Kemenkes Diminta Edarkan Surat Penundaan Pencabutan Obat Kanker ke Rumah Sakit
Merdeka.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara resmi menunda pencabutan dua obat kanker kolorektal dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penundaan pencabutan itu berlaku per 1 Maret 2019.
Sayangnya, keputusan itu tidak dibarengi edaran yang dibuat Kemenkes untuk sejumlah rumah sakit khususnya spesialis kanker. Praktis, hal itu membuat para pasien kanker kebingungan lantaran obat yang biasa mereka tebus tak lagi ditanggung BPJS padahal, program tersebut telah ditunda.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) dr. A. Hamid Rochanan, SpB-KBD, MKes menilai belum adanya surat sebagai tindak lanjut RDPU itu membuat pasien kanker tak bisa mendapatkan obat yang menjadi haknya.
-
Apa tantangan pasien kanker? 'Ini kan bukan penyakit yang enak, pasti membuat orang khawatir, takut dan sebagainya. Nah, kita yang berada di sekitarnya harus memberi support. Di samping itu, suami dan keluarga yang berada di dekatnya harus memberikan semangat pada dirinya,' ungkap Ikhwan dalam acara gelar wicara bertema 'Mengenal Metastasis Her2-Low' dilansir dari Antara.
-
Siapa yang bisa terkena efek jangka panjang pengobatan kanker? Efek jangka panjang ini dapat beragam, baik berupa masalah fisik maupun non-fisik, menurut Ganda. Contohnya mencakup gangguan pada organ dan fungsi tubuh, masalah dalam tumbuh kembang, serta kesulitan dalam berpikir, belajar, dan mengingat.
-
Siapa yang mengalami masalah kesehatan? Batuk kering dan sesak napas dialami Kama, putra bungsu Zaskia Adya Mecca.
-
Bagaimana pengobatan kanker bisa menyebabkan rasa sakit? 'Meskipun terapi ini efektif dalam membunuh sel kanker, mereka juga dapat menyebabkan efek samping berupa nyeri. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada saraf di sekitar area di mana sel kanker tumbuh,' jelas dokter yang berpraktik di Pain Clinic RS Pondok Indah -- Pondok Indah Jakarta.
-
Kenapa pasien kanker anak susah makan? Anak dengan kanker yang susah makan, bisa disebabkan karena sedang menjalani kemoterapi, atau karena memang ada zat-zat yang dikeluarkan oleh tumornya yang mempengaruhi nafsu makan, kita bisa melakukan bebrapa tips untuk membantu mereka,' kata Yoga.
-
Siapa yang mengalami gangguan kesehatan? Dalam salinan DKPP, Pengadu (CAT) disebut mengalami gangguan kesehatan usai menjalani hubungan badan yang dipaksa oleh Teradu (Hasyim Asyari) dalam hal ini Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
"Kami para ahli bedah digestif yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan pasien kanker kolorektal merasa terpanggil melihat pasien tidak mendapatkan haknya atas obat dari BPJS Kesehatan karena belum ada edaran dari Kementerian Kesehatan untuk membatalkan keputusannya mencabut beberapa obat targeted therapy untuk kanker, termasuk kanker kolorektal," terang Hamid saat dikonfirmasi, Selasa (16/4).
Hamid menjelaskan bahwa IKABDI sudah berkomunikasi langsung dengan berbagai level pejabat di Kementerian Kesehatan mempertanyakan tidak adanya sosialisasi khusus mengenai penundaan pencabutan beberapa obat targeted therapy kanker. Menurut Hamid, karena pembatalan itu sudah berlaku melalui surat keputusan Menteri Kesehatan pada 1 Maret 2019, maka harus ada surat pembatalan yang bisa menjadi pegangan.
"Ketika Menteri Kesehatan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX pada Senin 11 Maret 2019 mengatakan akan menunda pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/707/2018, seharusnya ada sosialisasi dalam bentuk surat tertulis kepada rumah sakit-rumah sakit agar mereka punya pegangan untuk meresepkan obat yang sudah dicabut oleh surat yang berlaku sejak 1 Maret 2019 itu," papar Hamid.
Hamid menerangkan sekalipun dokter sudah meresepkan obat terapi target untuk diberikan kepada pasien, tapi pada kenyataannya pihak rumah sakit dan BPJS tidak memberikan obat tersebut.
