Keluarga korban penculikan '98 cari dukungan ke Eropa dan PBB
Merdeka.com - Keluarga korban penculikan yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mencoba mencari dukungan negara-negara Eropa, termasuk ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss. Upaya ini dilakukan lantaran kasus-kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis tahun 1998 tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia.
"Kita sudah menunggu sejak lama, yakni selama 16 tahun agar kasus-kasus penghilangan paksa tahun 1998 segera diselesaikan oleh pemerintah Indonesia," kata Ketua IKOHI, Mugiyanto, dalam siaran persnya, Senin (30/06).
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Kapan buronan ditangkap? Direktur Reskrimum Polda Jambi Komisaris Besar Polisi Andri Ananta di Jambi, Jumat, mengatakan tim Resmob Jatanras Polda Jambi menangkap DPO berinisial ARS (20) itu di Jakarta pada Kamis (28/3) malam.
-
Kapan Kejaksaan Agung menetapkan tersangka? Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan importasi gula PT SMIP tahun 2020 sampai dengan 2023.
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Kapan Kemendag memusnahkan barang ilegal? Kementerian Perdagangan (Kemendag) sepanjang tahun 2023 telah memusnahkan ratusan miliar barang impor ilegal.
-
Bagaimana polisi menangani kasus perundungan ini? Polisi memastikan bahwa kasus ini diproses secara hukum meski kedua tersangka masih di bawah umur. Polisi akan menerapkan sistem peradilan anak terhadap kedua pelaku. Kedua pelaku terancam pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp72 juta.
Menurut dia, tak hanya PBB yang akan didatangi oleh IKOHI, melainkan negara-negara Eropa, seperti Belanda, Belgia, Perancis dan Jerman.
"Kita akan berangkat pada Senin malam ini ke Belanda. Kita akan berangkat bersama dengan keluarga korban, seperti Fitri Nganthi Wani anak dari korban aktivis Widji Thukul," kata Mugiyanto.
Mugiyanto mengatakan, kedatangannya ke negara-negara Eropa untuk mencari dukungan ke masyarakat Internasional dan PBB agar memberikan desakan kepada pemerintah Indonesia agar segera menyelesaikan kasus penghilangan paksa aktivis.
"Kami melaporkan permasalahan kasus ini ke dunia internasional, namun yang menyelesaikan kasus ini tetap pemerintah Indonesia. Kita datang ke negara Eropa untuk mencari dukungan," ujarnya.
Ia mengaku sudah mengkoordinasikan kedatangannya itu kepada sejumlah parlemen di negara Eropa. Namun, beberapa yang sudah konfirmasi untuk menerima kedatangan IKOHI, sementara lainnya masih menunggu.
Mugiyanto menambahkan, selama 16 tahun terakhir, dari masa pemerintahan BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, persoalan HAM tak kunjungan terungkap, padahal tugas presiden sederhana, yakni hanya mengeluarkan Keputusan Presiden untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Proses pengadilan, menurut dia, penting karena penghukuman memberi pesan ke publik bahwa kejahatan yang mereka lakukan tak boleh lagi terjadi di kemudian hari.
"Penghilangan paksa sebagai kejahatan yang berkesinambungan. Apalagi korbannya belum juga ditemukan," lanjutnya.
Menurut dia, konsolidasi korban pelanggaran HAM yang digelar pada 23 Juni hingga 26 Juni 2014 lalu bertujuan untuk merumuskan sikap dan resolusi korban terhadap Pemilu Presiden 2014.
Selain itu, untuk terus mengingatkan kepada pelaku penghilangan orang secara paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi pada 1997-1998 akan dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court/ICC).
"Usaha ini sebenarnya sudah dilakukan tak lama setelah kejadian. Namun, karena Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tak bisa berbuat banyak," tutur Mugiyanto.
Ia menjelaskan, ada tiga agenda IKOHI pada konsolidasi nasional. Selain akan memperjuangkan ke forum internasional, mereka juga akan bersikap pada pemilihan presiden 2014 ini. Ikohi juga akan merumuskan kembali sikap dalam upaya menuntaskan pelanggaran HAM.
"Namun bukan hanya terkait dengan penculikan 1998, tetapi semua pelanggaran HAM yang belum terungkap," kata Mugiyanto yang merupakan korban penculikan Tim Mawar Kopassus. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaAktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaIptu Rudiana memastikan dirinya tak diam atas kasus ini. Namun dia meminta pihak lain tak membuat asumsi yang membuat keluarga mereka tersakiti.
Baca SelengkapnyaDengan suara bergetar dan menangis, Rudi mengatakan terus mencari para tersangka yang telah mengambil nyawa sang anak
Baca SelengkapnyaBuku diterbitkan bertepatan gerakan melawan lupa 17 tahun aksi Kamisan terhadap 13 korban aktivis 97-98
Baca SelengkapnyaSampai saat ini pengajuan perlindungan masih proses penelaahan
Baca SelengkapnyaKeluarga yang diwakili kuasa hukum melaporkan trauma itu kepada Komnas HAM untuk diberikan pendampingan.
Baca SelengkapnyaDasco menyampaikan, pertemuannya dalam rangka silaturahmi dan memperkuat persaudaraan.
Baca SelengkapnyaKeyakinan itu baru disuarakannya setelah mendapat pendampingan hukum dari tim pengacara.
Baca SelengkapnyaKapolri Listyo telah menerjunkan Propam Polri dan Irwasum untuk mendalami sekaligus mengawasi kasus tersebut
Baca SelengkapnyaMenurut Yusril, undang-undang yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu lahir dari hasil pembelajaran dari pengalaman Afrika Selatan.
Baca SelengkapnyaSetahun lalu, 1 Oktober 2022 peristiwa berdarah yang menewaskan ratusan orang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang. Hingga kini, korban belum dapat keadilan.
Baca Selengkapnya