Kesedihan Sumiati digugat anak kandung, rumah disita & numpang tinggal bareng anjal
Merdeka.com - Kisah miris terjadi di Kediri, Jawa Timur. Sumiati (70) warga Desa Ngablak, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri digugat oleh dua anak kandungnya. Gara-gara warisan Sumiati harus berhadapan dengan hukum di pengadilan.
Janda tua ini harus berhadapan dengan dua orang anaknya Emi Asih, anak sulung dan Lalan Suwanto, anak keempatnya di muka majelis Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Selasa (19/9).
Kuasa hukum Emi Asih dan Lalan Suwanto, Priyo menjelaskan kliennya terpaksa melayangkan gugatan karena kecewa tak mendapat hak waris. Penyebabnya, almarhum ayahnya telah menulis surat wasiat sebelum meninggal dunia agar membagi harta waris berupa lahan dan bangunan rumah untuk kelima orang anaknya dan istrinya.
-
Kenapa istri mengajukan gugatan cerai? Seorang perempuan dengan inisial AY, mengajukan permohonan cerai terhadap suaminya, CY, dengan alasan kurangnya kebersihan diri sebagai alasan utama.
-
Siapa yang mengajukan gugatan cerai? Nisya mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan sidang sudah berlangsung hingga tahap pembuktian.
Peninggalan sang ayah telah beralih tangan kepada orang lain. Peralihan hak tersebut baru diketahui setelah Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri melakukan eksekusi. Sebab, lahan seluas 1.300 meter dan diatasnya berdiri sebuah rumah itu dijadikan jaminan utang oleh tergugat. Tetapi, dalam perjalannya tergugat tidak sanggup melunasi.
Enik Murtini, anak bungsu tergugat turut serta dalam proses pengajuan utang tersebut. Oleh sebab itu, dia dihadirkan dalam persidangan untuk dimintai keterangan. Seusai diperiksa, Anik mengakui kesalahannya. Dia juga meminta maaf kepada kedua kakaknya.
"Dengan sepenuh hati kami mengakui kesalahan. Kami dan ibu, lalu kakak Pujiono meminta maaf. Kita benar-benar salah," kata Enik.
Dia tampak sangat bersedih. Saat menyampaikan permintaan maaf, matanya sembab, seolah hendak menangis tetapi malu.
Enik merasa paling bersalah dari peristiwa yang dialami ibu kandungnya. Sebab, dirinya yang merasa memiliki andil besar mengajukan pinjaman dengan agunan sertifikat rumah peninggalan orang tuanya. Dia tidak menyangka, persoalannya menjadi serunyam ini, hingga menyakiti saudaranya sendiri.
Enik bercerita, awalnya dia ingin memulai usaha budidaya ayam petelor. Tetapi dia tidak memiliki modal. Akhirnya Enik merayu ibunya agar meminjam uang. Lalu, mereka bertemu dengan Bambang Hartono, warga Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Dia kemudian menjaminkan sertifikat tanah warisan sebagai jaminan utang kepada Bambang Hartono.
"Menurut pak Bambang sertifikat tersebut dijaminkan ke bank untuk mengutang. Akhirnya cair uang pinjaman sebesar Rp 120 juta. Dari jumlah itu, Rp 70 juta diberikan kepada saya, sedangkan sisanya Rp 50 juta dipakai pak Bambang. Uang itu kemudian saya pakai modal usaha," jelas Ernik.
Enik meminjam uang melalui bantuan Bambang dengan alasan saat itu usahanya baru saja dirintis. Tentunya, bank tidak akan memberikan pinjaman. Berbeda dengan Bambang. Terlebih, Enik bebranggapan hanya berurusan secara pribadi dengan Bambang dan tidak berkaitan dengan perbankan.
Dalam proses pengajuan pinjaman ini, Enik dan ibunya tidak melibatkan penggugat. Sebab, keduanya berada di luar wilayah Kediri. Sementara dua saudaranya yang di Kediri hanya dimintai tanda tangan sebagai bukti kesediaanya.
"Saya sedang buka usaha ayam petelur. Tetapi dalam perjalanan kami, usaha kami mengalami kebangkrutan. Kami tidak bisa mengangsur. Akhirnya rumah dieksekusi oleh bank dan lalu dilelang. Sampai akhirnya jatuh kepada pemenang lelang. Kedua kakak saya baru mengetahui setelah di pengadilan saat akan dilangsungkan eksekusi," ujarnya.
Menurut Priyo, jual beli lahan dan bangunan tersebut cacat hukum. Sebab, penggugat tidak memberikan tanda tangannya. Padahal lahan dan bangunan tersebut adalah hak waris peninggalan almarhum orang tuanya. Alasan yang lain karena penggugat memiliki hak yang sama dengan anak-anak yang lain.
Rumah disita dan numpang tinggal di tempat anjal
Perempuan yang usianya sudah senja tersebut kini tinggal bersama anak-anak jalanan. Dia numpang di Rumah Karya, sebuah rumah yang disediakan Pemerintah Kota Kediri untuk membina anak-anak jalanan dan dari komunitas punk. Rumahnya disita karena gugatan.
Rumah karya milik Pemkot Kediri itu menjadi tumpuan hidup janda lima orang anak ini. Saat ini, waktunya ia habiskan di rumah yang berada Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Sumiati tidak sendirian, dirinya terpaksa menumpang bersama keluarga anak bungsunya Enik Murtini (32), menantunya Mohammad Faisol (36), suami Enik dan dua orang cucunya, anak Enik.
