Kisah heroik lima Jurnalis Kota Palu, antara profesionalisme dan kemanusiaan
Merdeka.com - Dalam dua pekan ini, seluruh perhatian tertuju pada peristiwa bencana alam gempa dan tsunami di Palu, Donggala, Sigi, Sulawesi Tengah. Banyak pihak terlibat dan bergerak dalam upaya penyelamatan korban bencana.
Terselip kisah heroik yang dilakukan lima jurnalis televisi saat tsunami dahsyat di Pelabuhan Pantoloan. Mereka adalah Abdy Mari (tvOne), Ody Rahman (NET.), Rolis Muhlis (Kompas TV), Jemmy Hendrik (Radar TV), dan Ary Al-Abassy (TVRI). Saat peristiwa itu terjadi, Jumat (28/9) sekitar pukul 15.00 WITA, mereka bergerak Kota Palu menuju Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. Tujuan mereka meliput dampak gempa 5,9 SR yang terjadi satu jam sebelumnya, pada pukul 14.00 WITA. Kabarnya, ada korban meninggal akibat bangunan ambruk.
Mereka berlima menggunakan mobil dengan kapasitas tempat duduk tujuh penumpang. Ody berada di balik kemudi mobil. Jarak Palu ke Sirenja di Pantai Barat biasanya dua jam perjalanan. Menyusuri sisi utara teluk. Satu jam perjalanan, dekat Pelabuhan Pantoloan menjelang perbatasan Palu-Donggala, pemandangan laut terlihat indah seperti biasanya. Namun, tiba-tiba, mereka merasakan gempa yang sangat kuat.
-
Bagaimana tsunami itu terjadi? Pemicu awalnya terjadi ketika suhu yang menghangat menyebabkan lidah gletser yang menipis runtuh, demikian temuan para peneliti. Kondisi itu mengguncang lereng gunung yang curam, menyebabkan longsoran batu dan es menghantam Dickson Fjord di Greenland.
-
Siapa yang mengklarifikasi kabar tsunami? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam memberikan klarifikasi bahwa kabar adanya tsunami yang terjadi di Kota Batam dan Tanjungpinang pada Selasa (17/9), adalah kabar bohong atau hoaks.
-
Bagaimana tsunami terjadi? Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air di bawah laut akibat pergeseran lempeng bumi, erupsi gunung berapi bawah laut, hingga jatuhnya meteor ke laut.
-
Siapa yang menjadi korban tsunami Aceh? Dilaporkan, sekitar 132.000 orang meninggal dunia dan 37.000 lainnya dinyatakan hilang. Tragedi ini menjadi bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 27 Desember 2004.
-
Siapa yang menginformasikan kejadian tersebut? Dari informasi yang dibagikan oleh sang adik, Olivia Zalianty, Marcella mengalami kejadian tidak menyenangkan ketika sedang menjalani latihan untuk pementasan Malahayati.
-
Siapa yang menjadi korban Gempa Besar Kanto? Korban jiwa terbesar disebabkan oleh pusaran api yang melanda Rikugun Honjo Hifukusho (sebelumnya Depot Pakaian Tentara) di pusat kota Tokyo, di mana sekitar 38.000 orang terbakar setelah berlindung di sana setelah gempa bumi.
"Saya langsung tarik rem tangan, mobil berhenti di tengah jalan," tutur Ody melalui siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (12/10).
"Kami lihat hampir semua pengendara motor di sekitar kami berjatuhan," lanjut Ody.
Mereka langsung turun dari mobil. Naluri mereka sebagai jurnalis langsung timbuk secara otomatis. Mereka merekam semua peristiwa itu dengan telepon genggam masing-masing. Sambil menolong orang-orang yang terjatuh, mereka merekam peristiwa itu.
Tiba-tiba gempa kembali mengguncang. Ketika mereka melihat ke arah laut, tampak gelombang tinggi bergerak cepat. Mereka terpana. Jemmy Hendrik berteriak.
