Ketua GP Ansor nilai masyarakat masih banyak diam & tak respons gerakan radikal
Merdeka.com - Gerakan kelompok teroris di Indonesia sudah sangat membahayakan. Bahkan, gagasan mengenai gerakan teror mulai merasuk di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di kalangan aparatur sipil negara (ASN), BUMN, dan lainnya.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Saiful Rahmat Dasuki menilai, kondisi ini seharusnya jadi peringatan bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan ikut serta untuk mengatasinya. Namun, saat ini masih banyak masyarakat yang diam dan tidak tergerak untuk merespons gerakan-gerakan radikal yang ada dan nyata di lingkungan sekitar masing-masing. Akibatnya, paham radikal ini mendapat ruang untuk tumbuh dan membesar.
Merujuk hasil survei lembaga Alvara, Saiful mengatakan ada 23 persen kalangan generasi muda Indonesia yang menyatakan setuju dengan ide negara Khilafah, dan 5 persen di antaranya menyatakan sangat setuju. Hal ini diungkapkannya dalam diskusi yang digelar DPN Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (29/5).
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Kenapa terorisme jadi ancaman besar untuk Indonesia Emas 2045? Sebagai negara kepulauan dengan keberagaman budaya dan agama, Indonesia memiliki potensi besar menjadi negara maju dan sejahtera. Namun, ancaman manifes dan laten tidak bisa dielakkan, seperti bibit intoleransi dan radikalisme pada aksi terorisme.
-
Siapa yang berperan penting dalam mencegah terorisme di Indonesia? Ary mengatakan tantangan tersebut semakin kompleks dengan adanya bonus demografi 2045. Hal itu, ucapnya, menjadi salah satu tugas utama BNPT.
-
Bagaimana cara mencegah terorisme di Indonesia? Di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban terorisme ini, Anda bisa membagikan cara mencegah radikalisme di media sosial. Hal ini penting dilakukan agar tindakan terorisme bisa diminimalisir atau dihilangkan.
-
Kenapa kejahatan siber di Indonesia sangat berbahaya? Kejahatan siber dengan berbagai bentuk dan tingkat kompleksitasnya, menjadi ancaman serius bagi individu, perusahaan, dan bahkan negara secara keseluruhan.
-
Siapa yang mengancam warga? 'Setelah kami periksa secara maraton, kami tingkatkan ke penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka,' ungkap Kasatreskrim Polrestabes Palembang AKBP Haris Dinzah, Selasa (19/12). Tersangka Bripka ED dijerat Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman paling lama satu tahun penjara.
"Ini seperti fenomena gunung es di lautan. Yang 5 persen itu yang terlihat dan dipastikan teroris. Sisanya adalah yang terendam dan tak terlihat yang sangat berpotensi menjadi teroris," kata Saiful, yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PPP Jakarta Selatan.
Menurutnya, pemahaman mengenai agama yang semata-mata tekstual merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi maraknya gerakan radikal berbasis agama saat ini. Pemahaman tekstual ini kemudian dibenturkan secara kontekstual tanpa panduan ilmu dalam mencari lebih jauh tentang kebenaran teks tersebut.
Padahal, menurutnya, setiap teks pasti ada asal-usulnya mengapa diturunkan, sehingga teks itu dapat dipahami secara mendalam, tidak semata-mata secara harfiah.
"Di Nahdlatul Ulama khususnya, kita belajar memahami Alquran dan Hadits dengan bimbingan para kiai yang belajar dari kiai sebelumnya dan seterusnya. Bukan melalui perangkat gadget dan internet seperti yang selama ini banyak terjadi," katanya.
"Contohnya Dita Milenia, anak remaja yang ditangkap sekitar Mako Brimob yang terindikasi akan melakukan penusukan dengan gunting yang dibawanya, diketahui belajar agama lewat sosial media," katanya.
Peneliti senior LP3ES, Rahadi T Wiratama mengatakan terorisme di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor dinamika politik internasional, khususnya yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Menurutnya, gejolak politik di sejumlah negara Islam seperti Afghanistan di masa Perang Dingin, Mesir, Libya, serta Suriah akhir-akhir ini, relatif berhasil menarik keterlibatan sebagian umat Islam dari berbagai negara termasuk Indonesia untuk menjadi kombatan.
"Pergolakan yang berlangsung sejumlah negara di kawasan itu sebetulnya bukan persoalan agama, melainkan politik. Bahkan, yang terjadi di Afghanistan dan Palestina misalnya, sejatinya adalah gerakan nasionalis atau gerakan kemerdekaan negara itu. Namun, bingkai yang kemudian muncul adalah bias bahwa yang terjadi adalah perang agama atau antara umat Islam dan non Islam. Bias ini tentu sangat berbahaya," katanya.
Dia mengatakan, Amerika Serikat juga turut berperan dalam situasi tersebut. Negara adikuasa itu, menurutnya, tidak punya desain politik global terutama setelah berakhirnya Perang Dingin.
"Maka terlihat bahwa Amerika juga pada akhirnya harus mengerahkan sumber daya yang sangat besar untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok yang mereka ciptakan sebelumnya, termasuk Al Qaeda dan ISIS," katanya.
Menurutnya, ketentuan hukum di Indonesia sebelum disahkannya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak memungkinkan aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan antisipatif dan preemtif.
"Disahkannya undang-undang mengenai pemberantasan terorisme yang baru, tentu diharapkan dapat lebih memudahkan aparat untuk mencegah dan menindak pihak yang berindikasi menganut paham radikal. Namun, undang-undang itu juga tidak boleh eksesif dalam pelaksanaannya," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, seorang karyawan KAI di Bekasi, Jawa Barat diduga masuk dalam jaringan terorisme.
Baca SelengkapnyaAhmad Basarah PDIP mengecam penganiayaan anggota TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali.
Baca SelengkapnyaSituasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Baca SelengkapnyaPenangkapan di beberapa tampat baru-baru ini semakin menguatkan rasa aman bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaMasyarakat dan Pemerintah diharapkan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap gerakan kelompok terlarang.
Baca SelengkapnyaMa'ruf menduga kelompok ini menyasar anak muda karena masa depan bangsa ada di tangan mereka.
Baca SelengkapnyaOrganisasi kelompok anti-Pancasila sudah dibubarkan, tapi sel-sel mereka masih terus bergerak di bawah tanah.
Baca SelengkapnyaRomo Benny menyampaikan harapannya agar Indonesia tidak mudah dipecah belah oleh perbedaan kebudayaan atau keagamaan.
Baca SelengkapnyaPergerakan kelompok itu dicurigai dimotori pihak lama yang sudah dilarang oleh Pemerintah
Baca SelengkapnyaTermasuk mengangkat isu Patung Yesus yang sebenarnya telah dibahas dan telah diselesaikan oleh unsur Forkopimda dan para tokoh di Intan Jaya.
Baca SelengkapnyaPancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi
Baca Selengkapnya