Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Keterkaitan Hukuman Mati dan Efek Jera Belum Terbuktikan

Keterkaitan Hukuman Mati dan Efek Jera Belum Terbuktikan Jaksa Agung. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Wacana penerapan hukuman mati oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dianggap belum bisa menjadi solusi pemberantasan tindak pidana korupsi. Wacana tersebut mendapat kritikan dari pakar dan pengamat hukum di Indonesia.

Salah satunya Pengamat Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar. Dia menyebut hukuman mati selama ini belum terbukti memberikan efek jera bagi para koruptor. Menurutnya, dalam penegakan hukum kasus korupsi, fokus utamanya adalah pengembalian kerugian keuangan negara dan hukuman seumur hidup.

"Keterkaitan hukuman mati dan efek jera memang belum bisa dibuktikan. Seharusnya memang dalam korupsi, fokus utamanya adalah pengembalian kerugian daripada hukuman mati. Hukuman seumur hidup atau 20 tahun juga cukup," ujar Akbar dalam keterangannya dikutip Kamis (4/11/2021).

Orang lain juga bertanya?

Kritik juga datang dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Menurutnya apa yang disampaikan Jaksa Agung Burhanuddin hanyalah sebuah jargon politik untuk mempertahankan eksistensinya.

"Entah itu presiden atau pun pimpinan lembaga penegak hukum (misalnya, Ketua KPK atau Jaksa Agung), pengguliran wacana hukuman mati hanya jargon politik," ujar Kurnia.

Pernyataan Kurnia itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, penegakan hukum yang dilakukan jajaran Kejaksaan Agung belum optimal dan berkualitas. Kurnia berpandangan penegakan hukum yang dilakukan Kejagung masih memperlihatkan ketidakberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi.

"Padahal, kalau kita berkaca pada kualitas penegakan hukum yang mereka lakukan, hasilnya masih buruk. Jadi, apa yang diutarakan tidak sinkron dengan realita yang terjadi," lanjutnya.

Kurnia mencontohkan penanganan kasus korupsi yang dilakukan Kejagung terhadap Jaksa Pinangki Sirnamalasari. Menurut Kurnia, dari penanganan perkara korupsi yang melibatkan Pinangki, terlihat bahwa kualitas penegakan hukum Kejagung masih buruk.

Apalagi, Kejagung diketahui menuntut rendah Pinangki.

"Khusus untuk Kejaksaan Agung, masyarakat tentu masih ingat bagaimana buruknya kualitas penegakan hukum di Korps Adhayksa ketika menangani perkara yang melibatkan oknum internalnya, misalnya, Pinangki Sirna Malasari," kata dia.

Hukuman Mati Bergantung Kajian Tim Kejaksaan

Kurnia mengatakan, dalam catatan ICW, hukuman penjara masih berada pada titik terendah, yakni rata-rata 3 tahun 1 bulan untuk tahun 2020. Sedangkan, pemulihan kerugian keuangan negara juga menjadi problematika klasik yang tak kunjung tuntas.

"Bayangkan, kerugian keuangan negara selama tahun 2020 mencapai Rp 56 triliun, akan tetapi uang penggantinya hanya Rp 19 triliun," lanjut Kurnia.

Persoalan wacana hukuman mati ini turut dikritisi Pakar Hukum Universitas Pelita Harapan Rizky Karo Karo. Ia mengatakan jika pidana mati dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih berlaku (asas legalitas) dengan syarat tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu.

"Jika melihat dari Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata Rizky.

Rizky menyebut hukuman mati bisa dilakukan pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Menurutnya, tidak semua tindak pidana kasus korupsi dapat didakwakan dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Adapun syarat keadaan tertentu dalam pasal tersebut harus diteliti hubungan sebab akibatnya sehingga dapat dituangkan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum.

"Jadi, kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam melakukan penuntutan harus dilakukan sesuai prosedur hukum disertai bukti yang cukup (due process of law)," kata dia.

Rizky mengatakan Jaksa Agung memiliki komitmen dalam penegakan hukum kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri. Menurutnya, Jaksa Agung ingin melindungi korban, menuntut terdakwa, dan berupaya mengembalikan kerugian keuangan negara.

Namun, terkait dengan hukuman mati terhadap dua kasus tersebut, menurutnya sangat bergantung dengan kajian oleh tim Kejaksaan.