"Itu tsunami!"
Teriakan Jemmy menyadarkan semua orang yang mendengar. Ada bahaya besar di depan mata. Orang-orang panik dan berteriak sekeras-kerasnya. Memperingatkan semua orang untuk lari menjauh dari tsunami. Para jurnalis ini mencoba menyelamatkan beberapa orang.
"Kami langsung masuk mobil dan putar balik," cerita Abdy.
"Kami lihat banyak orang lari ke sana ke mari. Kami buka pintu dan menarik beberapa masuk. Sampai tak ada lagi yang bisa masuk. Ibu-ibu, nenek-nenek, anak-anak, semua histeris dan menangis di dalam mobil yang sesak. Ketakutan dan tercekam."
Sampai di ketinggian yang dianggap aman, mereka menghentikan mobil.
"Kami semua keluar. Saya hitung-hitung, ada duabelas orang yang ikut kami. Total 17 dalam mobil yang hanya untuk 8 orang termasuk pengemudi. Saya tidak tahu bagaimana bisa muat sebanyak itu," cerita Abdy.
Setelah memastikan berada di lokasi yang aman, mereka melihat ke arah tempat Pelabuhan Pantoloan. Sudah rata dengan tanah. Rumah-rumah hancur dan berpindah tempat.
"Perahu dan kapal melintang di jalan. Di mana-mana terlihat penuh puing," tutur Abdy.
Naluri jurnalis kembali muncul. Mereka merekam peristiwa itu untuk kepentingan berita. Mengabarkan pada dunia yang mereka saksikan dan alami. Sampai akhirnya mereka tersadar, kondisi keluarga di Palu. Serentak, mereka mencoba menghubungi keluarga.
"Tak ada lagi sambungan telepon. Kami bingung dan panik. Bagaimana keluarga kami," tutur Ody.
"Saya mungkin yang paling galau karena tempat tinggal kami rumah tua yang rawan runtuh," kata Abdy.
Sekitar 30 menit kemudian, mereka memutuskan kembali ke Palu. Untuk mencari tahu kondisi keluarga sekaligus menjalankan tugas mereka sebagai jurnalis, mengirim berita.
Perjalanan pulang tidak mudah. Mereka harus melewati puing-puing bangunan yang berserakan, jalan rusak. Ditambah pikiran kacau mengingat nasib keluarga masing-masing. Saat itu, kondisi sudah gelap. Mereka memilih terus bergerak.
"Sampai di Kelurahan Mamboro, kami melihat seorang ibu yang terjepit runtuhan bangunan. Kami berhenti dan membawanya ke tempat aman. Tampaknya ada tulang yang patah," tutur Ody.
Mereka sempat terjebak di Kelurahan Layana karena jalan tertutup. Terpaksa berhenti dan menunggu. Beberapa jam kemudian, ada iring-iringan kendaraan Brimob melintas yang membuka akses jalan.
"Akhirnya, sekitar pukul 23.00 WITA, kami tembus Palu," kata Abdy.
Di Palu, Abdy mendapat kabar keluarganya telah mengungsi. Ketika bertemu, hanya ada istri dan anak pertama. Sedangkan anak kedua yakni Andra, hilang dengan posisi terakhir yang diketahui berenang di Hotel Golden Palu yang terkena tsunami.
Hingga pagi menjelang, mereka mencari Andra. Hampir putus asa. Mereka pulang melihat kondisi rumah. Tak lama kemudian, Andra muncul. Siswa SD itu rupanya lari ke gunung dan bermalam sendirian di sana hanya mengenakan celana renang. Ada beberapa luka karena ditabrak motor saat lari.
Setelah memastikan keluarganya selamat, hari itu juga mereka kembali menjalankan tugas jurnalisme. "Kami baru bisa mengirim berita pada hari kedua melalui saluran yang sangat terbatas. Alhamdulillah," kata Abdy.
