Kemenko PMK tegaskan tak ada korban meninggal akibat malaria di Lombok
Merdeka.com - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melakukan rapat koordinasi tentang penanganan penyakit malaria di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Penanganan ini dilakukan sejak bulan lalu, tepatnya setelah 26 Agustus 2018, ditemukan warga yang terkena penyakit malaria.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK Sigit Priohutomo memastikan, tak ada yang meninggal akibat kejadian malaria di Lombok ini. Untuk antisipasi hal-hal tak diinginkan, pemerintah sudah melakukan Mass Blood Survey (MBS) dan MFS (Mass Fever Survey). Tujuannya untuk mengidentifikasi terjadinya malaria.
"Jadi tidak ada yang meninggal. Sekarang ada yang positif, ada yang sangat kami waspada karena terjadi pada bayi dan sangat rentan, dan sudah kita obati," tutur Sigit di Kantor Menko PMK, Senin (17/9).
-
Kenapa BMKG minta warga waspada? Akibat prediksi itu masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya.
-
Apa yang dilakukan BNPB untuk antisipasi bencana? Kesiapsiagaan dalam pengecekan perangkat untuk mendeteksi bencana merupakan langkah antisipasi yang dilakukan oleh BNPB dan pihak terkait lainnya.
-
Apa tugas Kementerian Kesehatan? Tugasnya membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
-
Bagaimana Kemenkes RI memperkuat kesiapsiagaan? Kemenkes berkomitmen untuk mengoptimalkan daftar patogen prioritas ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesiapsiagaan nasional. Salah satu langkah yang diambil adalah memperkuat surveilans rutin, termasuk program ILI (Influenza-like Illness) dan SARI (Severe Acute Respiratory Infections).
-
Apa yang dilakukan bandara untuk mengantisipasi mpox? Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, menerapkan penggunaan aplikasi satu sehat health pass (SSHP) untuk mengantisipasi penyebaran mpox atau cacar monyet yang telah dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai kondisi darurat kesehatan global sejak 14 Agustus 2024 yang lalu.
-
Mengapa malaria berbahaya? Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang fatal jika tidak segera diatasi.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK Sigit Priohutomo ©2018 Merdeka.com
Sigit menuturkan, di Lombok sendiri dari 10 kabupaten dan kota, setelah terjadi gempa ada tujuh kabupaten terkena malaria. Sedangkan tiga lainnya bebas dari malaria. "Dari tujuh itu, satu endemis sedang dan enam lainnya endemis rendah. Artinya endemis itu sehari-sehari memang sudah ada gejala demam berdarah," ujar dia.
Kemudian setelah terjadi gempa di Lombok, ada perubahan pola perilaku masyarakat seiring bencana gempa yang terjadi. Ada banyak pengungsi yang kekurangan air bersih, kemudian mereka mencarinya ke sumber air seperti sungai dan waduk yang justru menjadi tempat berkembangnya nyamuk anopheles, sumber malaria.
"Kemudian jumlah penderita malaria meningkat pada Agustus-September, seiring datangnya musim penghujan," terang dia.
Sementara itu, Kasubdit Malaria Direktorat Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan RI, Nancy Dian Anggraeni mengatakan terkait dengan adanya malaria pascagempa di Lombok ini, Bupati Lombok Barat menetapkan wilayahnya berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit malaria sejak 8 September 2018 lalu.
Menurut Nancy, Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Utara merupakan wilayah endemis rendah penyakit malaria yang terkonsentrasi di sejumlah desa. Masih di NTB, wilayah endemis rendah malaria juga ada di Dompu, Sumbawa, dan Kabupaten Bima. Kemudian, tiga wilayah yang sudah bebas malaria di NTB yaitu Kota Mataram, Lombok Tengah dan Kota Bima.
"Kementerian Kesehatan sendiri akan terus mengamati sampai terjadi penurunan penyakit malaria di Lombok ini," jelas dia.
Nancy berharap, dengan adanya pengamatan seperti itu, tak ada lagi malaria di sana, dan tidak ada korban meninggal akibat malaria ini. Kata dia, di Indonesia malaria tak hanya ada di Lombok saja tapi daerah lain seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua dan Papua Barat. Kebetulan sekarang setelah terjadi gempa, di Lombok dan terjadi perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat di sana.
"Kami akan melakukan pengamatan dengan benar, orang-orang yang terkena gejala malaria juga kita cari. Nanti kita akan melihat hasil investigasi itu, kita juga ada mengirim tenaga kesehatan dari provinsi dan ada dari pusat, ada juga UPT (unit pelayanan terpadu) yang di bawah pusat," imbuhnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kemenkes telah menyiapkan 12 laboratorium untuk mempercepat proses pemeriksaan mpox atau cacar monyet.
Baca SelengkapnyaBelasan laboratorium tersebut tersebar di sejumlah kota besar yang terbagi dalam beberapa regional.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih tercatat 88 sejak tahun 2022 dan di tahun 2023 sempat naik, kemudian turun lagi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaMenkes Budi ungkap cara pemerintah mencegah penyebaran penyakit monkey pox (Mpox) di Indonesia
Baca SelengkapnyaKemenkes menerbitkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBNPB mengatakan bahwa jumlah penderita penyakit tersebut terdata pada Januari-Juli 2024 di Nias Selatan.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaNamun, hingga saat ini Indonesia masih menempati posisi kedua kasus malaria tertinggi di Asia setelah India.
Baca SelengkapnyaPuan Maharani meminta Pemerintah memperkuat jaring pengaman layanan kesehatan secara komprehensif dan terkoordinasi, terkait penyakit monkeypox.
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaAdapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Baca SelengkapnyaRamai Kabar Warga Solo Meninggal akibat Leptospirosis, Ini Penjelasan Dinkes
Baca Selengkapnya