"Bu Menteri mengatakan bahwa pasien akan tetap dilayani dengan kondisi seperti sebelum adanya surat pencabutan itu, namun kenyataannya berdasarkan informasi di lapangan, dari 30 rumah sakit yang menangani pasien kanker kolorektal hingga minggu ini ada sekitar 75 pasien yang tidak terpenuhi haknya untuk dilayani dengan semestinya," beber Hamid.
Ketidakjelasan komunikasi mengenai penundaan pencabutan ini membuat pasien kesulitan untuk mendapatkan obatnya. Salah satu pasien kanker kolorektal, Aisyah kesulitan mendapatkan haknya terhadap obat yang tidak jadi dicabut oleh Kementerian Kesehatan.
"Begitu sampai ke farmasi Rumah Sakit Dharmais, saya diinformasikan bahwa obat kanker kolorektal yang biasa saya konsumsi tidak ditanggung lagi oleh BPJS Kesehatan. Infonya dari farmasi bahwa ada pencabutan dari Menteri Kesehatan," terang Aisyah.
Aisyah menjelaskan bahwa info tersebut didapatkannya setelah RDPU di DPR 11 Maret 2019. Dia menjelaskan bahwa dokter yang menanganinya keheranan karena harusnya obat itu tetap ditanggung karena pencabutannya ditangguhkan.
"Pihak farmasi mengatakan tidak bisa menerima resep obat tersebut karena tidak ada surat dari Kementerian Kesehatan mengenai penundaan pencabutan tersebut. Pihak farmasi dan BPJS Kesehatan di RS Dharmais menjelaskan bahwa mereka telah menerima surat pencabutan obat, namun tidak menerima surat pembatalan pencabutan tanggungan," papar Aisyah.
Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli menyatakan kekecewaan yang sama terhadap Kementerian Kesehatan. Menurut Yanthi kondisi pasien kanker yang tidak mendapatkan obat yang menjadi haknya ini terkait tidak adanya langkah cepat dari Kementerian Kesehatan dalam melakukan sosialisasi ke rumah sakit dan BPJS Kesehatan.
"Saya yakin rumah sakit dan juga BPJS Kesehatan sudah mendapatkan informasi bahwa pada RDPU dengan Komisi IX DPR Menteri Kesehatan menyatakan melakukan pembatalan pencabutan obat target terapi kanker, beritanya ada di berbagai media cetak, online maupun televisi. Namun kan kita semua juga tahu agar rumah sakit dan BPJS Kesehatan bisa memberikan obat yang sudah diresepkan dokter, harus ada sosialisasi dari Kementerian Kesehatan yang dalam bentuk surat juga yang akan menjadi pegangan," jelas Yanthi.
Yanthi menjelaskan bahwa tidak adanya surat tersebut sama saja melakukan pembiaran atas kondisi yang tidak menguntungkan bagi pasien untuk mendapatkan obatnya. (mdk/rhm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah telah mengumumkan perubahan dalam mekanisme penjaminan pelayanankesehatan terkait Covid-19
Baca SelengkapnyaPenghentian kerja sama itu disebutkan sudah melalui kesepakatan kedua belah pihak serta mekanismenya sesuai perundangan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaTeknologi ini memungkinkan deteksi kanker dengan akurasi yang lebih tinggi, serta pengobatan yang lebih efektif.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif cukai rokok sangat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk merokok, semakin mahal maka prevalensi perokok semakin bisa ditekan.
Baca SelengkapnyaUU Kesehatan telah menghapus kewajiban pemerintah mengalokasikan anggaran 5 persen dari APBN untuk belanja sektor kesehatan.
Baca SelengkapnyaKanker di Indonesia: Pemahaman yang Salah, Data Amburadul, Kebijakan Sekadar Beli Alat Mahal
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi siap jadi 'endorser' kepada masyarakat yang menderita TBC agar tidak lupa minum obat.
Baca SelengkapnyaPelaku usaha mendesak Kementerian Keuangan menunda pelaksanaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik.
Baca SelengkapnyaSeorang dokter bernama M Ramadhani Soeroso viral di media sosial usai mengkritik manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Medan.
Baca SelengkapnyaGhufron Mukti mengaku heran kerap disalahkan karena kekurangan obat dan dokter. Padahal, masalah tersebut bukan tanggung jawabnya.
Baca SelengkapnyaSalah satu korban gigitan ulat berbisa di Kampung Cibogo Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, pada bagian tangan kanananya menghitam dan membusuk.
Baca Selengkapnya