Pofesional dan kepala keluarga yang baik
Erick Tamalagi, tokoh masyarakat Palu dan salah seorang pendiri Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia yang tinggal di Palu dan mengalami langsung bencana tersebut, menjadi saksi bagaimana para jurnalis tv di Palu telah bekerja dengan sangat profesional.
"Apa yang dilakukan teman-teman para jurnalis tv di Palu, menurut saya, adalah kesadaran yang tinggi sebagai seorang jurnalis dan kepala keluarga. Kegigihan terus meliput dan mencari spot untuk mengirimkan gambar di saat jaringan internet sangat terbatas dan membagi perhatian untuk keselamatan keluarga yang berada di pengungsian, adalah perjuangan yang sangat patut kita hargai," kata Erick.
Erick terus bergerak membantu para korban. Dia mendatangi berbagai lokasi hingga ke pelosok untuk mendistribusikan bantuan.
Tokoh muda asal Palu, M. Ichsan Loulembah juga menjadi saksi kegigihan para jurnalis tv di Palu.
"Para jurnalis menuangkan laporan untuk melayani kemanusiaan dengan profesionalisme yang terjaga. Tanpa lelah, lupa melihat jam, mereka menyajikan suara dan gambar melalui televisi yang amat berarti bagi masyarakat. Hanya ini yang kami punya (untuk mereka). Setulusnya ucapan terima kasih," tulis Ichsan.
Ichsan tinggal di Jakarta. Begitu mendengar gempa dan tsunami di kampungnya, ia berusaha pulang. Tiba di Palu pada hari ketiga pasca-tsunami, Ichsan membuka posko "Sulteng Bergerak" di rumah ibunya, Jl. Rajawali 24, untuk menyalurkan berbagai bantuan ke seluruh wilayah terdampak.
Dari kisah heroik lima jurnalis di Palu, para pendiri dan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memberikan penghargaan kepada para jurnalis yang telah memperlihatkan dedikasi dan sisi kemanusiaan yang mulia dalam peristiwa gempa dan tsunami di wilayah Sulawesi Tengah. Penghargaan ini diberikan setelah dengan cermat mempelajari kisah mereka.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Momen kru kapal evakuasi enam nelayan yang terombang-ambing di lautan karena kapalnya tenggelam ini bikin warganet terharu.
Baca SelengkapnyaProses evakuasi tak mudah. Prajurit TNI butuh waktu enam jam.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan nakes yang berjuang lewati badai dan ombak untuk mengantarkan pasien untuk berobat ke rumah sakit.
Baca SelengkapnyaRumah seorang jurnalis bernama Rico Sempurna Pasaribu di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara terbakar.
Baca SelengkapnyaDaftar wartawan di Indonesia yang tewas dibunuh usai meliput kasus sensitif.
Baca SelengkapnyaDewan Pers meminta pembentukan tim investigasi bersama untuk mengusut kebakaran rumah jurnalis Tribrata TV Sempurna Pasaribu di kawasan Nabung Surbakti
Baca SelengkapnyaAksi heroik pria rela membiarkan motornya tenggelam demi selamatkan ibu dan anak yang terjebak banjir bandang dan hampir tenggelam.
Baca SelengkapnyaSeorang penumpang Kapal KM Ciremai yang nekad menceburkan diri ke lautan dan diselamatkan oleh sosok prajurit TNI.
Baca SelengkapnyaSeorang pria melakukan aksi heroik membantu ibu dan anak yang terjebak banjir.
Baca SelengkapnyaTak ada yang mau menolong, aksi heroik nelayan lindungi anak-anaknya saat terombang ambing di lautan selama 2 jam ini viral.
Baca SelengkapnyaDua anggota polisi bernama Bripka Ahmad Rifai dan Bripka Kur Anyelus Say, menjadi pahlawan setelah berhasil menyelamatkan seorang anak.
Baca SelengkapnyaPara korban juga mengalami luka bakar maksimal dengan tingkatan atau grade enam.
Baca Selengkapnya