"Walaupun pidana mati masuk ke dalam dakwaan dengan model dakwaan tertentu (tunggal, alternatif, kumulatif, subsider, kombinasi) suatu perkara, namun Majelis Hakim pemeriksa perkara yang akan menjatuhkan vonis, apakah memang pantas divonis dengan pidana mati atau tidak," kata dia.

Sumber: Liputan6.com

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mahfud MD: Saya Setuju Koruptor Dijatuhi Hukuman Mati
Mahfud MD: Saya Setuju Koruptor Dijatuhi Hukuman Mati

Mahfud menjelaskan dalam Undang-Undang yang saat ini bisa saja menerapkan hukuman mati bagi koruptor.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ide Galak Ahok Tolak Hukuman Mati Koruptor Pilih Dimiskinkan Biar Makin Sengsara di Penjara!
VIDEO: Ide Galak Ahok Tolak Hukuman Mati Koruptor Pilih Dimiskinkan Biar Makin Sengsara di Penjara!

Basuki Tjahaja Purnama, atau biasa disapa Ahok tak setuju jika koruptor dihukum mati. Alasannya, hukuman mati para koruptor tidak akan menyelesaikan masalah.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ide Galak Ahok Tolak Hukuman Mati Koruptor Pilih Dimiskinkan
VIDEO: Ide Galak Ahok Tolak Hukuman Mati Koruptor Pilih Dimiskinkan "Biar Makin Sengsara di Penjara!"

Ahok lebih memilih koruptor dimiskinkan dan dihukum penjara seumur hidup

Baca Selengkapnya
PN Jaksel Kandaskan Perlawanan Direktur Bukaka Sofiah Balfas Terhadap Kejagung
PN Jaksel Kandaskan Perlawanan Direktur Bukaka Sofiah Balfas Terhadap Kejagung

Sofiah Balfas sebelumnya mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka korupsi proyek Tol MBZ oleh Kejagung.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Bakal Ajukan Lagi RUU Perampasan Aset ke DPR Tahun Depan
Pemerintah Bakal Ajukan Lagi RUU Perampasan Aset ke DPR Tahun Depan

Menurut Andi, pemerintah tengah mendiskusikan untuk melanjutkan pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI dalam program legislasi nasional.

Baca Selengkapnya
Habiburokhman Gerindra Sentil Mahfud soal Pembunuhan Vina Cirebon: Ente 5 Tahun Jadi Menko Polhukam Tak Bisa Ungkap Kasus Itu
Habiburokhman Gerindra Sentil Mahfud soal Pembunuhan Vina Cirebon: Ente 5 Tahun Jadi Menko Polhukam Tak Bisa Ungkap Kasus Itu

Habiburokhman menyentil Mahfud. Dia mengungkit kinerja Mahfud saat menjabat Menko Polhukam selama hampir lima tahun.

Baca Selengkapnya
Hakim Vonis Bebas Ronald Tanur, Kejagung Nilai Hukum Tidak Diterapkan
Hakim Vonis Bebas Ronald Tanur, Kejagung Nilai Hukum Tidak Diterapkan

Terkait dengan putusan bebas terhadap Ronald, dia mengatakan bahwa kejaksaan secara tegas mengajukan upaya kasasi.

Baca Selengkapnya
Novum dari Saka Tatal Dalam Upaya PK Kasus Vina Cirebon Ditolak JPU
Novum dari Saka Tatal Dalam Upaya PK Kasus Vina Cirebon Ditolak JPU

Krisna menegaskan kalau Saka Tatal tidak terlibat dalam kasus tersebut, karena pada peristiwa itu kliennya tidak berada di lokasi kejadian.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Bicara Ancaman Miskinkan Koruptor Sebut Tak Cukup Cuma di Penjara
Jaksa Agung Bicara Ancaman Miskinkan Koruptor Sebut Tak Cukup Cuma di Penjara

Perlu upaya lain yakni mampu mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.

Baca Selengkapnya
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil

Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Akui Ada Kendala Tindak Pidana Pemilu, Pelaku Ulur Waktu Proses Penanganan
Jaksa Agung Akui Ada Kendala Tindak Pidana Pemilu, Pelaku Ulur Waktu Proses Penanganan

Jaksa Agung mengaku sering mengalami kendala dalam penanganan kasus tindak pidana pemilu.

Baca Selengkapnya