Kisah Elita, penjual otak-otak di Muara Angke dapat beasiswa kuliah
Merdeka.com - Kesan bau amis, kotor dan kumuh begitu melekat pada setiap kampung di kawasan pesisir pantai yang ada di tanah air. Begitupun dengan salah satu kawasan pesisir utara Jakarta, yakni Muara Angke.
Kawasan yang mayoritas warganya adalah nelayan ini terbilang kehidupan ekonominya tak mewah. Apalagi kalau sampai bisa menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang putih abu-abu.
'Gapailah mimpimu setinggi langit'. Ungkapan itu bagi sebagian dari mereka hanyalah sebuah deretan alfabet. Bisa sekolah di perguruan tinggi saja sudah bisa jadi kebanggaan, apalagi jika perguruan tinggi tersebut punya standar kualitas internasional.
-
Bagaimana Satria menunjang kebutuhan kuliah? Penghasilan yang dia dapat dengan menjadi asisten dosen, cukup untuk membantu membayar biaya kuliah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
-
Bagaimana Lela mendapatkan uang untuk biaya pengobatan? Usaha menjual gorengan tentu tidak bisa memenuhi kebutuhan biaya rumah sakit Lela. Maka dari itu, ia tidak menutup diri terhadap semua bantuan dari orang baik yang rela menyisihkan hartanya untuk kesembuhan sang anak.
-
Bagaimana anak ini mencari uang? Mampu mengumpulkan uang hingga Rp150 ribu untuk digunakan membantu orang tua yang berprofesi sebagai nelayan.
-
Bagaimana Mak Eroh mendapatkan uang dari berjualan? Mirisnya, dalam sehari sapu itu hanya laku satu yang berarti Mak Eroh cuma menghasilkan uang Rp2.000.
-
Bagaimana sumbangan ini membantu mahasiswa? 'Memastikan tidak ada siswa yang harus membayar uang sekolah lagi,' lanjut pada keterangan akun X Fakultas Kedokteran Albert Einstein @montefioreNYC.
-
Bagaimana cara sosialita mendapatkan uang? Cara mereka mendapatkan uang dengan memiliki berbagai bisnis yang dapat menunjang keuangan pribadi. Ada juga yang mengandalkan penghasilan dari suami yang memiliki penghasilan dalam jumlah besar.
Bagi sebagian anak di kawasan Muara Angke, mengenyam pendidikan di bangku sekolah tak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Terlebih ekonomi orangtua mereka sebagai nelayan yang penghasilannya pas-pasan.
Melebarkan jala dan mengeringkan hasil tangkapan sudah menjadi makanan sehari hari bagi mereka. Semua itu dilakukan demi membantu orangtua mereka mencari nafkah.
Namun hal tersebut tak menjadi batu sandungan bagi Elita Tirta Triningrum, anak nelayan warga Jalan Empang, Muara Angke, Jakarta Utara. Tekadnya mampu membawanya meraih asa.
Elita mampu meraih beasiswa dari salah satu kampus yang merupakan pengembang properti terbesar di Indonesia, Podomoro University. Tapi semua itu dia capai dengan tidak mudah.
"Saya sehari hari ngajar anak-anak, kalau libur itu bantu mamah sama bapak jualan otak-otak. Cuman kalau misalnya emak ada yang bantu ya saya ngelaut sama bapak," ujar Elita kepada merdeka.com, Kamis (15/10).
Kehidupannya memang seperti anak-anak nelayan pada umumnya. Tapi keinginan mengenyam pendidikan tinggi membuat hati nuraninya terdongkrak. Elita selalu menyempatkan diri setiap hari untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak pesisir di Muara Angke. Ajaran itu diberikan Elita tanpa pamrih.
"Kalau ngajar jujur saya relawan murni, dari saya kelas 2 SMK sudah aktif ngajar sampai sekarang masih aktif ngajar PAUD, TPA, Sanggar, PKBM. Ngajar anak nari juga sama bantuin anak-anak sekitar mengerjakan tugasnya, karena mereka perlu dibantu juga," kata dia.
Ayah Elita hanya seorang nelayan yang berpenghasilan rata-rata Rp 50 ribu per-hari. Sedangkan ibunya, hanya seorang buruh jahit dengan penghasilan Rp 57 ribu per-hari.
Di mata kedua orangtua, Elita dikenal sebagai anak yang sangat mengerti kondisi keuangan keluarganya. Sejak sekolah Elita dikenal jarang meminta uang jajan.
"Alhamdulillah dia ga pernah ngeluh capek," ujar Ibunda Elita, Nengsih.
