Kemarahan keluarga guru JIS hingga pemerintah AS atas vonis MA
Merdeka.com - Kasus pelecehan seksual yang diduga dialami murid-murid di Jakarta International School (JIS) ternyata masih berbuntut panjang. Dua guru asing yang didakwa sebagai pelaku, Ferdinand Tjiong dan Nail Batlement kembali harus berurusan dengan hukum.
Keduanya sempat menghirup udara bebas setelah di tingkat banding Kejaksaan Tinggi DKI dinyatakan tak bersalah. Padahal sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan divonis 10 tahun penjara.
Kasus ini memulai babak baru setelah jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Kejati DKI. Kemudian oleh Mahkamah Agung, kasasi itu dikabulkan dan memutuskan keduanya dihukum kembali dengan memberat hukuman menjadi 11 tahun penjara.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Siapa polisi yang melakukan pencabulan? Korban menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Oleh pelaku yang belakangan diketahui berinisial Brigpol AK diminta masuk ke sebuah ruangan.
-
Dimana polisi melakukan pencabulan? Korban menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Oleh pelaku yang belakangan diketahui berinisial Brigpol AK diminta masuk ke sebuah ruangan. Sementara dua temannya diminta menunggu di luar.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
MA menilai kedua terdakwa terbukti (melakukan pelecehan seksual) dan memvonis 11 tahun," kata Anggota Majelis Hakim Kasasi Suhadi di Jakarta, Kamis (25/2).
Menurut Suhadi, majelis kasasi menilai pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) sudah tepat. Putusan yang dipimpin langsung oleh Ketua Hakim, Artidjo Alkostar, diputus pada 24 Februari lalu.
Tak mau berlama-lama, putusan MA tersebut langsung ditindaklanjuti jaksa dengan melakukan eksekusi. Keduanya langsung dicari untuk dijebloskan lagi ke bui.
Ferdinand diamankan di rumahnya pada Kamis malam lalu. Sedangkan Nail dijemput di Bandara Soekarno Hatta karena saat putusan itu keluar sedang berada di Bali. Jumat pagi, keduanya digiring ke LP Cipinang.
"Sekitar pukul 08.00 WIB pagi tadi dipindah ke LP Cipinang," terang Humas Kejaksaan Tinggi DKI, Waluyo, dalam pesan singkatnya kepada merdeka.com, Jumat (26/2).
Putusan langsung mengundang reaksi berbagai pihak. Tak cuma keluarga, pihak Duta Besar sejumlah negara yang bertugas di Indonesia meradang. Kedua terpidana berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Berikut reaksi kemarahan mereka:
Dubes AS nilai putusan MA mengenakan
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O Blake mengaku sangat kecewa. Blake pun menyampaikan kritik pedasnya terhadap MA."Kami terkejut dan kecewa akan keputusan yang diumumkan oleh Mahkamah Agung untuk menjatuhkan hukuman kepada dua guru sekolah internasional," ujar O Blake dalam siaran persnya, Kamis (25/2).Menurut O Blake, pada bulan Agustus 2015 lalu, Pengadilan Tinggi DKI telah menyatakan tidak menemukan bukti yang cukup untuk menghukum kedua guru tersebut. Dia pun kini mempertanyakan bukti yang dimiliki Hakim Artidjo Cs untuk memvonis bersalah 2 WN Amerika itu."Tidak jelas bukti apa yang digunakan oleh Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi tersebut. Masyarakat internasional terus mengikuti kasus ini dengan saksama. Hasil dari proses hukum ini akan mempengaruhi cara pandang dunia internasional terhadap aturan hukum di Indonesia," imbuhnya.
Dubes Inggris dan Menlu Kanada juga nilai putusan MA ada penyimpangan
Melalui pernyataan tertulis yang diterima merdeka.com, Jumat (26/2), Dubes Inggris mengatakan sangat prihatin dengan keputusan Mahkamah Agung Indonesia. Menurut dia, seharusnya kasus tersebut ditangani secara adil dan transparan."Kami prihatin dengan keputusan mahkamah Agung yang membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi tentang pembebasan Neil Bantleman dan terdakwa lainnya dari Indonesia, yaitu Ferdi Tjiong. Ada dugaan-dugaan penyimpangan serius selama awal proses peradilan," ucap Dubes Inggris, Moazzam Malik dalam pernyataan tertulis."Bersama dengan para mitra lainnya, kami juga telah menyerukan untuk memastikan agar kasus ini bisa ditangani secara adil dan transparan."Hal serupa juga diucapkan oleh Menlu Kanada, yang sangat terkejut dengan keputusan MA. Mereka merasa bukti yang ditujukan pada dua tersangka kurang, sehingga keputusan yang dibuat tidak adil."Pemerintah Kanada sangat kecewa dan terkejut mendengar bahwa Mahkamah Agung Indonesia telah memutarbalikkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta atas Neil Bantleman dan Ferdi Tjiong, berdasarkan kurangnya bukti," seru Menlu Kanada Stephane Dion."Keputusan ini tidak adil, mengingat banyak penyimpangan yang parah sepanjang proses kasus ini dan fakta bahwa semua bukti yang diajukan untuk pembelaan ditolak secara sistematis. Bantleman dan Tjiong tidak diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Meskipun Kanada telah berulang kali menyerukan hal ini, kasus ini tidak ditangani dengan adil dan transparan."
