KemenPPPA Catat Tiap Satu Bulan Terjadi 1.000 Kasus Kekerasan pada Anak
Merdeka.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebut jika kasus kekerasan yang dialami anak-anak selama tahun 2021 sangatlah tinggi, tercatat sudah ada sekitar 11.149 kasus yang ditangani kementerian tersebut.
"Data yang ada kepada kami, dalam sistem informasi online Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak tahun 2021, selama 10 bulan saja sudah ada 11.149 kasus di bagi 10 jadi 1 bulan sekitar 1.000-an kasus," kata Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA, Robert Parlindungan Sitinjak di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/11).
Tinggi tingginya angka kekerasan maupun pelecehan terhadap anak, kata Robert, semakin pesat dengan kehadarian beragam teknologi. Termasuk kasus pornografi dengan modus game online yang diungkap Bareskrim Polri.
-
Siapa saja yang berpotensi jadi pelaku kekerasan seksual online? Pelaku seringkali membangun hubungan dengan anak-anak, biasanya dengan menyamar sebagai teman sebaya atau karakter yang mereka sukai, atau menggunakan pendekatan lain.
-
Bagaimana orang tua bisa lindungi anak dari kekerasan seksual online? Orang tua perlu memantau aktivitas online anak-anak, memberikan pendidikan mengenai keamanan di internet, serta menciptakan suasana yang aman dan terbuka untuk berdiskusi.
-
Kapan kekerasan seksual paling banyak terjadi pada anak? Dalam data IDAI yang dihimpun pada periode 1 Januari hingga 27 September 2023, Meita menyebut kasus kekerasan seksual paling banyak dilaporkan oleh korban yang berusia remaja atau pada rentang usia 13-17 tahun.
-
Kenapa orang tua perlu lindungi anak dari kekerasan seksual online? Dampak dari pelecehan seksual virtual sangat serius. Korban dapat mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan, seperti depresi, kecemasan, dan perasaan rendah diri. Mereka juga berisiko menjadi sasaran perundungan atau diskriminasi.
-
Apa dampak kekerasan pada anak? Menurut American Psychological Association (APA), anak-anak yang mengalami kekerasan lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, agresi, dan perilaku antisosial di kemudian hari.
-
Kenapa kekerasan anak di sekolah semakin marak? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan maraknya kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan karena lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif. 'Kekerasan pada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya circle yang berpengaruh negatif,' kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono saat dihubungi di Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Senin (11/3).
"Ini semakin kompleks dengan adanya teknologinyang semakin pesat. Bahwa ornografi ini salah satu yang dapat merusak. Jadi pornografi ini bisa menimbulkan malasah serius sekaligus pergeseran prilaku emosi dan prilaku sosial anak," jelasnya.
Atas hal tersebut KemenPPPA, kata Robert, tengah berencana menyusun peta jalan perlindungan anak di ranah daring atau road child online protection untuk melindungi anak-anak dari kekerasan maupun pelecehan seksual.
"Peta jalan ini menjadi pedoman yang harus dipatuhi dan dipedomani oleh, seluruh Kementerian Lembaga, dunia usaha, masyarakat, serta stakeholder , dalam upaya pencegahan dan menahan eksploitasi anak di ranah daring," jelasnya.
Adapun peta jalan tersebut rencananya akan disusun KemenPPPA melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Badan Narkotika Nasional (BNN), Lembaga Perlindunga Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta sejumlah organisasi pemerhati perlindungan anak.
"Kami sama-sama menyusun peta jalan perlindungan, anak di ranah daring ini. Ini kan merupakan sejarah ya (kasus pelecehan seksual melalui via daring). Jadi kita tidak bisa menunggu besok, tidak bisa menunggu bulan depan, tahun depan," tuturnya.
Di sisi lain, Robert mengatakan fokus peta jalan tersebut ditunjukan untuk pencegahan serta perlindungan. Sementara terkait perlindungan, tetap akan ditangani pihak kepolisian.
"Untuk penegakan hukumnya kita serahkan kepada kepolisian kita percaya. Tetapi juga, pencegahan dan perlindungannya kita bersama-sama KemenPPPA untuk menyesuaikan itu," sebutnya.
Orang Tua Diimbau Awasi Aktivitas Anak-Anak
Lebih lanjut, Robert juga meminta kepada para orang tua untuk menjaga anaknya saat beraktivitas di media daring, termasuk saat bermain game online.
"Saya di setiap kesempatan selalu mengatakan anak itu tidak boleh ditinggal sendiri harus diawasi oleh orang dewasa, ngawasinnya itu bukan anak-anak juga, harus orang dewasa juga, itu penting," kata Robert di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/11).
