Kisah Brigjen Arief perangi korupsi sampai didongkel cukong Rp 10 M
Merdeka.com - Semenjak menjadi Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Arief Sulistyanto membuat sejumlah gebrakan. Yang paling mencolok adalah saat mantan Dirtipideksus Bareskrim ini menangkap Budiono Tan, pengusaha sawit yang menjadi buronan sejak tahun 2010.
Budiono Tan dikenal sebagai buronan licin. Budiono yang dulu adalah anggota MPR pernah menggelapkan sekitar 1.535 sertifikat petani sawit di Kabupaten Ketapang.
Selepas Budiono tertangkap, sejumlah praktik ilegal lainnya terungkap. Penjahat yang bersarang di Kalbar pun dibuat gerah. Para penjahat rela patungan sampai Rp 10 miliar agar Arief lengser dari kursinya.
-
Siapa yang diminta membayar pungutan Rp10 juta? Miris, seorang warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Desa Kendayakan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, batal menerima bantuan bedah rumah dari pemda setempat.Bukan tanpa alasan warga bernama Ahmad Turmudzi (49) itu tidak jadi mendapatkan bantuan renovasi. Sebab, agar perbaikan bisa dilaksanakan dirinya diduga harus membayar uang pungutan sebesar Rp10 juta.
-
Siapa saja tersangka dalam kasus suap ini? Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya juga menetapkan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga, serta dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra sebagai tersangka.
-
Apa yang dilakukan pelaku? Mereka juga meminta Y agar menyerahkan diri agar dapat diperiksa. 'Saya imbau kepada yang diduga pelaku berinisial Y yang sesuai dengan video yang beredar agar menyerahkan diri,' kata Rahman saat dikonfirmasi, Minggu (28/4).
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Bagaimana cara para pelaku pungli? Untuk satu jari, sopir harus memberikan uang sebesar seribu. Lalu dua jari, sopir harus menyerahkan uang sebesar Rp2 ribu dan seterusnya.'Minta seribu tinggal bikin satu jari. Dua ribu, dua jari. Lima ribu, tinggal bikin lima jari,' katanya lagi.
Namun aral merintang seperti ini bagi Arief adalah hal biasa. Dia pun tetap kokoh berdiri dalam menegakkan hukum di wilayahnya.
Berikut adalah kisah Brigjen Arief perangi korupsi di wilayah Kalbar:
Perangi Ilegal logging Budiono Tan
Brigjen Arief berhasil menangkap Budiono Tan, pengusaha sawit yang menjadi buronan sejak tahun 2010. Mantan anggota MPR ini menggelapkan sekitar 1.535 sertifikat petani sawit di Kabupaten Ketapang. Arief menegaskan dia siap dicopot atas tindakannya ini. Yang penting hukum ditegakkan.Kapolda Kalbar Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto menyatakan pihaknya akan menjerat tersangka Budiono Tan, pengusaha sawit yang DPO sejak 2010, dengan pasal tindak pencucian uang."Dasarnya dari kejahatan asalnya adalah perkara yang sudah P 21, ada harta kekayaan hasil kejahatan yang ditransaksikan dari rekening Budiono Tan ke rekening pihak lain," kata Arief di Pontianak, Senin (12/1), seperti dilansir Antara.Ia menjelaskan tersangka terindikasi melanggar pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, sementara penerimanya bisa dijerat pasal 4 atau 5 UU yang sama."Untuk kasus ini tersangka Budiono Tan tergolong pelaku aktif," katanya.
Pertaruhkan jabatan untuk sikat penjahat
Arif mengakui, selama ini perang melawan korupsi memang tidak mudah. Berkali-kali dia mau dilengserkan gara-gara para penjahat merasa dirinya adalah ancaman."Saya lebih senang dimusuhi oleh penjahat, daripada disenangi penjahat. Sehingga tiga bulan saya bertugas di Kalbar banyak yang akan melengserkan saya, karena aktivitas ilegal mereka terganggu," kata Brigjen Arief saat menjadi pemateri pada seminar anti korupsi Fakultas Hukum Untan Pontianak dengan tema 'Generasi Muda Lawan KKN' di Pontianak, Senin (23/2).Menurut Kapolda Kalbar kolaborasi antarpenegak hukum, yakni KPK, Polri, dan kejaksaan akan semakin kuat dalam memberantas korupsi, karena memang tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri, katanya.Arief mencontoh jalan di Kalbar cepat rusak karena dikorupsi oleh para pelaksana proyek sehingga perlu bersama-sama untuk pengawasannya.Dalam kesempatan itu, Arief menyatakan dukungannya agar para koruptor dihukum mati saja, seperti di Tiongkok, sehingga memberikan efek jera."Saya juga setuju, para koruptor itu dimiskinkan, sehingga harta-hartanya dari hasil korupsi dirampas untuk negara. Karena kalau tidak dimiskinkan, ketika dia bebas nanti, maka akan melakukan korupsi lagi," tegasnya.