Anak ke-3 dari pasangan Nengsih dan Shaleh ini mencari tambahan jajan dengan menjajakan otak-otak di pelabuhan Muara Angke. Dia hanya berjualan pada hari Sabtu saja. Dari hasil berjualan tersebut Elita mampu menyisihkan uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Inisiatif sendiri dengan berjualan otak-otak itu ya emang enggak seberapa hasilnya. Cuman ya bisa disisihin dari uang jual otak-otak itu diolah lagi biar cukup untuk seminggu kuliah. Kalau kuliah bawa bekel dari rumah," ucap Elita.
Elita bercerita jika kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya membuat dirinya sempat pesimis untuk bisa sekolah tinggi. "Karena lihat kondisi Mamah sama Papah dulu sempat pesimis atau kerja aja gitu biar biayain orangtua. Cuma Mamah bilang, ngebahagiain Mamah tuh enggak mesti Ita kerja atau ngasih uang kayak gitu," ujar perempuan yang pernah menjadi Duta Anak Indonesia ini.
"Dengan Ita berkegiatan dan ngasih ilmu untuk orang lain Mamah udah senang. Kalau ada keinginan selalu ada jawaban. Dulu waktu kecil, pengen pernah jadi guru, dan akhirnya kesampean dengan mengajar anak-anak sekarang. Saya pengen anak-anak Muara Angke bisa jadi seperti saya untuk bisa dapet beasiswa," kenang Ita saat menuturkan kisahnya.
Elita tidak pernah malu dengan kondisi keluarganya. Dirinya justru bangga memiliki kedua orangtua yang berjuang keras demi anaknya.
"Saya nggak malu, malah justru bangga punya Ayah yang berjuang untuk saya sampai sebesar ini. Mamah juga sampai berjuang saya sampai SMA," paparnya.
Perjuangan orangtuanya memang begitu keras, Elita bercerita pengalaman pahit saat sedang berjuang mendapatkan beasiswa. Jika perahu yang digunakan ayahnya tenggelam saat mencari kerang, padahal saat itu Elita saat butuh biaya untuk ikut beasiswa. Tapi dirinya bersyukur karena yang terpenting ayahnya selamat.
Elita punya harapan setelah lulus nanti ingin anak-anak Muara Angke bisa termotivasi untuk bisa sekolah tinggi. Elita juga punya harapan ingin membuat yayasan di seluruh pesisir Indonesia.
"Saya pengen pendidikan anak di pesisir bisa terpenuhi," tuturnya.
Selain itu Elita berharap bisa membangunkan 'Istana' untuk ibundanya serta bisa membelikan sang Ayah sebuah kapal untuk berlayar. Elita punya pesan kepada seluruh anak di Indonesia, terutama bagi anak-anak yang ada di pesisir pantai agar bisa bersekolah tinggi.
"Semua orang bisa sekolah tinggi, enggak ada alasan untuk mereka tidak sekolah tinggi, karena jalur beasiswa kan banyak," kata dia. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kehidupan ekonomi Rieke Diah Pitaloka mulai berubah setelah mendapat tawaran bermain sinetron.
Baca SelengkapnyaTekad yang kuat dan kerja keras mampu membuat yang tak mungkin jadi mungkin.
Baca SelengkapnyaTak sedikit dari kalangan artis yang membeli dagangan Mpok Atiek.
Baca SelengkapnyaKisah perjuangan seorang wanita dari kecil berjualan demi memenuhi kebutuhan hidup. Hingga kini telah sukses memiliki toko sendiri.
Baca SelengkapnyaJurus terjitu anak kos atur uang Rp50 ribu untuk satu minggu.
Baca SelengkapnyaAjang menyadari bahwa gengsi tidak akan membuatnya sukses.
Baca SelengkapnyaDengan kerja keras dan strategi yang baik, suatu bisnis bisa menghasilkan omzet yang besar.
Baca SelengkapnyaNadia berharap langkahnya bisa menjadi inspirasi bagi guru honorer untuk tetap semangat mengajar meskipun gaji yang diterima kecil
Baca SelengkapnyaDemi membayar hutang kepada sang istri, Epy Kusnandar tak malu banting setir berjualan makanan di kantin apartemen.
Baca SelengkapnyaTerlahir sebagai anak artis sukses dan kaya raya tak membuat Cinta dan Nino manja.
Baca SelengkapnyaYuliana (23) salah satu mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon yang baru saja lulus kuliah.
Baca SelengkapnyaUya Kuya mengungkapkan kepada pengikutnya betapa luar biasanya pelayanan yang diberikan oleh Cinta kepada para pembeli.
Baca Selengkapnya