Ketika ditemui, Sumiati tampak sangat bersedih. Tangisnya pecah saat ditanya perihal keberadaannya di rumah tempat anak jalanan. Sambil menangis, Sumiati menjawab sudah tiga bulan menumpang, sejak Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri mengeksekusi rumahnya.
"Sebenarnya saya tidak betah di sini. Meski pun rumahnya bagus, tetapi lebih nyaman di rumah sendiri," ucap Sumiati sambil mengusap air matanya, Kamis (21/9).
Sumiati, sesekali terlihat sesenggukan menahan kenyataan hidup yang berat yang harus ia jalani. Tetapi berusaha tegar karena tidak ingin memperlihatkan kesedihan di mata anak-anaknya yang lain.
Sumiati menceritakan eksekusi pengosongan rumah dilakukan PN Kabupaten Kediri, pada 17 April 2017 lalu. Sepuluh hari menjelang pelaksanaan, pengadilan mengirimkan surat pemberitahuan.
Ada tiga termohon eksekusi yaitu, Bambang Hartono, Enik Murtini dan Sumiati. Bambang Hartono adalah perantara peminjaman kredit ke bank asal Dusun Pilangbango, Desa Tarokan, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.
Sebenarnya Sumiati tidak tahu proses eksekusi. Sebab sebelumnya, ia sudah dibawa oleh Enik pergi dari rumah. Waktu itu Enik khawatir ibunya bakal shock berat melihat rumahnya diambil paksa bank.
"Saya disembunyikan oleh anak saya, sehingga tidak tahu pelaksanaan eksekusi. Tahu-tahu barang dari dalam rumah sudah dikeluarkan. Banyak barang yang rusak, banyak yang pecah," kata Sumiati sembari meneteskan air mata.
Baginya rumah yang ia bangun bersama suaminya H Muradi yang berada di tepi jalan gang di Desa Ngablak itu sangat berharga. Bahkan, tak ternilai dengan apa pun. Rumah itu meninggalkan banyak kenangan bersama almarhum suaminya dan anak sulungnya Emi Asih yang kini memperkarakannya di PN Kota Kediri.
"Rumah itu kami bangun dengan susah payah. Saya bersama almarhum suami dan Emi Asih. Dia yang setiap pagi saya ajak ke pasar membawa belanjaan. Kami kumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk membangunnya. Jika saya mengingat itu, rasanya sangat sedih sekali," tambah Sumiati dengan mata berkaca-kaca.
Kini perasaan Sumiati bercampur aduk. Antara sedih karena kehilangan rumah penuh sejarah, dan kebingungan lantaran digugat oleh anak-anaknya sendiri. Bahkan, sebelum gugatan dilayangkan ke pengadilan, Sumiati sempat dibentak oleh kedua penggugat perihal rumahnya yang berpindah tangan kepada orang lain.
"Saya dibentak. Kenapa tidak memberitahukan masalah tersebut kepada mereka. Tetapi ini sudah terlanjur. Demi rasa sayang saya terhadap Enik Murtini. Saya pada waktu itu berpikir dia bisa memulai usaha. Bisa menyusul sukses bersama kakak-kakaknya," katanya.
Meskipun dirundung kesedihan yang teramat mendalam, tetapi Sumiati sadar bahwa kasih sayangnya terhadap semua anaknya harus sama. Tidak hanya kepada Enik Murtini saja, tetapi kepada keempat saudaranya, termasuk kepada Emi Asih dan Lalan.
Sumiati sangat menyadari semua anaknya memiliki hak yang sama, termasuk hak waris peninggalan almarhum suaminya.
Di akhir wawancara Sumiati berharap masih ada keadilan baginya. Dia menginginkan rumah itu kembali ke tangannya dan bisa ditempati bersama anak-anaknya.
"Harapan itu sudah wajar bagi setiap orang yang sudah berusia senja. Ingin menikmati masa tuanya dengan anak anak dan cucunya," pungkasnya.
(mdk/rzk)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Majelis Hakim Nelly Andriani mengingatkan, jangan sampai aib keluarga menjadi konsumsi publik.
Baca SelengkapnyaRumah itu dibangun suami Sugiati, tetapi tanahnya pemberian orang tua Sugiati.
Baca SelengkapnyaTim Hukum Kusumayati, Nyana Wangsa kepada awak media menjelaskan duduk perkara dari sudut kliennya sebagai tergugat.
Baca SelengkapnyaKliennya sangat berharap perkara ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa harus saling menggugat.
Baca SelengkapnyaKesehatan nenek ST (73), menurun akibat kelelahan menghadapi masalah dengan anak angkatnya
Baca SelengkapnyaKorban penggusuran Dukuh Pakis curhat nasib yang ia alami usai rumahnya digusur. Ia kebingungan hendak tinggal di mana.
Baca SelengkapnyaRafael diberikan rumah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Baca SelengkapnyaApa itu surat wasiat, pentingnya membuat wasiat, jenisnya, dan cara membuatnya, berikut ulasannya.
Baca SelengkapnyaIbu di Bogor diceraikan suaminya hanya karena anak ayam peliharaan sang suami mati.
Baca SelengkapnyaPria di Palembang Gantung Diri Karena Ditinggal Anak Istri, Tulis Wasiat Menyentuh Hati
Baca SelengkapnyaYosep merupakan otak pembunuhan terhadap istri dan anak kandungnya tersebut.
Baca SelengkapnyaBeredar informasi jika penyebab penganiayaan ini dilatarbelakangi persoalan keluarga.
Baca Selengkapnya