Kena lumpur Lapindo, warga luar peta terdampak minta ganti rugi
Merdeka.com - Warga di luar peta terdampak lumpur panas Lapindo Brantas di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, bakal menolak rencana evakuasi yang dilakukan perangkat desa setempat. Sebab, warga meminta ganti rugi segera dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas.
Namun, Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris mencemaskan, jika ini terjadi, bakal terjadi gesekan horizontal antar warga. "Saya meminta warga tetap tenang. Kalau mereka meminta ganti rugi segera, bagaimana dengan warga yang dalam peta terdampak? Mereka (warga dalam peta terdampak), hingga saat ini belum sepenuhnya menerima ganti rugi, sementara warga yang di luar peta, meminta penuh segera," kata Haris khawatir, Kamis (11/9).
Dan kalau itu terjadi, lanjut dia, akan terjadi perang antar warga. "Memang untuk saat ini, kami belum melihat indikasi itu. Tapi itu bisa saja terjadi, jika warga tetap ngotot. Makanya saya meminta warga bersabar, nanti malah terjadi konflik. Kalaupun terjadi gesekan itu, kita sudah menyiapkan aparat, baik kepolisian maupun TNI untuk meredam gejolak itu," aku Haris.
-
Mengapa warga Latimojong menolak harga pembebasan lahan? Cones mengaku pasca kejadian tersebut keluarganya mengalami trauma. Bahkan, anaknya enggan berangkat ke sekolah. 'Anak saya trauma dan tidak masuk sekolah karena peristiwa kemarin. Untuk sementara kami menenangkan diri di rumah kerabat,' ucapnya.
-
Kenapa warga Bantargebang dapat uang kompensasi? Uang Kompensasi Bau TPST tak bebas dari permukiman warga. Bahkan, mereka yang tinggal di tiga kelurahan. Yakni Cikiwul, Sumur Batu, Ciketing Udik) dapat uang kompensasi bau senilai Rp400 ribu per bulan.
-
Kenapa warga Kampung Teko tetap tinggal di kampung yang tenggelam? Masyarakat di kampung apung disebut tak ingin meninggalkan daerah tersebut karena merupakan tanah kelahiran. Selain itu, alasan lainnya adalah daerah tersebut merupakan tempat mencari nafkah sehingga sulit jika harus pindah ke tempat baru.
-
Dimana lokasi tanggul yang jebol? Dalam video melalui drone, tampak cukup luasnya lahan yang terkena terjangan banjir bandang tersebut. Tampak jembatan Sungai Tuntang sudah tidak tampak seutuhnya.
-
Siapa yang menolak pembuatan sumur resapan? Pada awalnya, tak sedikit warga yang menolak usulan pembuatan sumur resapan itu.
-
Kenapa pemukiman itu akhirnya ditinggalkan? Sayangnya, pemukiman yang padat ini harus berakhir akibat masuknya Zaman Besi. Cuaca yang berubah menjadi lebih dingin dan basah menjadikan wilayah ini dihuni oleh banyak nyamuk dan menyebabkan mereka pindah ke wilayah lain.
Selain itu, Haris juga mengaku, pihaknya bersama Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), mencoba untuk meminimalisir aliran lumpur panas yang merembes ke perkampungan, dan saat ini sudah ada 20 rumah warga yang tergenang air lumpur berwarna pekat itu.
"Maunya kita dibangun tanggul permanen, tapi didemo warga terus. Jadi ya terpaksa kita pakai sesek (anyaman bambu) untuk pembuatan tanggul. Sebenarnya sudah ada lahan yang sudah dibebaskan untuk pembuatan tanggul permanen, tapi ya itu dihalang-halangi terus oleh warga," sesal dia.
Sementara dari informasi yang digali merdeka.com di lapangan, saat ini, warga luar peta terdampak di Desa Gempolsari, telah menerima uang ganti rugi 20 persen. Di desa itu sendiri, dihuni oleh 5,4 ribu jiwa.
Namun, karena belum menerima ganti rugi penuh, warga menolak dievakuasi dan dibuatkan tanggul permanen. "Kalau dievakuasi di rumah Bakrie (Aburizal Bakrie) ya kita mau, kalau di balai desa ya nggak, nanti malah jadi tontonan orang," celetuk Sulastri, salah satu warga yang rumahnya digenangi lumpur.
Diberitakan sebelumnya, Rabu kemarin (11/9), sekitar pukul 06.00 WIB, di titik 68 yang berada di sisi utara semburan utama, lumpur panas mengalir deras menuju rumah-rumah warga di Desa Gempolsari. Lumpur panas itu mengalir, karena debitnya terus mengalami peningkatan, khususnya di waktu malam.
Rembesan lumpur panas itu, mengalir deras di antara lumpur yang mengering dan membentuk selokan air. Informasinya, jalur yang dilalui luberan lumpur panas ini, merupakan bekas jalur tanggul utama yang pernah jebol pada 2011 lalu.
Dikhawatirkan, jika aliran lumpur panas tersebut terus mengalir, akan memenuhi sungai yang volumnye saat ini sudah relatif tinggi karena endapan tanah. Terlebih lagi, saat malam tiba, air lumpur pasang seperti air laut dan meluber ke rumah-rumah warga melalui celah lumpur yang mengering. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ditumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaBudi, salah seorang warga mengaku resah dan khawatir jika ada aktivitas tambang pasir
Baca SelengkapnyaFasilitas maupun rumah warga yang rusak akibat pembangunan itu harus segera diperbaiki atau diganti dalam waktu singkat.
Baca SelengkapnyaPemerintah masih bersengketa dengan warga yang ingin menetap dan enggan meninggalkan wilayah IKN.
Baca SelengkapnyaMerasa tidak adil, warga di Jalan Juanda Kota Medan menolak dan menggugat pembangunan underpass.
Baca SelengkapnyaBeredar di media sosial, warga ramai-ramai mancing di sebuah kubangan. Terlihat lubang tersebut berukuran cukup besar dan berada di tengah jalan.
Baca SelengkapnyaKarena tidak terima, emak-emak sekitar langsung menggeruduk pabrik tersebut.
Baca SelengkapnyaWarga Kecamatan Leuwigoong, Garut, Jawa Barat mengaku menjadi korban pungutan liar (pungli) pihak desa saat menerima uang ganti rugi pembangunan Tol Getaci.
Baca SelengkapnyaWarga menolak aktivitas tambang karena membuat mereka gagal panen dan tercemarnya lingkungan.
Baca SelengkapnyaKorban penggusuran Dukuh Pakis curhat nasib yang ia alami usai rumahnya digusur. Ia kebingungan hendak tinggal di mana.
Baca SelengkapnyaBahlil mengatakan kegiatan investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaProyek bendungan itu sempat mangkrak diduga karena kontraktornya tidak dibayar.
Baca Selengkapnya