Lebih lanjut, Robert menjelaskan bagi para orang tua juga jangan memberikan pengasuhan anak yang sifatnya alternatif seperti dititipkan ke kakek atau tetangga.
"Dan menghindari pengasuhan alternatif, pengasuhan alternatif itu diasuh oleh kakeknya apalagi diasuh oleh tetangganya, kalau mau sekalian pengasuhan atraktif oleh negara, oleh panti, kan begitu," jelasnya.
Di sisi lain, Robert juga meminta kepada para orang tua untuk lebih hati-hati dalam memberikan pengasuhan anak yang sifatnya alternatif seperti dititipkan ke kakek atau tetangga.
"Dan menghindari pengasuhan alternatif, pengasuhan alternatif itu diasuh oleh kakeknya apalagi diasuh oleh tetangganya, kalau mau sekalian pengasuhan atraktif oleh negara, oleh panti, kan begitu," jelasnya.
Untuk itu, Robert mengatakan Kementerian PPPA ke depannya akan melibatkan organisasi untuk membantu memberikan konsultasi guna menekan angka kekerasan seksual kepada anak.
"Diharapkan menjadi sesuatu peran Kementerian PPPA yang bisa memberikan untuk menekan angka kekerasan terutama juga penggunaan abuse online yang salah seperti ini," tuturnya.
Untuk diketahui, Dittpidsiber Bareskrim Polri berhasil menangkap tersangka seorang pria berinisial S berumur 21 tahun atas kasus predator kejahatan seksual anak dengan modus iming-iming hadiah melalui perantara game online Freefire.
Adapun kasus ini terungkap berawal dari adanya aduan konten negatif dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Nomor 851/5/KPAI/VIII/2021, tanggal 23 Agustus 2021. Kemudian ditindaklanjuti adanya Laporan Polisi Nomor: LP/A/0574/IX/2021/SPKT. Dittipidsiber Bareskrim tanggal 22 September 2021.
Atas perbuatan S dipersangkakan dengan pasal berlapis yakni, Pasal 82 Jo Pasal 76 E UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, denda Rp5 miliar.
Kemudian, Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1); dan/atau Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, dengan hukuman paling lama 12 tahun atau denda Rp. 250 juta paling banyak Rp6 miliar. Serta Pasal 45 ayat (1) 3o Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan hukuman paling lama tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
"Ada tiga Undang-undang yang menjerat tersangka, dimana Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Pornografi, dan Ketiga Undang-Undang ITE," sebutnya.
Atas terkuaknya kasus ini, polisi pun berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berupa satu unit HP merk OPPO A 15 S; satu buah simcard MSISDN 081244688xxx; c. Akun Game Free Fire KC REZA UID 463464xxx; hingga Foto pornografi korban dan Video pada galeri foto.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mencatat, ada 481 pengaduan terkait kasus anak korban pornografi dan cyber crime.
Baca SelengkapnyaData PPATK, sepanjang 2024 ada sebanyak 197.540 anak terlibat judi online dengan nilai transaksi Rp293,4 miliar dan transaksi sebanyak 2,2 juta kali.
Baca SelengkapnyaMereka tercatat dalam 19.555 kali transaksi senilai Rp2,29 miliar.
Baca SelengkapnyaKetua KPAI Ai Maryati Solihah menyebutkan regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak sebetulnya sudah cukup komprehensif.
Baca SelengkapnyaPuan menekankan agar Pemerintah berkolaborasi dengan seluruh pihak terkait untuk berantas judol dari semua kalangan.
Baca SelengkapnyaSebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22 ribu transaksi judi online dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar.
Baca SelengkapnyaPerkembangan tekhnologi yang berkembang dengan pesat, melahirkan berbagai inovasi untuk masyarakat.
Baca SelengkapnyaPemerintah membutuhkan kerja sama dengan orang tua untuk mengawasi aktivitas anak saat mengakses internet.
Baca SelengkapnyaRisma mengatakan, kemajuan teknologi beriringan dengan masalah sosial juga ikut berkembang.
Baca SelengkapnyaIvan mengatakan permasalahan judi online pada anak ini harus ditangani bersama
Baca SelengkapnyaMenko Polkam Budi Gunawan mengungkap ada 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun terlibat dalam aktivitas judi online.
Baca SelengkapnyaBG menyebut, judi online sudah sangat meresahkan, mengkhawatirkan, dan darurat.
Baca Selengkapnya