Kejaksaan Limpahkan Kasus Kapal Maut Arim Jaya ke Pengadilan di Sumenep
Merdeka.com - Kasus tenggelamnya Kapal Motor (KM) Arim Jaya di perairan Sumenep, Madura, Senin (17/6) lalu, dipastikan bakal disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Madura. Kepastian ini, menyusul telah dinyatakannya berkas lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Rencana pelimpahan sidang di Pengadilan Negeri Sumenep itu dibenarkan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim, Asep Maryono.
"Hari ini kami terima pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dari Polda Jatim. Dan hari ini juga penyidik Polda Jatim dan Jaksa Kejati melimpahkan tahap II serta menyerahkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep," kata Asep, Rabu (31/7).
-
Di mana kapal tenggelam itu ditemukan? Pada 2018, Departemen Penelitian Bawah Air Universitas Antalya menemukan bangkai kapal yang diperkirakan berasal dari tahun 1600 SM tersebut di lepas pantai barat Provinsi Antalya.
-
Siapa yang menemukan bangkai kapal? Para penyelam angkatan laut tak sengaja temukan kapal karam berusia 2.200 tahun yang berada di sepanjang pantai Kroasia.
-
Dimana kapal itu tenggelam? Kapal penangkapan ikan KM Dewi Jaya 2 yang mengangkut 37 orang dari Muara Baru, Jakarta tujuan Lombok, Nusa Tenggara Barat tenggelam di perairan Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan (Sulsel).
-
Siapa yang terlibat dalam kasus ini? Terdakwa Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini, Senin (28/8).
-
Siapa saja yang bersaksi di sidang MK? Sebagai informasi, empat menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
-
Apa yang ditemukan di dalam kapal karam? Sekelompok peneliti arkeologi bawah air menemukan dua buah lempengan timah seberat 22 gram dan 44 gram di sebuah kapal karam Zaman Perunggu di lepas pantai Antalya Kumluca,Turki.
Asep menjelaskan, diserahkannya kasus ini ke Kejari Sumenep, lantaran banyak saksi-saksi yang berasal dari sana. Tak hanya itu, Asep mengaku kalau locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) dari kasus ini terjadi di perairan Sumenep. Sehingga pemberkasan kasus ini diserahkan ke Kejari Sumenep, dan persidangannya digelar di PN Sumenep.
Ia menambahkan, penentuan sidang kasus ini merujuk pada Pasal 184 ayat 2 KUHAP. Dalam hal ini merujuk dan melihat saksi-saksinya lebih banyak dimana. Sehingga itulah yang akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan digelarnya persidangan kasus kapal maut yang menewaskan puluhan orang ini. Dan pemberkasan perkara ini sepenuhnya ditangani Kejari Sumenep.
"Karena saksi-saksinya lebih banyak disana, dan locusnya juga disana (Sumenep). Otomatis nantinya akan disidangkan di PN Sumenep," tegasnya.
Sebelumnya, pada Senin (17/6) lalu KM Arim Jaya yang mengangkut rombongan pekerja dari Pulau Goa Goa, Kecamatan Raas, Sumenep menuju ke Kalianget tenggelam setelah sekitar 20 menit berlayar. Cuaca buruk dan gelombang tinggi di bagian selatan Pulau Giliyang diduga sebagai penyebabnya. Akibatnya, kapal terbalik dan tenggelam di perairan Sumenep, sehingga menimbulkan puluhan korban tewas.
Kasus ini pun diselidiki oleh Ditpolair Polda Jatim. Selanjutnya, Polda Jatim mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : B-03/VI/2019/Gakkum yang diterima Kejati Jatim pada 26 Juni lalu. Dilanjutkan dengan penetapan tersangka atas nama Arim, selaku pemilik KM Arim Jaya. Pada SPDP memuat sangkaan Pasal 323 ayat (1) dan atau Pasal 302 ayat (1), (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 359 KUHP.
Dalam Pasal 323 ayat (1) ini berbunyi "Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".
Sedangkan Pasal 302 ayat (1) berbunyi "Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)".
Sementara Pasal 302 ayat (3) berbunyi "Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sekiranya ada empat pelabuhan pengerjaan pengerukannya dikorupsi.
Baca SelengkapnyaKedua tersangka yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu yakni Harvey Moeis dan Helena Lim.
Baca SelengkapnyaKasus korupsi tata niaga timah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan sejumlah kasus yang menjadi perhatian publik saat rapat kerja dengan Komisi III
Baca Selengkapnya