itu diterima dari Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI).
-
Siapa yang melaporkan kejadian penipuan? Baik korban dan calon pembeli sama-sama membuat laporan ke kepolisian.
-
Siapa yang dilaporkan ke polisi? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Apa kasus yang sedang diselidiki? Pemerasan itu berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan tahun 2021 yang tengah ditangani KPK.
"Tidak mungkin ada. Kalau toh untuk mengungkap kasus kriminal misalnya harus diserahkan kepada petugas kepolisian. Jika petugas kurang ya solusinya ditambahnya, yang jelas belum ada payung hukum untuk detektif swasta," ujar anggota Kompolnas Adrianus Meiliala dalam perbincangan dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Hal yang sama sama juga disampaikan kriminolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amrizal Siagian. Menurutnya, di Indonesia tak mengenal adanya detektif swasta di bidang keamanan. Indonesia mempercayakan segala tetek-bengek persoalan keamanan dan kriminalitasnya kepada Polri.
"Di Indonesia untuk persoalan keamanan sudah ditangani Polri, karena lembaga ini yang berwenang di bidang itu sesuai undang-undang. Tapi tidak menutup kemungkinan (adanya detektif swasta) tentu saja harus dilalui dengan proses yang prosedural dan dibolehkan," kata Amrizal saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Jumat (31/10).
Menurutnya, pembentukan detektif swasta sendiri belum diperlukan di Indonesia sekarang ini. Kejahatan yang terjadi pun tak setinggi di luar negeri yang membutuhkan peran dari detektif swasta. Tingkat kriminalitas tersebut dinilai masih dalam batas kewajaran.
"Saat ini belum wajib adanya detektif swasta. Kejahatan di Indonesia tidaklah begitu parah dibanding Kolombia atau Meksiko," terang dia.
Namun, dia mengungkapkan selama ini polisi lebih mengenal jasa informan dari pada detektif swasta dalam penyelidikan kasus-kasus kejahatan di Indonesia. Polisi biasanya merekrut warga biasa guna menggali informasi dan mempercepat pengusutan suatu kasus.
"Kita lebih mengenal adanya informan dalam rangka penyelidikan kasus pidana. Preman sekalipun bisa jadi informan, selain itu masyarakat biasa juga bisa direkrut," ujar dia.
Amrizal menyebutkan jika seorang informan tak harus menjalani pendidikan khusus lebih dulu. Mereka direkrut guna mengakali jumlah personel aparat yang terbatas di lapangan tetapi tetap mendapatkan informasi yang valid.
"Syaratnya mereka bisa menjalankan fungsi dan membantu mencari info-info bagi polisi. Hal itu dikarenakan keterbatasan SDM yang dimiliki polisi, katakanlah jumlah polisi tidak sebanding dengan jumlah kejahatan dan masyarakat," ucap dia.
Tak hanya mampu mencari informasi, Amrizal mengaku seorang informan harus memiliki IQ yang tinggi. Informan pun harus pandai menyamar agar tak dicurigai oleh target.
"Tentu merekrut orang per orang yang dianggap mampu dan bisa membantu itu relatif, bukan saja terkait fisik tetapi kemampuan dan intelegensi juga diperhatikan. Misalnya kasus-kasus di lapangan memungkinkan informan melakukan penyamaran agar tak dicurigai oleh pelaku kejahatan," pungkas.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sandi mengatakan, kasus ini berawal tahun 2016, ketika itu penyidik Polri hanya melaporkan terjadi laka lantas.
Baca SelengkapnyaIlyas mengatakan polisi saat ini lebih memihak bagi pelapor yang punya uang.
Baca Selengkapnya