Kemarau panjang, musim hujan di Sulsel diperkirakan mundur
Merdeka.com - Musim hujan tahun ini di wilayah Sulawesi Selatan diperkirakan akan mundur dari perkiraan sebelumnya, yakni pada akhir Oktober. Hal itu dikarenakan kondisi kemarau yang cukup panjang tahun ini.
Demikian dikatakan Kepala sub bidang Pelayanan Jasa kantor Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) wilayah IV Makassar, Sujarwo, saat ditemui di kantornya, Senin, (26/10).
"Awalnya diperkirakan akhir Oktober ini mulai hujan, tapi nyatanya akan mundur hingga pertengahan Nopember mendatang," kata Sujarwo.
-
Apa contoh masalah lingkungan di musim kemarau? Contoh permasalahan lingkungan hidup yang pertama adalah kekeringan. Kekeringan adalah fenomena yang sering terjadi ketika musim kemarau. Seringkali, di berbagai wilayah Indonesia mengalami kekeringan luar biasa yang dapat berakibat buruk.
-
Apa yang terjadi ketika kelembapan tinggi? Saat suhu udara meningkat, udara mampu menampung lebih banyak uap air.
-
Apa penyebab hujan tak menentu? Selain itu, faktor La Nina juga dapat mempengaruhi musim hujan.
-
Apa yang sedang terjadi pada awan di Bumi? Fenomena pengurangan jumlah awan akibat pemanasan global kini menjadi perhatian utama. Para ahli menyatakan bahwa jumlah awan mengalami penurunan sebesar 1,5 persen setiap dekade.
-
Mengapa jumlah awan di Bumi menyusut? Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan lebih banyak panas terperangkap di atmosfer, yang selanjutnya memengaruhi siklus air dan dinamika atmosfer.
-
Bagaimana pemanasan global mempengaruhi awan? Pemanasan global yang terjadi meningkatkan suhu di lapisan atmosfer, terutama di troposfer. Akibatnya, terjadi peningkatan penguapan, tetapi hal ini juga mengurangi kemampuan udara untuk membentuk awan rendah yang padat.
Sujarwoi menambahkan, lazimnya pada akhir Oktober sudah turun hujan di beberapa daerah tertentu. Beberapa hari lalu, imbuhnya, satelit sempat memantau sudah terlihat awan di wilayah Kabupaten Gowa, Maros, dan Pangkep. Namun hari ini, keberadaan awan di daerah itu tidak lagi terdeteksi oleh satelit.
Kelembapan udara, kata Sujarwo, saat ini tergolong sangat kering, yakni berkisar 25-60 persen. Hal ini sangat mudah memicu terjadinya kebakaran hutan. Namun dia menampik kecepatan angin memungkinkan turut membantu meluasnya kebakaran hutan. Sebab, angin berembus rata-rata 10 hingga 30 kilometer per jam. Menurut dia, angin kencang hanya terjadi di wilayah pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, seperti di Kabupaten Maros, Makassar, Pangkep, dan Barru.
Terkait persebaran titik api, Sujarwo menyatakan sebelumnya terdeteksi di hutan di Kabupaten Maros, Gowa, dan Bone. Namun hari ini sudah tidak terdeteksi lagi oleh satelit. Berbeda dengan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Mamasa di Sulawesi Barat. Di sana saat ini terdeteksi lima hingga enam titik api.
"Tiga minggu lalu saya ke Luwu Utara dan Mamasa. Kebakaran di hutannya salah satunya dipicu oleh pembakaran yang dilakukan oleh warga. Saya lihat dengan mata kepala sendiri, warga lakukan pembakaran karena ingin membuka lahan untuk bercocok tanah merica atau lada," ujar Sujarwo.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seiring dengan penurunan curah hujan, potensi titik panas (hotspot) semakin meningkat.
Baca SelengkapnyaBMKG memprediksi wilayah Sumsel tak akan diguyur hujan hingga 67 hari yang berpotensi memicu bencana kekeringan dan karhutla.
Baca SelengkapnyaDaerah itu memang curah hujan sedikit berkurang tetapi tidak sampai terjadi kekeringan.
Baca SelengkapnyaSejumlah wilayah di Indonesia diperkirakan terdampak El Nino, termasuk Sumatera Selatan. Puncaknya diprediksi terjadi pada Agustus-Oktober 2023.
Baca SelengkapnyaMusim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaBerikut adalah penjelasan lengkap BMKG tentang cuaca hujan belum mereta di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan terus meluas. Akibatnya, udara di Palembang memasuki kategori tak sehat.
Baca SelengkapnyaPanas melanda Jabodetabek di tengah musim hujan dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaSumba Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak diguyur hujan dalam waktu sangat panjang
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan air di sebagian besar wilayah Indonesia yang diperkirakan akan mengalami penurunan tingkat curah hujan.
Baca SelengkapnyaDalam video juga menunjukkan situasi pasar ketika hujan berlangsung. Angin kencang menghantam tenda-tenda pedagang dan barang dagangan.
Baca SelengkapnyaWarga nekat menggunakan air kotor karena tak punya pilihan lain.
Baca Selengkapnya