Dukung KPK sepenuhnya
Kapolda Kalbar Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto menyatakan Indonesia saat ini masih perlu KPK dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia."Masih diperlukannya KPK karena dia adalah lembaga yang super bodi dan tidak bisa diintervensi dalam penanganan kasus-kasus korupsi," kata Arief Sulistyanto saat menjadi pemateri pada seminar anti korupsi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Untan Pontianak dengan tema 'Generasi Muda Lawan KKN' di Pontianak, Senin (23/2).Dia menjelaskan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) adalah musuh bersama sehingga harus diberantas di bumi Indonesia."Memberantas korupsi harus dengan kekuatan yang luar biasa. Karena korupsi di Indonesia sudah mengakar, disitulah masih dibutuhkannya peran KPK yang juga harus bersinergi dengan kejaksaan dan kepolisian," ungkapnya, seperti dikutip dari Antara.Selain itu, bentuk dukungan lain dalam memberantas KKN di Indonesia, yakni mulai dari generasi sekarang yang harus menanamkan diri dan berkomitmen dalam memberantas korupsi, karena korupsi musuh bersama.
Penjahat patungan Rp 10 M untuk congkel Arief
Keberanian Brigjen Arief membuat banyak pihak gerah. Banyak pula yang menginginkannya pindah dari provinsi Kalbar. Bahkan mereka berani mengumpulkan uang agar Kapolda Arief hengkang dari Kalbar."Tiga bulan saya bertugas di Kalbar banyak yang akan melengserkan saya, karena aktivitas ilegal mereka terganggu," kata Brigjen Arief saat menjadi pemateri pada seminar anti korupsi Fakultas Hukum Untan Pontianak dengan tema 'Generasi Muda Lawan KKN' di Pontianak, Senin (23/2).Arief pernah menceritakan secara detail bagaimana cukong mengumpulkan uang untuk mendongkel dirinya dari posisi ini."Ada beberapa yang gerah, dan mengumpulkan uang agar saya dipindah," kata Arief saat menjadi pembicara seminar tentang anti pencucian uang yang digelar di Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (Bank Kalbar) di Pontianak, seperti dilansir Antara beberapa waktu lalu.Menurut dia, kalau menghimpun Rp 10 miliar untuk 'mendongkel' dirinya sebagai Kapolda di Kalbar, adalah nilai yang kecil.Dia membandingkan saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri.Dengan berbagai kasus tindak pidana yang ditangani, banyak tawaran agar tidak ditindaklanjuti. Namun tentu saja ia dengan tegas menolaknya."Kenapa harus seperti itu, toh nantinya saya juga tidak selamanya di sini," ujar dia.Dia telah melaporkan hal itu ke Kepala Polri. Tanggapan Kapolri, kata Arief, kalau ada penjahat yang membenci Kapolda, berarti tindakannya betul.Arief yakin, meski ada yang tidak menyukainya di Kalbar, namun ia tetap dikelilingi oleh orang-orang yang ingin kebenaran ditegakkan.Dia mengaku selalu melapor setiap pendapatan yang diperoleh kepada istrinya. "Supaya jelas, dari mana sumbernya," ujar Arief.Sejak menjadi Kapolda di Kalbar, Arief melakukan sejumlah gebrakan dalam menekan penyelundupan, hingga pejabat Bea Cukai pun menjadi terpidana.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berkas perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (25/7).
Baca SelengkapnyaTim penyidik KPK menemukan uang tersebut berasal dari pemerasan yang dilakukan RM terhadap jajaran kepala dinas hingga kepala organisasi perangkat daerah.
Baca SelengkapnyaRafael Alun Trisambodo Dikenakan Biaya Pengganti Rp10 Miliar
Baca SelengkapnyaAngin Prayitno didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
Baca SelengkapnyaRoni Aidil didakwa memberi uang total Rp9.916.070.840,00 (Rp9,9 miliar) kepada eks Kabasarnas Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaPungutan liar (pungli) atau pemerasan kepada tahanan senilai Rp6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023.
Baca SelengkapnyaRafael Alun didakwa menerima gratifikasi senilai Rp16.664.806.137,00 atau sekitar Rp16,66 miliar.
Baca SelengkapnyaBupati kerap meminta pencairan dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU).
Baca SelengkapnyaEksekusi dilakukan karena vonis John Irfan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Baca SelengkapnyaMajelis Hakim dipimpin Suparman Nyompa memvonis Rafael Alun 14 tahun penjara
Baca SelengkapnyaKPK: Kepala Basarnas Henri Alfiandi Terima Uang Hasil Setting Proses Lelang
Baca SelengkapnyaMochamad Ardian Noervianto divonis 4 tahun 6 bulan penjara
Baca Selengkapnya