Kematian Jopi, Komnas HAM sebut negara abaikan keselamatan aktivis

Merdeka.com - Pembunuhan aktivis Sawit Watch yang juga merupakan pejuang HAM atau Human Rights Defender (HRD), Jopi Peranginangin mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk segera merevisi Undang-Undang No. 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan hasil pengamatan Komnas HAM, pembela HAM di Indonesia sering mengalami pembatasan hak, kekerasan, kriminalisasi, penahanan, penculikan, bahkan penghilangan nyawa. Perlakuan kekerasan terhadap pembela HAM tersebut sering kali dilakukan justru oleh aparat keamanan negara, termasuk pembunuhan Jopi.

"‎HRD kembali menjadi persoalan di berbagai daerah terkait perjuangan yang mereka lakukan. Yang terakhir kasus Jopi Peranginangin yang meninggal ditusuk oknum Angkatan Laut. Saat ini penanganan kasus itu masih dalam penyelidikan Komnas HAM," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/5).

Siti menegaskan bahwa para pembela HAM mempunyai banyak peran strategis, antara lain melakukan pendampingan dan dukungan terhadap korban pelanggaran HAM. Kemudian melakukan advokasi kepada negara untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban HAM-nya dan menolak impunitas. Selain itu mereka juga berkontribusi untuk pelaksanaan perjanjian HAM melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

"Tindakan kekerasan yang dilakukan baik oleh negara maupun non-negara adalah melakukan kriminalisasi (penangkapan, penahanan) dan juga penyiksaan, bahkan sampai penghilangan nyawa," ungkapnya.

Sejauh ini Komnas HAM telah dimintai beberapa jejaring HRD untuk mengungkap kasus pembunuhan Jopi. "KontraS, AMAN, dan Sawit Watch kemarin melakukan pengaduan kepada Komnas atas pembunuhan Jopi, pembela HRD masyarakat adat dan yang terampas haknya. Tentu menjadi bagian kewjiban Komnas HAM untuk menyelidiki di balik kasus meninggalnya Jopi," tuturnya.

Selain itu Komnas HAM juga sedang mendampingi 4 aktivis kemanusiaan yang ditahan di Manokwari, Papua. Kekerasan dan pengekangan tersebut terjadi setelah mereka melakukan aksi menyampaikan pendapat di muka umum.

"Pola kekerasan dan pembatasan hak terhadap HRD adalah dengan melakukan pembatasan hak atas kebebasan menyampaikan pendapat, mogok, berkumpul dan berserikat," jelasnya.

Maka dari itu diperlukan perlindungan khusus bagi para pejuang HAM. Sedangkan Komnas HAM sendiri akan melakukan pengajuan revisi Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi M. Ataupun alternatif lainnya ialah membuat Rancangan Undang-undang Perlindungan Pembela HAM.

Berdasarkan laporan yang masuk ke Komnas HAM pada tenggang periode 2013 dan 2014, pembela HAM di Indonesia mengalami kekerasan pembatasan hak. Dalam hal ini diatur pada undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Pasal terkait ialah pasal 13, 14 ayat (1) dan (2), 15, 16, 23 ayat (2), 24 (1) dan (2), 25, 30 (2), 33 (1) dan (2), 34, 35, 36 (2), 38 (1) dan (3), lalu 39.

Sementara itu dalam waktu dekat Komnas HAM akan melakukan koordinasi dengan kepolisian untuk memberikan perlindungan dan tidak mengkriminalkan pembela HAM. Selain itu mereka juga akan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberi perlindungan pula pada pembela HAM.