Keluarga Ferdinan protes eksekusi bak penangkapan teroris
Raut marah jelas terlihat dari wajah Siska, istri Ferdinand Tjiong, tersangka kasus pencabulan di Jakarta International School (JIS). Dia kesal karena tim kejaksaan menjemput suaminya layaknya tersangka terorisme."Suami saya bukan teroris, saya punya anak. Kenapa suami saya diperlakukan seperti itu? Pernah nonton G30S/PKI? Seperti itulah suasananya," keluh Siska dalam konferensi pers di Bangi Kopitiam SCBD Lot 6, Jakarta, Jumat (26/2).Siska mengungkapkan, tim dari kejaksaan menyambangi rumahnya sekira pukul 02.00 WIB dengan cara menaiki pagar dan menggedor-gedor pintu. Tindakan tersebut sempat membuatnya terpikir sedang didatangi perampok. Rupanya, mereka menjemput suaminya untuk kembali dijebloskan ke dalam sel."Benar-benar tidak manusiawi. Ditangkap depan anak saya, akan menjadi trauma anak saya seumur hidupnya. Suami saya tidak bersalah, korban fitnah yang keji. Kenapa mereka seperti itu? Kalau dia (Ferdinand) punya niat tidak baik. Dia hanya menghabiskan waktu dengan keluarga," ujarnya kesal.Senada, kuasa hukum Neil dan Ferdinand, Patra Zein mengeluhkan tindakan kejaksaan saat menjemput Ferdinan di rumahnya. Mereka tidak pernah mengetahui jika Mahkamah Agung telah menerima permohonan kasasi dari kejaksaan."Neil dan istri tidak pernah tahu ada putusan. Dia berangkat ke Bali tanggal 24 Februari, ada itikad baik langsung pulang ke Jakarta untuk menyelesaikan perkara," ungkap Patra.
Kuasa hukum Ferdinand dan Nail nilai putusan MA banyak kejanggalan
Kuasa hukum Nail dan Ferdinand, dua terpidana pelecehan seksual murid JIS, Patra Zein curiga ada kejanggalan terhadap putusan tersebut. Apalagi, MA langsung mengeluarkan putusan tanpa memberitahukan kepada keluarga kedua terpidana."Dalam situs panitera tidak dituliskan tanggal distribusi. Apakah dikirim hari itu juga langsung diputus?" ujar Patra saat konferensi pers di Bangi Kopitiam SCBD Lot 6, Jakarta, Jumat (26/2).Patra menuding putusan tersebut diterbitkan secara terburu-buru mengingat tanggal pencekalan terhadap dua terpidana akan berakhir sebentar lagi. Apalagi, dalam beberapa pembuktian di pengadilan Neil dan Ferdinand tidak terbukti bersalah seperti yang disangkakan Polda Metro Jaya terkait kasus pencabulan di JIS."Alat bukti keterangan anak orangtua, seksolog dan medis RSCM. Tingkat anak bukan alat bukti. Orangtua bukan alat bukti, medis RSCM itu yang oleh pengadilan banding tidak sah untuk dibuktikan," keluhnya.Atas alasan itu, dia mendesak kepada majelis hakim MA yang memutus perkara tersebut untuk memberikan penjelasan kepada keluarga kedua terpidana. Sebab dalam putusan banding pada 10 Oktober lalu menunjukkan hasil pemeriksaan medis korban pelecehan di JIS tidak terbukti memiliki penyakit seksual."Maka kami akan bawa bukti ini yang dari Belgia sebagai alat bukti baru. Kedua guru mereka dan kami akan berjuang hingga keadilan bisa ditegakkan," tegasnya. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dua hakim agung mengatakan Ferdy Sambo layak dihukum mati, namun tiga hakim agung lainnya menyatakan seumur hidup.
Baca SelengkapnyaDalam putusannya, majelis hakim menganulir vonis mati yang diterima Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Baca SelengkapnyaAnwar Usman juga merasa selama ini diserang berbagai fitnah
Baca SelengkapnyaPara terdakwa diputus bersalah tetapi hukumannya jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Baca SelengkapnyaKronologi berawal pada Senin sekitar pukul 07.00 Wib saat para guru sedang menyiapkan perlengkapan untuk Ulangan Tengah Semester (UTS) murid.
Baca SelengkapnyaMenurut Arsjad Rasjid, MKMK seharusnya menjatuhkan sanksi pemecatan
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar Mahfud menanggapi putusan MKMK yang memberikan sanksi pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK
Baca SelengkapnyaAnggota MKMK Bintan Saragih menyebut Anwar Usman layak diberhentikan secara tidak hormat sebagai Ketua MK.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR menerima audiensi keluarga korban penganiayaan Dini Sera Afrianti
Baca SelengkapnyaPakai pita bertuliskan #saveAkbar, ini momen rekan seprofersi Pak Akbar beri dukungan.
Baca SelengkapnyaBintan menilai MKMK tidak cukup hanya mencopot Anwar Usman sebagai ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat.
Baca SelengkapnyaKetua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshidiqie dikritik. Jimly disebut kerap berkomentar yang tak sesuai dengan kewenangannya.
Baca Selengkapnya