Ketua MK soal pasal penghinaan presiden: Putusan MK final & mengikat
Merdeka.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat enggan berkomentar soal pasal penghinaan presiden yang bakal dihidupkan kembali oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Padahal sebelumnya, MK telah menolak pasal penghinaan presiden yang dulunya sempat diajukan di era Presiden SBY.
"Oh saya tidak boleh komentar, dan itu sudah putusan MK. Makanya saya tidak boleh komentar soal itu. Kita bisa mengatakan begini. Putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Itu saja," kata Arief kepada wartawan usai bertemu Presiden Jokowi di Istana, Jakarta, Senin (10/8).
Ketika ditanya apakah masih ada peluang uji materi pasal penghinaan presiden itu bakal disidangkan dan dikabulkan di MK, Arief tidak berkomentar panjang. Kata dia, memang pernah terjadi ketika MK sudah memutus dan menolak suatu UU kemudian diajukan lagi kemudian keputusannya berubah.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Kenapa hasil putusan MK harus diterima? 'Itu yang paling penting, menerima apapun hasil keputusan agar tidak terjadi kegaduhan dan memunculkan yang tidak kita inginkan bersama,' kata Pakar Politik Arfianto Purbolaksono saat dihubungi wartawan, Rabu (27/3) malam.
-
Kapan putusan Mahkamah Agung dijatuhkan? Kasasi kasus atas dua terdakwa yakni Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, kata Arif, diputus tanggal 14 Juni 2023.
-
Siapa yang mengomentari putusan MK? Kuasa Hukum Pasangan AMIN Bambang Widjojanto (BW) mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.
-
Apa putusan MK untuk sengketa Pilpres 2024? 'Saya dengan Pak Mahfud orang yang sangat taat pada konstitusi, apapun pasti akan kita ikuti,' kata Ganjar, saat diwawancarai di Hotel Mandarin, Jakarta, Senin (22/4).
-
Apa yang diputuskan MKMK terkait Arief Hidayat? Hakim Konstitusi, Arief Hidayat dinyatakan tidak melanggar etik terkait jabatannya sebagai ketua umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI).
"Ya anu saja. Ada beberapa memang terjadi, kemudian dibuatkan lagi dengan landasan filosofi yang lain, landasan-landasan yudis yang lain," jelasnya.
Untuk konteks ini, Arief mencontohkan, ketika uji materi UU MD3 yang diputuskan MK padahal sebelumnya sudah ditolaknya. Ketika kembali ditegaskan apakah memungkinkan pasal penghinaan presiden jika diuji materi dan MK bisa berubah putusannya, Arief lagi-lagi enggan berkomentar panjang lebar.
"Bisa ada yang begitu. Contohnya dalam UU MD3. Itu kan kita mengajukan lagi, padahal kita sudah pernah memutus. Tapi apakah itu menjadi pengujian UU lagi enggak tahu saya. Saya tidak boleh komentar, karena kemungkinan itu bisa menjadi objek sengketa atau perkara di MK kembali. Kalau dalam hal-hal itu saya sangat tidak boleh berkomentar karena melanggar kode etik hakim di MK," terangnya.
Sedangkan terkait uji materi Undang-Undang Pilkada apalagi dengan fenomena di kabupaten/kota yang hanya terdapat satu calon, Arief mengakui memang sudah banyak yang mendaftar.
"Banyak sekali. Makanya kita kemarin UU pilkada kan sudah banyak yang kita putus. Itu sudah ada. Jadi semua yang potensial menjadi objek sengketa perkara pengujian UU, saya menurut peraturan perundangan dan kode etik saya dilarang mengomentari. Jadi saya mohon maaf," tutupnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Putusannya bersifat final dan mengikat, selesai, tidak ada bandingnya. Nah pak hakimnya korupsi? Hakimnya melanggar etik? Adili," kata Mahfud.
Baca SelengkapnyaGolkar menyebut, keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Baca SelengkapnyaSeperti diketahui, MK baru saja mengeluarkan putusan mengubah syarat Pilkada.
Baca SelengkapnyaTerlepas dari hasil putusan, Maruarar menyoroti para hakim konstitusi yang masih bertahan di jabatannya masing-masing.
Baca SelengkapnyaGerindra menilai tidak bisa membatalkan keputusan MK soal syarat Capres-Cawapres.
Baca SelengkapnyaMenurut Komisi III, tak perlu ada perubahan undang-undang agar putusan MK terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden berlaku.
Baca SelengkapnyaGuru Besar Hukum senior ini sangat memahami ada masyarakat yang kecewa dengan vonis tersebut. Tetapi ia berpesan agar jangan berpikir negatif.
Baca Selengkapnya